Mohon tunggu...
AGUS PRANAMULIA
AGUS PRANAMULIA Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Manajemen Universitas Nusa Bangsa dan Founder Yayasan Rasaning Rasa, tinggal di Bogor

AGUS PRANAMULIA adalah seorang pegiat manajemen, budaya dan sejarah dari Bogor

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bapa Langit

21 Juni 2024   06:10 Diperbarui: 21 Juni 2024   07:03 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IFTITAH

Pada hakekatnya Allah swt menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata bertujuan untuk bermakrifat (mengenal) kepada-Nya.  Pada era mileneal ini sudah tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam hal kedudukan, harkat, martabat, kemampuan dan kesempatan untuk bekerja. Secara biologis laki-laki berbeda dengan Perempuan, tetapi dari segi hak dan kewajiban sebagai manusia sama. Pembedanya kemuliaan satu sama lain adalah ketaqwaanya kepada Allah. Keberadaan keduanya sebagai mitra sejajar dalam berbagai aspek kehidupan. Tulisan ini mencoba memahami peran Bapa dari perspektif  keluarga dan kearifan lokal Sunda.

MABAHIS

Bapa Dalam perspektif Keluarga

"Like father, like son" yang berarti "perilaku anak diduga serupa dengan Bapanya". Ungkapan tersebut mengacu pada gambaran tentang apa yang dilakukan orangtua berkaitan dengan Ke-Bapaan (fatherhood). Berikut ini beberapa peran Bapa dalam keluarga adalah: (a) provider, sebagai penyedia dan pemberi fasilitas, (b) protector, sebagai pemberi perlindungan, (c) child specialiser & educator, sebagai pendidik dan menjadikan anak sebagai makhluk sosial, (e) nurtured mother, sebagai pendamping ibu,  (f) friend & playmate, sebagai teman bermain dan memberikan stimulasi fisik kepada anak, (g) caregiver, dianggap sebagai pemberi stimulasi afeksi sehingga memberikan rasa nyaman, (h) role model, bertanggung jawab menjadi teladan yang baik bagi anak, (i) monitor and disciplinary, sebagai pengawas terhadap tanda-tanda awal penyimpangan sehingga disiplin dapat ditegakan, (j) advocate, menjamin kesejahteraan anak terutama ketika anak berada di institusi di luar keluarga, (k) resource, mendukung keberhasilan anak dengan memberikan dukungan di belakang layar.

Bapa Dalam Perspektif Kitab Sanghiyang Siksa Kandang Karesian (SSKK).

Salah satu ayat dalam kitab ini menjelaskan pentingnya nasehat seorang BAPA kepada isteri dan anak, mengingat perannya sebagai pendidik dan  pencari nafkah bagi istri dan anak. Hubungan dalam kekeluargaan ini tentu berbeda bila dibandingkan dengan perlakuan terhadap orang lain.

Simbut-cawet mulah kasarataan, hakan-inum ulah kakurangan, anak-ewe pituturan sugan dipajar durbala siksa. Yatnakeun sanghyang siksakandang karesian (selimut dan pakaian jangan kekurangan; makan dan minum jangan kekurangan; anak dan istri dinasihati agar tidak dikatakan merusak kesusilaan. Perhatikanlah sanghiyang siksakandang karesian).

Setelah BAPA dapat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan keluarganya, tugas selanjutanya adalah menjaga kesusilaan dengan memberi nasehat yang baik. Apabila nasehat-nasehatnya tidak digubris, sang BAPA dibolehkan untuk tidak mengakui dan menceraikannya. Mengapa ? Bapa akan menderita rasa malu karena dianggap gagal dalam mendidik keluarganya.

"Hanteu ma nurut na pamagahan, ta sarua deungeun sakalih. Ngan lamun keudeu, wanak geus ma medeng diaku ku urang. Boa urang kabobotan, boa reujeung sasab ka naraka, leungit batri rang ngabakta, hilang beunang cakal-bakal." (bila tidak menuruti nasihat, mereka itu sama saja dengan orang lain. Namun bila tetap bandel, istri dan anak yang demikian, sudahlah jangan kita aku. Pasti kita mendapat beban, pasti tersesat masuk neraka, musnah hasil amal kita, hilang pahala leluhur).

Anomali terjadi bila kita melihat kehidupan bangsa Cina, Korea Selatan, dan Jepang yang menghormati kepada orangtuanya. Padahal di Cina sejak tahun 1949 haluan negaranya telah berubah dari nasionalis menjadi komunis, tetapi ikatan anak terhadap orangtuanya tidak berubah. Di Indonesia ikatan ini mulai terganggu dan semakin parah setelah lahirnya gerakan massa yang berbasis agama, khususnya sempalan agama Islam yang mengajar-kan pemisahan terhadap orang Islam yang tak sekeyakinan dengan gerakan mereka. Orangtuanya dianggap kafir dan ditinggalkan, jika tidak mau menerima keyakinan yang mereka pegang. Gerakan mereka terbagi sebagai gerakan bawah tanah dan terbuka.

Bapa Dalam Perspektif TRI SUCI

Manusia seutuhnya dalam pandangan tri suci adalah bersatunya antara akal dan hati yang dilambangkan dengan bumi, langit dan manusia. Bumi merupakan gambaran sebagai IBU yang senanatiasa mengusung kebenaran. Langit Angkasa menggambarkan BAPA yang selalu mengusung kejujuran. Manusia itu menggambarkan eling dan waspada. Ketiga simbul itu harus dilakukan setiap hari sebagai gerak ilahiyah agar manusia dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sejak dahulu, masyarakat Sunda telah mengenal istilah Rama yang menunjuk kepada peran seorang Bapa, terutama dalam hal kekuasaan. Model kelembagaan Ka-Ratu-an, Ka-Rama-an, dan Ka-Resi-an  yang dikenal dengan nama Tri Tangtu di Buana, membagi-bagi  masyarakat Sunda pada masa itu (delegation of authority) sedemikian rupa sehingga kekuasaan kerajaan tidak terpusat pada satu tangan (raja), sehingga  dapat mencegah kesewenang-wenangan penguasa sekaligus menjamin kebebasan berpolitik. Teks-teks Tri Tangtu di Buana dalam Carita Parahyangan, Amanat Galunggung dan naskah Sang Hyang Hayu yang berkaitan dengan konsep "Tiga Rahasia", merupakan sebuah sistem kosmologis masyarakat Sunda.

Peran sang Ratu atau sang Prebu itu harus ngagurat batu (menggores batu) yang berarti berwatak teguh dalam menjalankan aturan, sedangkan sang Bapa atau Rama harus ngagurat lemah (menggores tanah) yang berarti berwatak bisa menentukan pijakan atau aturan bagi para pelaksana pemerintahan, dan sang Ulama atau Resi harus ngagurat cai (menggores air) yang berarti berwatak menyejukkan dan adil.

Bagaimana perbandingan antara model Tri Tangtu di  Buana jika dibandingkan dengan model Trias Politica Montesquieu ?

Realitasnya bahwa tugas legislatif dijalankan oleh golongan Rama, tugas eksekutif menjadi wewenang Ratu (Prebu) dan tugas yudikatif semata-mata dipegang oleh golongan Resi sebagai badan peradilan.

Pemimpin baik di Tingkat pusat maupun daerah tidak serta merta diwariskan secara genealogis kepada putra sulung raja terdahulu, melainkan dengan mekanisme kesepakatan Bersama pihak rama (para tokoh wakil masyarakat) dan pihak resi (kaum intelektual ahli di bidang pengetahuan peradilan).

Model Tri Tangtu di Buana kini masih tampak jelas dalam tradisi kehidupan masyarakat Baduy di Kanekes yang terpusatkan pada "Tangtu Telu" atau Tiga Ka-Puun-an, yakni Cibeo berkedudukan sebagai Puun Ratu, Cikartawana berkedudukan sebagai Puun Resi, dan Cikeusik berkedudukan sebagai Puun Rama. Juga terdapat di Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul.

KHOTIMAH

Tak dapat dipungkiri bahwa peran Bapa, ayah, papa, dan abah  sangat besar bagi perkembangan dan kehidupan anak. Apapun kita menyebutnya, adalah sosok pertama yang kita kenal sebagai simbol kejujuran dan figur pemimpin yang kuat dan bertanggung jawab. Orang pertama yang akan berdiri, berjuang, mempertahankan keluarganya. Wallahu 'a lam bishowab!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun