Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Peran Tanoto Foundation Mewujudkan Sekolah Terbaik di Indonesia

29 Juli 2014   03:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:58 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_317234" align="alignnone" width="300" caption="Resensi Buku Sekolah Terbaik. Dok. pribadi"][/caption]

Pendidikan masa kini dan masa yang akan datang adalah Pendidikan yang mengutamakan Kreativitas dan Imajinasi, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, memiliki kekuatan Spiritual, Keagamaan, Pengendalian diri, Kepribadian, Kecerdasan, Akhlak Mulia serta Keterampilan (Self – Skills) yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Kesimpulan inilah yang saya dapatkan ketika mengikuti acara Buka Bersama dan Bedah Buku yang dilaksanakan oleh Kompasiana bekerja sama dengan Tanoto Foundation di Gedung Uniland - Business Center Lt. 8 (delapan),  Jl. Let. Jend. Mt. Haryono, Medan, Sabtu 19 Juli 2014. Acara yang dikemas semenarik mungkin menyadarkan saya akan masih panjangnya perjuangan untuk memajukan pendidikan di tanah air kita ini. Tanoto Foundation yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 2001 telah memberikan warna lain dalam perjuangan mereka untuk turut serta memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan semangat mengentaskan kemiskinan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, pasangan suami istri ini telah berhasil memberikan bantuan pendidikan, rehab gedung-gedung sekolah, peningkatan kualitas guru, pemberian beasiswa bagi guru dan peserta didik diberbagai pelosok tanah air kita ini.

[caption id="attachment_317236" align="alignnone" width="300" caption="Peran Tanoto rehab Audit USU, Suasana Bukber & Bedah Buku bersama Kompasiana & Tanoto (dok. pribadi)"]

14067028891444998517
14067028891444998517
[/caption]

Dalam buku yang berjudul “MENJADI SEKOLAH TERBAIK, Praktik-Praktik Strategis dalam Pendidikan” yang saya dapatkan secara gratis dalam acara tersebut dipaparkan secara jelas bagaimana perjuangan Tanoto Foundation dan apa hasil perjuangan mereka dalam kurun waktu 13 tahun mengabdi untuk sekolah di pelosok-pelosok Indonesia. Saya sebagai guru SMA di salah satu sekolah negeri di kota Medan yang ikut dalam acara Buka Bersama dan Bedah Buku merasa terpanggil untuk meresensi salah satu buku dari Tanoto Foundation dan sebagai bahan pertimbangan serta penambah wawasan saya akan rahasia menjadikan sebuah sekolah menjadi sekolah yang terbaik, yang mampu menjadi rumah ke-dua bagi peserta didik, bagaimana menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, mampu memberikan tempat bagi peserta didik untuk mencari ilmu pengetahuan dan teknologi seta mampu menjadi tempat bersosialisasi bagi mereka. Dalam meresensi buku ini, saya menggunakan teknik membaca seluruhnya dan menggaris bawahi kalimat-kalimat yang akan saya gunakan sebagai kesimpulan dari bab I sampai bab 13. Berikut resensi bukunya:

Judul : MENJADI SEKOLAH TERBAIK Praktik-Praktik Strategis dalam Pendidikan

Penulis : Prof. Anita Lie, Ed D, Takim Andriano, Ph. D, Sarah Prasasti, M. Hum.

Penerbit : Tanoto Foundation & Raih Asa Sukses

Tahun : 2014

Tebal : 188 halaman

Sector pendidikan sangat berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia Indonesia seutuhnya, berkualitas dan mampu menjadi motor penggerak di era globalisasi, namun pengalaman berbicara bahwa kualitas pendidikan kita masih rendah, banyaknya factor seperti Luasnya wilayah Indonesia yang dipisahkan dan berbentuk pulau-pulau, penyebaran penduduk yang tidak merata, kultur atau budaya masyarakat yang heterogen, kemiskinan yang membelit, pola pikir masyarakat yang skeptic terhadap pendidikan, penyebaran guru yang tidak merata hingga kurang tersediannya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai adalah kendala yang kita hadapi. Para penulis di buku ini menceritakan semua tantangan dan solusi yang dapat kita gunakan untuk menghadapi realita masalah pendidikan, khususnya bagaimana mengembangkan potensi sekolah sebagai wadah pendidikan menjadi sekolah terbaik, yang mampu meningkatkan kualitas peserta didik yang bernaung didalamnya, maupun pendidik yang menjadi ujung tombak dalam proses pendidikan di sekolah-sekolah di tanah air.

Pada Bab I, saya simpulkan bahwa pendidikan menyangkut tiga dimensi, Kultural, Struktural, dan Ekonomis. Dimensi Kultural artinya, semua dapat berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan kita, masyarakat selain penyumbang peserta didik untuk di-didik disekolah-sekolah, juga harus mampu menjadi control bagi perkembangan pendidikan di sekolah, mampu menjadi pemberi bantuan maupun masukan-masukan yang positif bagi perkembangan pendidikan. Dimensi Struktural, artinya Pemerintah berperan sangat aktif dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan anggaran pendidikan 20%, untuk Kurikulum baru yang menurut Om Jay adalah “Kurtilas” yang memakan biaya Rp. 2,49 triliun ini seharusnya berkualitas dan mampu dinikmati oleh seluruh anak-anak Indonesia sampai ke pelosok-pelosok tanah air. Sebab pendidikan adalah hak dasar seluruh anak Indonesia yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”, ayat 2 “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Namun kenyataan? Jutaan anak-anak Indonesia yang belum mampu sekolah hingga tamat SD, masih banyak yang menjadi anak jalanan, hidup ditengah kemiskinan, bekerja serabutan hanya agar dapat bertahan hidup. Dimensi Ekonomis, pendidikan diharapkan mampu berperan melepaskan bangsa dan Negara kita dari belenggu penjajahan globalisasi Negara asing. Sumber Daya Manusia Indonesia (SDM) harus mampu bersaing di negeri sendiri apalagi AFTA 2015 akan diberlakukan, tidak terjajah di dunia kerja, dimana putera/i kita menjadi pekerja buruh,sementarayang mendudukipuncak pimpinanadalahorang-orang darinegaraasing, sehingga Negara Indonesia bermartabat dan dapat bersaing di kancah duniaInternasional.

Bab II diceritakan bagaimana tanggung jawab social guru, masyarakat maupun para pemerhati pendidikan terhadap perkembangan pendidikan tanah air. Kontribusi Tanoto Foundation sudah sangat nyata, ada pelatihan dan pendidikan untuk guru-guru sekolah dasar dan sekolah menengah secara bertahap dan telah menjaring sebanyak 214 guru dari Sabang hingga Merauke. Salah satu keunikan dari program Yayasan Bhakti yang didirikan oleh Pengusaha sukses ini adalah guru/kepala sekolah harus lebih professional, mampu melakukan perubahan nyata di lingkungan kelas dan sekolah mereka masing-masing (agent of change) sehingga selama pelatihan maupun lokakarya yang guru/kepala sekolah terima, mereka di monitor, diarahkan, juga diajak untuk berkomitmen menjadikan sekolah tempat mereka mengabdi menjadi lebih baik, unggul dan mampu menciptakan generasi yang berdaya saing.

Dalam Bab III ini saya menemukan apa yang saya cari selama ini, bagaimana memetakan kondisi dan posisi sekolah tempat kita mengabdi, apakah sekolah yang kita bina ini masuk kuadran “beruntung”, “kalah”, “belajar” atau “mempimpin”? jika yang menjadi acuan adalah prestasi maka sekolah kami yang terletak di pinggiran kota Medan, berada di jalur Kanal, SMA N 13 Medan berada di kuadran “Belajar”, karena sekolah kami memiliki “budaya belajar” yang kuat, meski tidak didukung oleh sarana prasarana yang kuat, kualitas peserta didik “kurang menguntungkan” karena faktanya tergolong ekonomi rendah ke bawah, namun kami guru dan kepala sekolah selalu semangat untuk memberikan pembelajaran, menyiapkan bahan ajar dan mengajar dengan hati. Lahan sekolah yang luas kami manfaatkan dengan baik, sehingga usaha dari tahun 2010 yang berbenah dan berhias diri mendapatkan prestasi tertinggi, yaitu Meraih Penghargaan Sekolah Adiwiyata Terbaik tingkat Provinsi Sumatera Utara hingga Adiwiyata Tingkat Nasional tahun 2014 yang diberikan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Menjadi sekolah Berbasis Lingkungan Hidup adalah strategi sekolah kami menjadi sekolah terbaik, hingga nantinya dapat diklasifikasikan ada pada kuadran Memimpin, sehingga menghasilkan warga sekolah yang tidak hanya memiliki prestasi akademik (meningkat lulus di Perguruan Tinggi Negeri setiap tahun lewat jalur Undangan), namun juga memiliki perilaku Berbudaya, Mencintai Lingkungan Hidup, Terampil, Cerdas.

[caption id="attachment_317113" align="aligncenter" width="300" caption="Hasil Pendidikan Kearifan Lokal (MULOK), Kompos, Proses Pembuatannya, Seni Kriya dan Pemanfaatan Lahan di Sekolah (dok. pribadi)"]

1406553796739580532
1406553796739580532
[/caption]

Bab IV mengupas tentang keunikan dan ke-arifan local yang tergerus seiring dengan masuknya era globalisasi yang ‘menerjang’ Indonesia, dimana dunia pendidikan dengan Kurikulumnya seharusnya mampu menjadi tembok dalam menahan globalisasi dari bangsa asing ternyata tidak mampu. Gonta-ganti kurikulum dengan segala hingar-bingar yang disediakan ternyata tidak memuat menu keunikan dan kearifan local dari setiap daerah di tanah air, pendidikan seyogianya bertumpu pada tujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan tiap anak untuk hidup selaras dengan sesama dan lingkungannya, kurikulum akan memberi arti nyata jika mampu memberi keterampilan hidup (life – skills, self – skills) yang dekat dengan budaya local yang baik dan bermanfaat bagi masyarakatnya. EksistensiBudayadiIndonesiaperludipertahankan, sehingga pendidikan dan kebudayaan di Negara kita tidak hilang, tetapiBudayadanKulturIndonesiaseharusnyadapatdijagadantidak dibajak olehnegaralain karenagenerasipenerusbangsayang kitadidik memiliki kemampuanuntuk menjagadanmelestarikannyadengancaraMenguploadseluruh Budayayang ada di Indonesia di Internet (Dunia Maya),sehingga dapatdikenal oleh seluruh dunia.

Bab V saya bandingkan dengan Visi sekolah yang kami cetuskan bersama-sama yaitu: “Terwujudnya Warga Sekolah Yang Berkarakter,Beriman, Bertaqwa, Cerdas Dan Terampil Serta Unggul Dalam Perestasi” ternyata memang ada perbaikan karena terlalu umum seperti yang diungkapkan oleh Sudrajat (2008), sebab Visi sekolah seharusnya berupa suatu deskripsi bagaimana wujud sekolah itu saat sekolah berhasil melaksanakan rencana strategisnya dengan mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki, memanfaatkan peluang-peluang yang ada, serta mengatasi berbagai tantangan dan kelemahan yang memang harus diperbaiki, namun sejauh ini Visi sekolah yang kami rumuskan atas inisiatif kepala sekolah yang baru dari awal tahun 2012 ini telah efektif karena jelas, mudah diingat oleh warga sekolah, dapat sebagai sumber motivasi dan energy, berambisi untuk mencapai Adiwiyata dan prestasi Akademik, berbasis kebutuhan masyarakat, dan dapat diterjemahkan dalam sebuah rencana strategis yang menguraikan bagaimana cara mencapai ambisi yang besar (goal) itu. Jargon PRAKTIS (Prestasi, Ramah, Aktif, Kekeluargaan, Taqwa, Inovatif, Santun) dan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-bound) adalah rencana strategis yang harus digunakan untuk menyusun rencana kerja, anggaran tahunan maupun sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah kedepannya.

Bab VI berisi tentang bagaimana pemimpin yang transformative, artinya: baik guru maupun kepala sekolah harus mampu menjadi leader yang mampu menggerakkan warga sekolah, peserta didik untuk mencapai tujuan maupun sasaran sekolah yang telah dirumuskan bersama-sama, mampu menciptakan keadaan atau suasana pembelajaran maupun sekolah yang kondusif, mampu menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar serta punya rasa memiliki akan sekolah sebagai tempat bersosialisasi. Inti dari bab ini adalah bagaimana kita belajar menjadi pemimpin yang transformative, bukan yang transaksional seperti sekarang ini. Indonesia butuh guru yang bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, berkreativitas, bereksplorasi, berinovasi, tidak takut untuk salah, belajar seperti system pencarian pemimpin yang diterapkan oleh Negara yang system pendidikannya telah baik seperti: Hongkong, Singapura, Jerman, Amerika Serikat hingga Finlandia yang sukses menerapkan system kepemimpinan yang Transformatif.

Bab VII tidak jauh pembahasannya seperti bab VI dimana pemimpin yang transformative harus mampu melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah yang Efektif, artinya kepala sekolah bersama-sama dengan guru mampu merumuskan strategi pembelajaran jangka panjang, menengah dan pendek, mampu mengelola keuangan sekolah baik itu yang berasal dari dana BOS (Bantuan Operasi Sekolah) maupun dana Komite Sekolah yang diwajibkan dari peserta didik, harus mampu transparan, akuntabilitas, adil dan merata. Mengelola data dan dana sekolah untuk perbaikan kualitas guru dengan memberikan pelatihan adalah sangat baik juga. Sekolah yang manajemennya baik adalah sekolah yang mampu membuat Laporan pertanggungjawaban terkait penerimaan dan pengelolaan dana yang sesuai dengan kenyataan. Tidak Korupsi adalah harapan guru terhadap para pengelola keuangan sekolah.

Bab VIII adalah bab yang paling saya sukai karena para penulis mengungkapkan bagaimana rahasia Guru yang Berkualifikasi, Profesional, Kompeten, dan Berdedikasi terhadap dirinya sendiri, peserta didik hingga bidang pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang diampunya. Media dan strategi pembelajaran harus terus-menerus dicari oleh guru untuk diterapkan sehingga proses belajar mengajar di kelas lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam mewujudkan generasi yang berkualitas dan mumpuni kedepannya. Perjuangan pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru sudah cukup bagus, namun seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, diharapkan lebih baik dan merata lagi, karena fakta dilapangan, sebanyak 88% guru TK belum layak mengajar karena rendahnya kualitas yang ditandai dengan tidak liniernya ijazah yang mereka terima, ditingkat SD sebanyak 77,8% guru tidak layak mengajar karena latar belakang pendidikannya tidak memadai (Kompas, 23 Desember 2009), yang paling menyedihkan hasil penelitian pendidikan global yang dilakukan secara independen olehEconomist Intelligence Unit, Person pada November 2012, Negaraperingkatpertamadankeduayang pendidikannyaberkembang pesatadalahFinlandiadanKoreaSelatan sementara peringkatlimaterendahdidudukiKolombia,Thailand,Meksiko,Brasil,dan Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa system pendidikan di Indonesia masih rendah mutunya. Guru-guru masih perlu digodok kualitasnya, profesionalismenya masih perlu dipertanyakan. Bukti sertifikasi guru yang dikucurkan oleh pemerintah masih perlu di tingkatkan lagi mutunya sehingga tingkat kompetensi guru meningkat, kesejahteraan dan harkat martabat guru meningkat, sehingga guru memiliki dedikasi yang tinggi untuk mengajar lebih baik.

Bab IX juga menarik untuk dibaca, didalamnya tersedia menu Komunitas Belajar para Guru yang ingin mewujudkan sekolah yang belajar, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, berpikir sistematik, dan komunitas belajar. Guru dengan segala kelemahannya sebagai manusia pasti memiliki kenginan untuk maju, terus meng-update ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan dia gunakan untuk mengajar, belajar dan belajar, mempersiapkan bahan atau media pembelajaran sehingga proses kegiatan belajar mengajar lebih hidup dan tujuan pembelajaran sampai ke peserta didik. Di dalam bab ini dan bab sebelumnya, diceritakan bagaimana contoh pendidik yang telah sukses sebagai Guru: ‘seseorang yang membebaskan dari kegelapan karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran’.

Bab X tidak kalah menantang untuk dibedah isinya dari bab-bab lainnya, bagaimana tidak, dalam bab ini saya harus bisa mendeskripsikan apa Standar Pendidikan yang Jelas dan Bermutu yang diinginkan oleh pasar/keadaan sekarang ini? Masyarakat modern sekarang ini menginginkan standar-standar kualitas pendidikan dan tingkat kompetensi yang tinggi yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Program-program sekolah, prestasi dan Visi-Misi yang kuat dan jelas menjadikan modal jualan sekolah dalam menarik simpati peserta didik atau masyarakat yang akan menggunakan jasa pendidikan. Saya teringat akan Penerimaan Siswa Baru yang baru selesai. Sekolah kami yang letaknya di pinggiran dan berada di kanal sungai Deli saja menjadi rebutan, bayangkan peserta didik yang mendaftar mencapai angka 900 orang, padahal yang diterima hanya 200 orang saja, ini terjadi karena animo masyarakat sangat tinggi untuk belajar di sekolah yang telah memberikan sisi positif. Prestasi yang dibangun secara bertahap, dijaga kualitasnya dan nama baiknya, mampu menerapkan disiplin dengan baik, pendidik mampu menjalankan fungsinya dengan baik, delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi: Standar Isi, Proses, Kompetensi Kelulusan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Pembiayaan, Penilaian Pendidikan telah mampu diterapkan dengan baik.

Bab XI dan Bab XII mengupas tentang Memahami Kebutuhan peserta didik serta Komunikasi antara Sekolah dan Orang tua/Wali peserta didik yang menurut saya prakteknya masih sulit dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Mengutamakan keberhasilan KD dan Tujuan Pembelajaran kadang mengakibatkan kita lalai dalam memperhatikan kebutuhan peserta didik saat terjadi proses kegiatan belajar mengajar di kelas, menggunakan 5P model lama masih sering dilaksanakan saat pembelajaran, saya sendiri menyadari itu bahwa model 5P tersebut masih saya gunakan, yaitu: Pemberitahuan, pelatihan, pengulangan, penghukuman, dan pelanggaran. Proses mengajar dengan satu arah masih dominan saya lakukan, dimana saya sebagai pendidik masih memposisikan diri sebagai sumber belajar tunggal bagi peserta didik saya. Saya belum sepenuhnya menggunakan model pembelajaran seperti Numbered Heads Together (Kepala Bernomor), Cooperative Script, Examples non example, Cooperative learning, dll. Pembelajaran abad modern seperti ini seharusnya sudah bersifat 5P berikut: Pembelajaran, Peneladanan, Pembiasaan, Pembudayaan, dan Perubahan yang harus dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik sehingga peserta didik dapat merasakan kenyamanan dan menganggap sekolah sebagai Rumah Kedua. Memang untuk urusan ekskul, sekolah kami tidak pernah sepi, sampai petang hari menjelang malam, peserta didik masih asyik bermain dan enggan untuk pulang. Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu merancang masa depan peserta didiknya disekolah tempat mereka menimba ilmu, namun terkadang pihak sekolah kesulitan dalam meng-komunikasikan masa depan peserta didik dengan orang tua/wali mereka. Dikala ada masalah terkait perilaku yang melanggar tata tertib sekolah, prestasi belajar yang kurang atau tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum yang diterapkan sekolah, guru BK/BP dan wali kelas kesulitan untuk mendatangkan orang tua ke sekolah atau sekedar berkomunikasi lewat HP bagaimana solusi karena orang tua menganggap sekolah hanya untuk lulus anak saja. Untuk mengubah mindset (pola pikir) seperti ini masih sulit dilaksanakan dalam dunia pendidikan kita.

Bab XIII membahas tentang peserta didik dan sekolah berprestasi yang ingin kita bangun bersama-sama sebagai pendidik maupun sebagai warga Negara juga sebagai bagian pemerintahan. Kualitas pendidikan kita dipertaruhkan oleh sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Apa yang dilakukan oleh Tanoto Foundation dalam buku ini telah membuka dan menambah wawasan saya akan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan kita. Investasi kecil di dunia pendidikan akan berdampak besar di kemudian hari. Investasi yang dilakukan oleh Tanoto Foundation telah mampu meningkatkan mutu pendidikan diberbagai pelosok tanah air. Harapan saya, menjadi bagian dari Investasi besar Tanoto Foundation sangat berharga bagi peningkatan mutu pendidikan di sekolah kami. Tanoto Foundation hendaknya juga memberikan bantuan bagi kemajuan pendidikan tingkat Atas (setara SMA/SMK). Membaca buku ini, memberikan kekuatan dan optimis serta memberikan pembelajaran baru bagi saya akan praktik-praktik mengajar yang baik. Pengalaman adalah guru yang paling baik, dengan buku ini saya tidak sabar lagi untuk mempraktikkan cara mengajar yang baik di sekolah tempat saya mengabdi, walau untuk sekarang saya pribadi kecewa, sama kecewannya dengan teman-teman guru berlatar belakang TIK yang dihapuskan mata pelajarannya dalam Kurikulum 2013. Sebagai guru, saya siap diarahkan untuk mengajar apapun dan saya yakin Pemerintah dalam hal ini pemangku, pembuat kebijakan Kurikulum bukanlah diisi oleh orang-orang yang ingin merendahkan martabat pendidikan nasional kita yang kenyataannya memang tidak naik-naik, tetapi untuk meningkatkan kualitas Pendidikan Nasional kita yang ditandai dengan meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia (SDM) yang mampu menciptakanTeknologidanInformasiyang baru, berdaya saing, berdaya guna sehingga tingkat ekonomi, kesejahteraan, kemakmuran, kesehatan dan peluang tenaga kerja akan meningkat, penggangguran akan berkurang. Semoga.

Medan, 28 Juli 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun