Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memuliakan Air agar Kehidupan Terus Mengalir

5 Maret 2021   15:22 Diperbarui: 28 September 2022   18:15 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 pancuran air Sungai Bomo. dok.pribadi

Pagi hari, setelah bangun tidur, kita memulai aktivitas. Sebagian besar mengawali ke kamar mandi. Melakukan  gosok gigi, mandi atau melakukan aktivitas biologis lainnya. Mandi dan gosok gigi adalah persoalan ringan, ringan kalau ada airnya. 

Nah, pada saat tertentu, ketika memutar kran ternyata tidak ada air yang mengalir. Mau cuci muka jelas tidak bisa, mau sikat gigi juga tidak bisa. Saat itu juga, hati yang semula gembira ria bisa langsung kalut seketika.

Satu individu sudah kalut. Bisa dibayangkan kalau seisi rumah bangun, dan ingin melakukan hal yang sama. Kalut berjamaah akan melanda. Muncul kehebohan pagi hari. 

Hormon kortisol akan naik, akibatnya akan muncul gesekan di dalam keluarga. Kalau satu kota mengalami krisis air, bisa ditebak gejolak sosial akan melanda. 

Satu hari bertahan tanpa air mungkin bisa, hari kedua emosi mulai nanjak dan hari ketiga tanpa air, bisa meledak emosi yang tertahan. Saya pribadi mengalaminya dan mungkin Anda juga pernah mengalaminya. Saat itulah kita baru menyadari air serasa emas.

Derita Musim

Musim kemarau tiba. Pelan namun pasti debit air mulai surut, air sungai mulai mengecil air sumur pun mulai kering. Orang kebingungan ke sana ke mari untuk mencari air. 

Berita kekeringan menghias surat kabar. Ternak mati, atau orang yang tidak mandi menghias informasi televisi. Pemerintah sibuk memberi suplai air bersih terutama untuk masak dan untuk minum. Untuk mandi, bisa di tunda. Hidup menjadi tidak nyaman dan menderita.

Musim Kemarau Berlalu

Musim hujan tiba. Debit air mulai naik, air sumur juga ikutan naik. Orang tidak lagi kekurangan air. Namun, ternyata debit air terus naik. Sungai meluap sampai pemukiman dan bendungan tidak mampu lagi menahan derasnya air. 

Aktivitas warga terganggu, banyak rumah yang roboh hanyut tersapu air. Pemadaman listrik terjadi dan distribusi kebutuhan bahan pokok terhambat. Manusia menderita lagi. Kekurangan air menderita kelebihan air juga menderita.

Ini proses yang berulang, terjadi setiap tahun di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya. Meskipun lokasi dan masyarakatnya berbeda alur cerita selalu sama. Kekeringan dan kebanjiran.

Drama dukalara tahunan apakah harus terus kita putar ulang di layar televisi dan memori kita? harusnya kita jenuh dengan cerita tanpa akhir dan tidak asik ini. Namun, fenomena ini  yang terjadi dan selalu terjadi

Kita Harus Menyudahinya

Bagaimana menyudahinya? Kita ubah tingkah laku dan pandangan kita terhadap air. Kita harus memposisikan air sebagai benda yang layak dihormati. Kita anggap air seolah-olah  makhluk hidup, meskipun air sebenarnya adalah benda anorganik. Di bawah ini ada beberapa langkah untuk menempatkan air sebagai benda mulia bagi manusia. 

Pertama, air dan pohon adalah satu pasangan. Tidak ada pohon tanpa air, tidak ada air tanpa pohon.Tidak ada air dan pohon tidak ada kehidupan. Jika setiap manusia memahami ini, maka timbul rasa hormat akan keberadaan air dan pohon. Manusia tidak akan tega lagi untuk membuang sampah di sungai atau menebangi hutan sebagai sarang air dengan alasan apa pun.

Setiap Homo sapien, kalau ditanya " Apakah air penting?" Jawabannya 100% mengatakan penting. Namun, buang sampah di sungai jalan terus, penggundulan hutan marak dan seolah-olah alam sedang baik-baik saja. 

Aktivitas kotor yang manusia lakukan, mungkin tidak berdampak langsung buat pelakunya, namun menimbulkan bencana bagi orang lain. Buang sampah di sungai misalnya. Ada banyak orang yang masih menggantungkan aktivitas hariannya untuk mencuci dan minum di sungai. 

Kalau airnya tercemar, kesehatan mereka akan terganggu. Aktivitas kerja mereka terhambat dan pastinya akan menurunkan tingkat kesejahteraan mereka. Pembuang sampah di sungai adalah pelaku kejahatan, pelaku peracunan terhadap makhluk hidup air dan manusia. Apakah semua manusia sadar tentang dampak itu?

Kedua, kewajiban menanam pohon. Siklus hidrologi akan normal dan seimbang kalau pepohonan lestari. Fungsi pohon adalah mengerem laju air, supaya tidak bergerak liar ketika musim hujan dan mengeluarkan air lewat mata air ketika musim kemarau. Kalau pohon sebagai pengendalinya hilang, maka yang terjadi adalah  kalau hujan banjir, kalau kemarau kekeringan.

Tanamlah pohon sebanyak - banyaknya. Diawali dilingkup rumah sendiri dulu. Kita memberi contoh bagi yang lain sebelum kita menyuruh orang lain. Tidak ada salahnya kita banyak menanam tanaman, selain membuat teduh bisa juga dipanen buahnya- kalau kita menanam tanaman buah.

Usaha lainnya, cobalah menyisihkan biji buah yang kita makan. Kalau kita rajin kita akan heran ternyata dari buah yang kita konsumsi bisa memunculkan hutan buah kalau bijinya kita tanam. 

Contoh, makan satu buah salak, perkiraan ada empat biji. Kalau kita semai di polybag maka akan muncul empat bibit tanaman salak. Kalau kita makan tiga buah salak maka, sudah bisa memunculkan 12 bibit buah salak. Kalau pun tidak bisa ditanam sendiri, kita bisa memberikan hadiah bibit tanaman itu keteman, atau saudara lainnya yang berkunjung ke rumah. 

Hal sederhana yang berdampak luar biasa. Biji yang ada di piring buah, kalau diperlakukan dengan benar akan mampu memberi keteduhan buat kita atau generasi kita.

Mari peduli dengan air, benda yang kita anggap mati itu, benar-benar mematikan kalau kita kehilangan keberadaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun