Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Berjiwa Pahlawan di Tengah Pagebluk Iklim

15 November 2021   21:53 Diperbarui: 16 November 2021   05:00 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intensitas bencana di tanah air semakin meninggi. Skala keseringan maupun derajat dampaknya. Mulai banjir, tanah longsor, puting beliung sampai banjir rob. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang 1 Januari--31 Oktober 2021, ada 2.208 bencana. 

Dari jumlah tersebut sebanyak 1924 (87%) bencana hidrometeorologi basah. Kerugiannya menurut Kepala BNPB, Doni Monardo, mencapai Rp22 trilliun per tahunnya. Sedangkan di seluruh dunia, sepanjang paruh pertama 2021, menurut perusahaan reasuransi Swiss Re, mencapai Rp1000 trilyun.

Menurut ilmuwan ini adalah dampak dari Green House Effect (efek rumah kaca). Emisi karbon seperti karbon dioksida (CO2), dan karbon monoksida (CO), menutupi lapisan atmosfer, sehingga menghalangi pantulan cahaya matahari yang harusnya lepas ke luar angkasa. 

Akibatnya suhu bumi meningkat. Muncullah fenomena La nina, yang mampu memunculkan hujan dengan intensitas tinggi disertai badai ekstrem. Sedangkan di sisi lain, El Nino memunculkan panas ekstrim di berbagai belahan dunia. Pada musim panas 2003, gelombang bahang menewaskan lebih dari 15.000 kematian di Prancis, 20.000 korban di Italia. Kejadian panas ekstrim di Eropa berulang pada 2019.

Tercatat Indonesia menyumbang emisi karbon sekitar 36.153 juta ton (MtCO2) sejak 1960-2017. Jumlah itu setara dengan 1,34% emisi global. Tidak bisa dinafikan, kerusakan alam yang terjadi adalah efek langsung dari pembangunan. 

Atas nama pembangunan pula, Hutan Hujan Tropis yang berfungsi sebagai mesin pembersih udara ditebang, diganti komoditas sawit. Aktivitas ini menyebabkan bencana ganda. Pertama, kehilangan plasma nutfah baik flora dan fauna.

Hutan Hujan Tropis adalah habitat bagi primata, burung, reptil dan serangga. Deforestrasi bisa memusnahkan kekayaan hewani dan hayati yang hidupnya ditopang oleh hutan. 

Ekosistem akan goyah jika salah satu elemennya punah. Kedua, hilangnya fungsi hidrologi dan meteorologi pada hutan. Hutan berfungsi mengatur tata kelola air sekaligus  aliran udara. Hutan bisa menjadi pemecah badai sehingga intensitasnya akan melemah.

Pahlawan Iklim

Setiap Sepuluh November, rakyat Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Ini sebagai pengingat bahwa, kemerdekaan dipertahankan dengan keringat, air mata, darah serta nyawa. 

Walaupun harus  bertarung dengan pemenang Perang Dunia II, Sekutu--Inggris. Perang hebat tersebut mengakibatkan  20.000 rakyat Indonesia meninggal, 150 ribu mengungsi. Dari pihak sekutu tercatat 1.600  meninggal. Kerugian harta benda akibat Perang Surabaya diperkirakan mencapai ratusan trilliun rupiah.

Tanpa keberanian dan tekad baja mustahil rakyat berani melawan. Hitungan di atas kertas, Sekutu akan menang mudah. Namun, itu tidak terjadi. Bahkan sekutu kehilangan dua jendralnya: A.W.S Mallaby dan R.G Loder Symonds. Bagi sekutu, Perang Surabaya adalah perang paling beringas setelah PD II. Mereka menyebutnya inferno (neraka di timur Jawa)

Semangat pahlawan, bisa diteruskan untuk melawan perubahan iklim. Perubahan iklim ibarat penjajah tanpa senjata, tanpa seragam militer. Namun, berdampak mematikan dan menyengsarakan. Invasi iklim tidak mengenal  sasaran, siapa saja dan di mana saja akan terdampak.Masyarakat tropis sampai masyarakat kutub. Jangkauannya luas dan kolosal.

Sebagai individu--sadar atau tidak--kita termasuk agen pencemar. Apa yang kita lakukan ternyata menimbulkan jejak karbon di angkasa. Mulai menyalakan laptop, mengisi batteray HP, berkendara, menyalakan lampu, menyeterika, menyalakan AC, kipas angin dan juga saat makan nasi pun kita meninggalkan zat pencemar.

Upaya Mengurangi

Dampak bencana iklim akan berkepanjangan. Rentangnya bisa puluhan, bahkan ratusan tahun. Maka, langkah pencegahan harus segera dilakukan. Ada dua cara yang bisa kita lakukan di tingkat individu; 

Pertama: Mengubah sudut pandang terhadap ekosistem Bumi. Manusia bukan pemilik alam ini, manusia hanya penumpang di Planet Bumi. Kepemilikan yang bersifat legal formal (sertifikat tanah), harus disertai tanggung jawab moral. Kalau punya lahan, pikirkan juga, di lahan tersebut ada organisme yang membutuhkan tempat tinggal dan tumbuh. Di ekosistem, manusia tidak akan bertahan tanpa sokongan spesies lain. 

Kedua: Berperilaku ramah lingkungan. Berhemat dan berhati-hati memanfaatkan sumberdaya energi yang ada. Misal, buka jendela saat siang hari agar cahaya matahari dan angin bisa masuk ke dalam rumah. Sehingga tidak perlu lagi menyalakan lampu. Pergi ke tempat kerja dengan sarana minim pollutan. 

Kalau ada mobil dan sepeda motor, gunakan sepeda motor. Kalau ingin nol emisi kita bisa naik sepeda. Tanamlah pohon keras di sekitar rumah. Belilah kebutuhan pokok di warung tetangga. Dengan cara tersebut, bisa menghemat bahan bakar. Karena tidak perlu menggunakan alat trasnportasi. Selain itu usaha tetangga bisa terus berjalan. Jika hal ini dilakukan, maka distribusi pendapatan bisa bergerak di kampung-kampung sehingga meminimalisir adanya urbanisasi.

Kesimpulan

Bencana iklim sudah nyata dan sedang berlangsung. Bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini adalah bukti nyata adanya pagebluk iklim. Perang melawan pagebluk iklim adalah perang semesta. Tidak bisa dilakukan oleh sebagian masyarakat. Siapa pun wajib berperan. Alasannya sederhana, untuk meringankan beban kehidupan kita sendiri dan anak cucu kita kelak.

Jika bangsa Indonesia tidak berperang dengan Inggris pada 1945. Maka, belum tentu jalan sejarah seperti saat ini: Indonesia merdeka. Estafet perjuangan seperti itu sekarang berada di tangan dan pundak kita, maka tugas kita melanjutkan perang, bukan dengan sekutu tapi perang melawan perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun