Selain itu ada alasan politis. Banyak rezim yang diuntungkan dengan kelimpahan energi fosil. Keputusan Amerika pada 2019 lalu, saat Presiden Donald Trump menarik diri dari Paris Agreement bisa jadi contoh.Â
Alasannya, Amerika merasa ekonominya kalah saing dengan China. Untuk menghindari benturan kepentingan, proses transisi energi, dari fosil ke terbarukan harus bertahap dilakukan. Dengan dukungan niat baik politik, kesiapan dana dan juga teknologi.
Pada gelaran puncak KTT G20 di Bali. Ada tiga isu prioritas yang dijadikan agenda, salah satunya adalah Transisi Energi Berkelanjutan. Ini adalah momen tepat untuk mengikat kesepahaman  semua pihak--terutama di tingkat kepala negara--untuk berkolaborasi dan mematangkan penanganan persoalan iklim yang tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.Â
Sebagai catatan, negara G20 mengonsumsi 75% dari perdagangan energi global. Secara moral mereka bertanggung jawab atas krisis iklim yang terjadi.
Langkah Indonesia
Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon 29% pada 2030 dengan usaha sendiri atau 41% dengan bantuan internasional. Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih (Net Zero Emission) pada 2060.  Untuk itu Indonesia menjadikan transisi energi bersih sebagai salah satu kebijakan prioritas penyedia pasokan energi nasional ke depannya.
Pertanyaan dasarnya adalah: Energi apa yang bisa digunakan sebagai pengganti energi fosil? Bagaimana pembiayaannya dan kesiapan teknologinya, apa dampak ekonomi buat pelaku usaha?
Sebagai langkah serius Indonesia, ada beberapa upaya yang dilakukan:
Pertama, mendata sumber energi terbarukan yang potensial dikembangkan. Menurut Kementerian ESDM potensi energi terbarukan Indonesia 417,8 gigawatt. Dengan rincian: energi surya 207,8 GW, energi angin 60,6 GW, panas bumi 23,9 GW, arus laut 17,9 GW, bio energi 32,6 GW, air 75 GW. Potensi yang ada ini bisa ditawarkan ke pelaku usaha yang bergerak di bidang energi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kedua, mencari mitra pendanaan. Indonesia telah bekerjasama dengan lembaga keuangan ADB (Asian Development Bank) terkait studi kelayakan dan rancangan penerapan Mekanisme Transisi Energi. Pembangkit listrik bertenaga batu bara akan dikurangi aktivitasnya dengan mengubah teknologi yang ada serta dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) yang ada di Indonesia.Â
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, langkah Indonesia ini adalah upaya untuk meningkatkan infrastruktur energi dan mengakselerasi transisi energi bersih menuju emisi nol bersih dengan prinsip adil  dan terjangkau.