Dua bom tersebut berhasil menghentikan agresivitas Jepang. Sehingga pada Selasa 14 Agustus 1945 untuk pertama kalinya Kaisar Jepang berbicara di radio dan didengar ke seluruh dunia; mengumumkan kekalahan Jepang terhadap Sekutu.
Dengan kalahnya Jepang, maka negara jajahan yang bernama Hindia Belanda mengalami kevakuman kekuasaan. Artinya; Jepang bukan lagi penguasa dan penguasa baru, Sekutu, belum datang.Â
Kesempatan inilah yang dimanfaatkan Soekarni, Wikana dan golongan muda muda lainnya agar Soekarno segera memproklamirkan kemerdekaan.
Tidak mau kedahuluan Sekutu, pada Jumat 17 Agustus, pukul 10.00 WIB di Pegangsaan Timur, Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dihadapan 1000an orang yang hadir.
Momentum revolusi didapatkan Indonesia. Sebagaimana inti atom yang memecah secara mandiri. Berantai tak terkendali. Itulah gambaran Revolusi Indonesia.Â
Gairah rakyat meningkat pesat. Kesadaran akan pentingnya bebas dari belenggu penjajahan menjalar ke mana-mana. Kesadaran inilah yang menjadi bahan bakar utama Indonesia melawan invasi asing pasca Proklamasi Kemerdekaan.
KesimpulanÂ
Apakah keberhasilan Oppenheimmer dalam mewujudkan senjata pemusnah massal menjadi berkah terselubung bagi bangsa Indonesia? Tak dapat disangkal, hancurnya dua kota di Jepang akibat pemboman Nuklir menjadi salah satu celah--dari sekian banyak celah--kesempatan Indonesia merdeka.
Namun, kita semua menyadari bahwasanya kemerdekaan yang kita raih pada hakekatnya adalah perjuangan berdarah-darah dari pahlawan yang rela menukar nyawanya untuk kebebasan.
Nuklir hanya satu variabel--menjadi mata rantai--perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia. Bukan aktor utama yang memberikan kemerdekaan Indonesia. Darah dan keringat rakyatlah yang sebenarnya menjadi bom dan amunisai dari kemerdekaan bangsa Indonesia.