Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Borobudur: Pertarungan Objek Komersial dan Objek Spiritual

7 Juni 2022   23:59 Diperbarui: 20 November 2022   23:12 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelepasan lampion sebagai simbol perdamaian serta menjadi rangkaian perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur. Foto: Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko via Kompas.com

Pada April 2003 berlanjut Februari 2006, Komite Warisan Dunia UNESCO melakukan misi pemantauan terhadap Borobudur. Hasilnya: Candi Borobudur dinilai telah mengalami pembiaran yang mengancam keberadaan situs. Statusnya "endanger site", bahaya dalam kelestariannya. Pemerintah ditekan: Status World Heritage Sites bisa dicabut kalau tidak ada perbaikan.

-------

Jika sampai status World Heritage Sites Borobudur dicabut, maka itu adalah sebuah tamparan terhadap pemerintah Indonesia. Dalam bahasa yang lebih vulgar, pemerintah Indonesia dinilai "tidak kompeten merawat situs penting peradaban".

Dampaknya tidak hanya membuat malu. Namun, kunjungan wisata pun pastinya akan terpengaruh. Dengan menyandang sebagai World Heritage Sites, pada 1991 Borobudur seolah mendapat panggung--promosi gratis ke dunia internasional.

Ada tiga hal yang menjadi catatan UNESCO saat monitoring; (1) adanya tekanan pembangunan komersial terhadap kompleks candi, (2) pedagang asongan yang tidak terkendali, (3) tidak adanya koordinasi di antara pengelola Candi Borobudur.

Eksploitasi Berlebih

Pengembangan pariwisata tujuannya sebagai mesin mesin penggerak ekonomi. Sebagai titik kumpul manusia pastinya tempat wisata akan menjadi pusat peredaran uang dan juga menggeliatkan aktivitas ekonomi.

Negara Berkembang--seperti Indonesia--mau tidak mau, berupaya memaksimalkan apa pun yang menguntungkan--termasuk sesuatu yang  sakral. Sangat sakral: Borobudur! Sebuah objek warisan dunia dengan label: Nilai universal luar biasa (outstanding universal value).

Setelah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO tahun 1991, Borobudur sangat populer. Namun, kelimpahan pengunjung menjadi ancaman tersendiri bagi kelestarian candi. Paling nyata keausan batu candi akibat terlalu sering diinjak.

Setiap tahunnya diperkirakan ada 3,7 juta wisatawan. Angka tersebut diprediksi akan terus naik. Sepuluh persennya dari mancanegara. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata pengunjung menghabiskan satu jam untuk naik ke candi:  Menginjak-injak candi.

Menurut laporan dari Analisis Konsultan ITMP, idealnya Borobudur hanya layak dikunjungi 1.792 orang perhari atau 654.080 orang pertahun. Kenyataannya kunjungan perhari mencapai kurang lebih10.000 orang. Maka dengan animo wisatawan yang begitu besar, harus ada regulasi yang mampu mendukung kelestarian candi. Jika hal itu tidak diatur, maka World Heritage Sites (WHS) nomor 592 statusnya bisa dicabut.

UNESCO beralasan, bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi sesuai Konvensi Warisan Dunia 1972; bahwa dengan menandatangani konvensi pemerintah suatu negara berjanji untuk melindungi dan melestarikan situs-situs tersebut dan mengirimkannya kepada generasi mendatang. Pemerintah Indonesia harus menaati itu.

Pembatasan Akses ke Badan Candi

Untuk mencegah keinginan wisatawan naik ke tubuh Candi Borobudur--sebagai upaya mengurangi tekanan terhadap situs--pemerintah akan menaikkan harga tiket masuk ke Borobudur yakni Rp750.000 untuk wisatawan domestik, dan Rp1.500.000 untuk wisatawan asing. Polemik berkembang. Pro kotra terjadi. Ada yang mendukung ada yang menolak. Lebih banyak yang menolak.

Ritual Pradaksina pada hari Tri Suci Waisak di Candi Borobudur. Sumber: National Geographic Indonesia
Ritual Pradaksina pada hari Tri Suci Waisak di Candi Borobudur. Sumber: National Geographic Indonesia

Polemik ini muncul karena sikap pemerintah yang tidak tegas. Pemerintah seolah membuat gaduh dengan kebijakannya sendiri. Gambarannya begini. Kalau tong hanya diisi separo maka goncangan akan semakin besar dan keras. Penuhi tong atau jangan isi sama sekali.

Maka, seharusnya pemerintah membuat keputusan; 1) Kalau dirasa kondisinya darurat maka tidak memperbolehkan siapa pun naik ke badan candi; kecuali untuk aktivitas ibadah, pendidikan dan aktivitas ilmiah; 2) Pengunjung diperbolehkan naik dengan mengondisikan perlindungan fisik candi. Memberi bantalan pada batu candi, untuk mengurangi tingkat keausan.

Jika kebijakan menaikkan tiket tetap diberlakukan--harusnya kebijakan ini bisa ditinjau ulang--Kebijakan tersebut memberi kesan: Hanya yang kaya yang punya akses.

Dana Rp750.000 itu besar bagi masyarakat yang penghasilan sebulannya kisaran 4-jutaan--bahkan kurang. Satu tidak boleh, semua tidak boleh. Asal ada alasan jelas, dan pemerintah bisa tegas, masyarakat pastinya bisa memaklumi. Jika pada akhirnya aktivitas menginjak injak candi sambil berselfie ria di badan candi aksesnya ditutup.

Borobudur Tempat Suci

 Borobudur menurut hasil kajian arkeolog adalah tempat suci Umat Buddha. Borobudur adalah tempat sakral. Bernuansa kudus bagi umat Buddha. Sebuah situs suci. Sebagaimana yang disebutkan dalam Prasasti Sri Kahulunan 842 M yang menyebut Borobudur sebagai "Kamulan I Bhumi Sambhara" yang artinya tempat suci nenek moyang (J.G. de Casparis 1950)

Semua agama pasti punya tempat sakralnya masing-masing. Dan setiap tempat suci tersebut akan menghindari aktivitas yang tidak layak di dalamnya. Jika ada yang melakukan aktivitas tidak sepantasnya maka penganut agama pasti merasa tersakiti. Borobudur adalah tempat sakral, beri ruang aktivitas sakral di dalamnya. Jangan hanya mengejar keuntungan lalu mengabaikan nilai luhur. Tidak selayaknya itu terjadi pada Borobudur. 

Aktivitas mengunjungi  Borobudur didominasi aktivitas rekreasi--bukan meditasi--tanpa adanya pelibatan emosional terhadap tempat sakral--sebagaian besar begitu walau tidak semuanya.

Perlu adanya dukungan banyak pihak agar Borobudur dikembalikan lagi sebagai tempat sakral umat Buddha. Tempat beribadah dan aktivitas keagamaan. Adapun wisatawan hanya boleh mengakses sampai dasar Candi, selebihnya akses diberikan ke Umat Buddha untuk beribadah.

Regulasi ini lebih bermartabat ketimbang menaikkan harga tiket masuk yang memberatkan. Bandingkan dengan tiket masuk situs sejenis; Angkor Wat USD 37, Taj Mahal USD 15, Akropolis Athena USD 22 dan Borobudur USD 100 bagi wisatawan asing.  Mengurangi pengunjung, tanpa mau rugi. Kesannya begitu. Sepertinya memang begitu.

Kesimpulan

Di Indonesia umat Buddha menurut Kemendagri tahun 2021 ada sekitar 2,03 juta jiwa. Suara mereka seakan redup dibanding dengan suara komersialisasi Candi Borobudur. Borobudur adalah milik bangsa Indonesia. Tapi jujur saja, estafet nilai yang terkandung di dalamnya ada di tangan umat Buddha Indonesia.

Alangkah besarnya jiwa kita semua--pemerintah dan masyarakat Indonesia--jika mampu mengikhlaskan agar Borobudur dikembalikan ke pangkuan Umat Buddha lagi sebagai tempat ritual istimewa. Tempat kudus yang sarat nilai keheningan.

Apakah nanti akan mengurangi pemasukan sehingga menghambat pemeliharaan dan peningkatan kualitas bangunan candi? Lihatlah tempat yang masuk kategori kudus di dunia. Apakah sepi peziarah? jawabannya tidak! Semakin eksklusif sebuah tempat atau destinasi wisata, akan menimbulkan kerinduan dan rasa penasaran yang tinggi.

Borobudur tidak akan sepi dari peziarah, tidak akan kekurangan pemasukan untuk merawatnya.

Kalau ingin mendengar suara hening, jernih, dari Borobudur, tanyakan ke Umat Buddha. Mereka saat ini begitu "hening" dengan perlakuan terhadap tempat sakralnya. Sudah saatnya pemerintah mendengar suara hening yang tak pernah terucap.

Kembalikan Borobudur sebagai tujuan awal pembangunannya: Ziarah spiritual untuk pencerahan.

Itulah spirit Borobudur saat diciptakan 1200 tahun silam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun