Amerika mantab menjadi negara Demokrasi, membutuhkan ratusan tahun. Tiongkok tidak mau membuang waktunya untuk itu. Maka dibutuhkan tenaga ekstra untuk menjaga kestabilan ekonomi.Â
Tujuannya menyuapi mulut 1,4 milyar. Keuntungan pemerintahan Komunis adalah cepat mengambil kebijakan. Perdebatan berkepanjangan yang melelahkan tidak akan terjadi.Â
Di lain sisi dengan mengadopsi Kapitalisme, maka pasar akan tetap segar, tumbuh, sebagaimana iklim ekonomi global. Fenomena Tiongkok seperti hutan tropis di tengah gurun pasir. Unik dan susah ditiru.Â
Konflik Laut Tiongkok SelatanÂ
Ngototnya Beijing menguasai Laut Tiongkok Selatan (LTS) bukan tanpa alasan. LTS, ibarat deposito Tiongkok masa depan. Menguasai LTS adalah cara aman menjaga stabilitas politik masa depan Tiongkok. LTS adalah wilayah kaya akan sumber kekayaan alam dan jalur ekonomi sibuk di dunia.
Saat ini ekonomi Tiongkok sedang bersinar. Ekonomi mereka kuat, militer kuat. Sedang banyak negara disibukkan dengan urusan pandemi yang menguras dana. Bagi Tiongkok ini moment paling tepat.Â
Menggunting dalam lipatan. Mengambil alih kendali laut Tiongkok Selatan saat banyak kekuatan negara lain melemah.
Ambisi Tiongkok memang ngawur dan mencederai tatanan politik kawasan. Politik di LTS banyak menimbulkan luka. Banyak negara antipati dan memendam amarah terhadap Tiongkok.Â
Beijing yang pernah digadang-gadang sebagai penyeimbang Amerika dari Asia, nyatanya juga membuat Asia dalam ketakutan. Tiongkok bukan pelindung, tapi sama juga sebagai pemangsa. Predator baru dari Asia.
Saat ini kondisi LTS bukan sekadar menghangat, namun mendidih. Genderang perang sudah ditabuh oleh Tiongkok. Seminggu ini kita disuguhi dengan info masuknya 6 kapal Tiongkok di laut Natuna Utara, yang disikapi Indonesia dengan mengirimkan  4 KRI dan 2 kapal Bakamla.Â
Serta sibuknya pesawat pengintai TNI AU. Selain itu ada konvoi USS Carl Vinson sebagai respon keras Amerika, untuk tetap mempertahankan kebebasan navigasi di LTS.