Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Daud vs Goliath Dalam Versi Ahok vs Koalisi Gemuk

13 Maret 2016   21:01 Diperbarui: 13 Maret 2016   21:26 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ahok Maju di Pilgub DKI dari Independen, yang mengakibatkan dia bertarung dengan calon-calon yang diusung partai berkuasa. Dokumentasi Pribadi"][/caption]

Dalam cerita film terbaru berjudul “David and Goliath”, film religi yang diadopsi dari kisah Kitab Suci ini menceritakan bagaimana cara Daud mengalahkan raksasa bernama Goliath dalam sebuah pertarungan yang sengit. Daud, yang diceritakan bertubuh kecil, kurus, tidak memiliki otot yang kuat, terkesan kurang gizi, tampang yang jauh dari kata tampan, atletis, kokoh dan kuat, dihadapkan pada kenyataan untuk mengalahkan seorang Goliath yang digambarkan bertubuh raksasa, punya kekuatan seperti baja, sangar, garang, dan sangat suka membunuh musuh-musuhnya tanpa ada ampunan pada masa itu. Daud diceritakan maju, ingin berhadapan dengan Goliath, tetapi orang-orang pada masa itu tidak percaya, terlebih-lebih Raja Saul. Mereka semua menertawakan Daud, tidak yakin akan kemampuan Daud untuk mengalahkan Goliath yang bertubuh tinggi besar, bahkan digambarkan setinggi tiga meter telah mengalahkan semua musuh-musuhnya dan menantang agar membawakan seorang lawan yang dapat mengalahkannya.

Singkat cerita, film “David and Goliath”, yang akan tayang perdana di Amerika Serikat tanggal 27 April 2016 ini mengisahkan Daud akhirnya diberi ijin untuk menghadapi Goliath. Dengan pertolongan Tuhan, dan kecerdasan yang dimilikinya, Daud percaya diri menghadapi kesombongan dan kepongahan Goliath. Daud bermodalkan Umban (sejenis Ketapel atau alat pelontar batu), maju kehadapan Goliath. Goliath yang melihat Daud hanya membawa senjata mainan, tertawa dan yakin akan mengalahkan musuhnya dengan tombak dan perisainya. Namun, belum sempat Goliath mengayunkan senjatanya, Daud mengambil batu dari kantongnya, memasukkan ke Umbannya (sejenis Ketapel) dan melemparkannya ke arah Goliath dengan sekuat tenaga sembari berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Batu tersebut mengenai kepala Goliath dan mati seketika itu. Cerita inspiratif turun-temurun yang kembali diangkat ke layar lebar berjenis action, drama, kolosal dan Masyarakat Indonesia mendapatkan kehormatan untuk menonton film “Dewasa” ini pertama kali setelah lulus sensor, di bioskop Blitzmegaplex dan Cinemax tanggal 16 Maret 2016.

Ahok VS Koalisi Gemuk

Kisah Daud melawan Goliath ini menjadi inspirasi di era kekinian untuk menggambarkan kala yang dianggap lemah menghadapi pihak yang paling berkuasa atau yang dianggap paling kuat, paling jago, atau paling paten. Cerita Daud versus Goliath ini menjadi sinonim ketika seseorang atau sekelompok orang, atau tim akan menghadapi tim yang lebih superior, tim yang lebih kuat. Tidak hanya disepakbola, misalnya kala Timnas Indonesia yang mengalami krisis kepercayaan baik di wilayah sendiri, maupun di dunia internasional, akan bertanding melawan tim yang berada di peringkat sepuluh besar FIFA misalnya, melawan Brazil. Maka tajuk beritanya pastilah ‘Garuda VS Brazil’, ‘Daud VS Goliath”, kenapa? Karena Timnas Indonesia pastilah dianggap tim lemah, tim yang posisinya jauh levelnya dibawah Brazil, dan akan kebobolan banyak gol. Walaupun kenyataannya bisa berbalik, bisa saja Indonesia menang melawan Brazil. Tapi apakah itu akan terwujud? Melihat kondisi sekarang, jangan berharap Timnas kita bisa melawan tim sekelas Brazil, Italia, atau bahkan Jerman sang juara Piala Dunia 2014.

Contoh lain menggambarkan sinomim Daud lawan Goliath, ketika sebuah klub sepakbola misalnya, Persija Jakarta yang kabarnya jika Ahmad Dani – pemilik Republik Cinta- yang muluk-muluk mendatangkan Sir Alex Ferguson berhadapan dengan, kita andaikanlah Leichester City, klub Sepakbola Inggris yang ‘sudah’ menggenggam gelar Juara EPL dalam sebuah pertandingan, maka kembali masyarakat akan mengandaikan pertandingan ini ibarat Daud melawan Goliath, kenapa? Kembali karena Persija bukanlah tim yang dianggap hebat, melainkan tim gurem yang akan bertemu dengan tim berkualitas tinggi, walaupun kenyataannya di Inggris, Si Rubah (julukan Leichester City) bukanlah pesaing berat, hanya musim ini saja mereka sukses seperti sekarang.

Nah, di era sekarang sinomim Daud melawan Goliath tidak hanya terjadi di sepakbola, di bidang Politik, Sinonim ini juga tengah berlaku. Ahok, Gubernur DKI sekarang yang notabene adalah Wakil Jokowi yang naik, setelah Jokowi naik pangkat jadi Presiden RI ke-7, dihadapkan pada situasi dan permasalahan yang tidak jauh dengan situasi dan kondisi era Daud melawan Goliath. Ahok, sang Petahana dicemooh, dicerca, bahkan dijegal habis-habisan kala kembali akan maju di Pilgub DKI Jakarta tahun 2017 nanti. Berbagai cara dilakukan agar Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kalah di Pilgub DKI 2017. Cara-cara yang terstruktur, sistematis, dan masif dilakukan agar Ahok tidak mendapatkan simpati dan dukungan. Mulai dari asal-usul Ahok, Agama, RAS, hingga mengharapkan ditangkap, diadili, dan dipenjarakan dengan kasus yang ditukang-tukangi, semacam kasus Rumah Sakit Sumber Waras. Elektabilitas yang tinggi, kinerja yang memuaskan, yang ditunjukkan Ahok selama menjadi Gubernur, tingkat kepopuleran yang tinggi memang sangat menguntungkan Ahok dan Teman Ahok yang mengusung Ahok, sehingga membuat banyak pihak iri, belum lagi ketegasan, kelantangan, dan keberanian Ahok dalam mengentaskan Korupsi membuat tikus-tikus berdasi tidak berani memainkan anggaran, yang selama ini sudah menjadi tradisi dan mendarah daging di tubuh pejabat negeri ini.

Tidak sampai disitu, para Partai Besar pun ikut-ikutan untuk mencari ‘Goliath-Goliath’ baru pesaing Ahok dalam Pilgub DKI nanti. Mereka tidak segan-segan mencari, menawarkan, mengadu sosok-sosok yang sejenis dengan Ahok diseluruh pelosok negeri ini untuk dipoles dan diadu dengan Ahok. Walau pak Ridwan Kamil dan bu Tri Rismaharani menolak, namun masih banyak yang senang untuk diadu dengan pak Ahok dalam gelanggang bernama Pilgub DKI Jakarta 2017. Lagian, dalam politik satu detik pendirian seseorang bisa berubah 1800, jadi tetap waspada dengan keadaan ini.

Yusril dan Ahmad Dani sudah OK

Hasil dari penjaringan sementara calon lawan Ahok, adalah Yusril Ihza Mahendra, setelah sekian tahun tidak memiliki jabatan, Yusril memilih untuk ikut meramaikan Pilgub. "Itu yang saya bilang kenapa beliau-beliau mau nyalon, mereka menganggap saya ini tak pantas jadi gubernur lagi. Mereka punya pikiran strategi yang lebih pantas dari pada saya," ucap Ahok mengomentari keinginan beberapa tokoh yang akan mengeroyoknya di Pilgub nanti. Bagi saya sendiri, Yusril hanyalah seorang pakar hukum, belum teruji untuk menjadi seorang Gubernur yang memiliki ilmu selain hukum. Saya sendiri punya pendapat seperti ini “Negara bisa bagus ditangan-tangan orang hukum, tapi bisa sebaliknya”, jadi akankah yang sudah benar dikerjakan oleh pak Ahok dapat diteruskan oleh pak Yusril jika menang? Atau sebaliknya?

Pun, dengan Ahma Dani pentolan grup Dewa19 ini dengan tamaknya, tamak? Yah tamak karena sudah punya Republik sendiri, bernama Republik Cinta..he.he.he..memoles dirinya dengan pak Yusril menjadi Goliath untuk mengalahkan Ahok. Ahmad Dani dengan segala kereseh-annya sangat ingin menjegal Ahok. Mulai dari kata-kata manis, janji-janji muluk mempengaruhi warga Jakarta agar berpaling pada dirinya. Ahmad Dani menganggap berpolitik itu segampang menciptakan lagu-lagu cinta membuai yang mendengarnya. Saya tidak habis pikir, mau dibawa kemana arah Jakarta setelah Ahmad Dani sebagai Wagubnya misalnya. Akankah logika ngeres Ahmad Dani dalam lagunya berjudul “Madu Tiga”, akan ditularkan bagi warga Jakarta? Akankah ada kebijakan baru tentang hukum perkawinan ketika Dani berkuasa? Wah, tidak bisa dibayangkan apa jadinya Jakarta sebagai Ikon dan Etalase Indonesia di mata dunia dengan kebijakan-kebijakan yang aneh-aneh.                

Jalur Independen, #TEMANAHOK, Siap Hadapi Koalisi Gemuk

Yang menyamakan persepsi saya bahwa perjuangan Ahok ‘mirip’ dengan apa yang dilakukan Daud, adalah kala Ahok memastikan maju ke arena pertarungan Pilgub DKI Jakarta 2017 setelah dengan bermodalkan restu dari #TemanAHOK. Perjuangan #TemanAHOK yang sudah mengumpulkan data valid dukungan warga DKI sudah mencapai angka 777 ribu dukungan, dan sampai sekarang menurut kabar berita, warga DKI antri di rumah-rumah #TemanAHOK untuk mendaftar jadi pendukung setelah Ahok mendeklarasikan maju ke Pilgub DKI secara Independen, bersama dengan seorang PNS bernama Heru Budi Hartono, yang sekarang menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Kembali Ahok seakan-akan memberi bukti bahwa masih ada PNS yang jujur, bersih dan tekun bekerja untuk kesejahteraan Rakyat Jakarta. Penilaian Ahok sebagai Gubernur dan atasan seluruh PNS DKI Jakarta berbuah manis, masih ada Aparatur Sipil Negara yang berhati emas diantara fenomena PNS tukang korupsi atau tukang malas.

Ahok dengan tegas menepis tawaran Partai-Partai berkuasa dan besar yang menjamin Ahok bisa melenggang tanpa hambatan menjadi Gubernur DKI. Ahok malah mempermalukan Partai dengan kebiasaan yang mendarah daging, mita setoran terlebih dahulu jika ingin diusung oleh salah satu partai. Pernyataan “Kalau warga DKI ingin saya maju, pasti mereka akan datang ke posko-posko (Teman Ahok). Saya tidak mau mengecewakan masyarakat yang mendukung saya,” cukup menegaskan kalau senjata Ahok ke medan Pilgub DKI adalah #KEPERCAYAAN WARGA DKI yang mendatangi #TemanAHOK. Ahok dengan jelas tidak mau memberi uang sepeserpun pada partai dalam Pilgub nanti, yang membuat partai-partai besar kebakaran jenggot dan lebih getol untuk mencari sosok-sosok yang dapat dijadikan seperti Goliath untuk menjegal langkah Ahok.

[caption caption="Ini Undang-Undang yang mengatur Calon Gubernur dan Wakilnya jika maju lewat Independen. Sumber : Dokpri"]

[/caption]

Senjata kedua Ahok menuju Pilgub adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 yang mengatur Jumlah Dukungan untuk Calon Perseorangan. Undang-undang yang harus disodorkan bulat-bulat kepada para pengkritik Ahok yang maju dari jalur INDEPENDEN. Pasal 41 ayat 1 yang berbunyi “Calon Perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : (a) Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta jiwa harus didukung paling sedikit 10 % dari Akumulasi Perolehan Suara Sah Pemilu Legislatif; (b) Provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 2 juta jiwa – 6 juta jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 % dari Akumulasi Perolehan Suara Sah Pemilu Legislatif;”, yang artinya dengan bermodalkan KTP pendukung #Ahok minimal berjumlah 532.213 KTP warga DKI Jakarta, maka #Ahok sah maju sebagai Gubernur bersama dengan Heru di Pilgub DKI. Namun, #TemanAhok tidak puas sampai disitu, mereka terus menjaring dukungan hingga satu juta dukungan sah untuk memuluskan langkah #Basuki-Heru dan mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi dalam perjuangan melawan koalisi-koalisi Gemuk yang akan mengepung kekuatan Ahok dan kawan-kawan.

[caption caption="Ini Pasal 41 ayat 1 b yang menegaskan mekanisme Calon Gubernur dari jalur Independen. sumber : Dokpri"]

[/caption]

Sebagai penutup, pasti bertanya-tanya bagaimana nanti ending dari pertarungan Daud melawan Goliath, versi Ahok menghadapi Koalisi Gemuk di Pilgub DKI Jakarta 2017? Menurut penerawangan saya, sama seperti ketika Daud mengalahkan Goliath, berkat bantuan Umban, batu dan Kekuatan yang dari Maha Kuasa, maka Daud berhasil mengalahkan Goliath yang berwujud raksasa. Ahok, yang mengandalkan KEPERCAYAAN, hasil KINERJA,  juga Doa dari Masyarakat yang terlanjur Mencintainya, maka Ahok yang berpasangan dengan seorang ASN yang juga kalah tenar dan tidak memiliki kekuatan super power, hanyalah pegawai Pemerintahan biasa yang bermodalkan Kinerja dan Doa, akan menang melawan Koalisi-Koalisi Partai Gemuk dalam Pilgub DKI nanti. Setujukah Anda? Semoga!

Walau bukan orang DKI, tetapi tulisan ini sebagai bentuk keprihatinan dan dukungan agar Ahok tetap menjadi DKI – 1 untuk satu periode lagi, demi Indonesia yang lebih Berperi Keadilan dan Kemanusiaan, sebab DKI adalah Barometer Indonesia Maju. DKI Maju? Indonesia pasti Maju!

[caption caption="Perjuangan Tidak kenal lelah dan Pantang Menyerah ditunjukkan oleh #TemanAhok yang terus mendukung Ahok di Pilgub. Sumber: Dokpri"]

[/caption]

Medan, 13 Maret 2016

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun