Mohon tunggu...
Agus Salman
Agus Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati politik, sosial, seni, budaya

mahluk yang terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Parpol Tak Percaya Diri, Buka Pintu Politik Dinasti

24 Oktober 2023   09:00 Diperbarui: 24 Oktober 2023   09:45 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua Anak Presiden

Jelang semakin dekatnya Pemilu 2024, suhu politik kian memanas dengan manuver-manuver para para elit politik partai politik, penulis menyorot dua peristiwa yang menita perhatian publik dengan dua peristiwa melalui manuver para elit yang menggaet dua anak presiden saat ini.

Peristiwa pertama saat putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep ditetapkan sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 25 September 2023 lalu. Penunjukkan dilakukan hanya dua hari setelah Kaesang bergabung dan menerima kartu tanda anggota partai tersebut.

Partai politik (parpol) yang menasbihkan dirinya sebagai partai anak muda ini, yang kehadirannya sangat menyita perhatian masyarakat yang diharapkan memberikan angin segar dalam demokrasi Indonesia, walau tak lolos ambang batas parlemen saat mengikuti Pemilu 2019, namun sangat disayangkan, dengan bergabungnya Kaesang Pangarep yang dalam dua hari menjadi anggota namun sudah dijadikan ketua umum parpol ini, seakan membuat "polusi"  dengan menutup keran kaderisasi untuk duduk dipimpinan partai, dan lebih memilih jalur instan.

Selanjutnya peristiwa kedua, saat Mahkamah Konstitusi (MK) menerima gugatan agar mereka yang sedang atau pernah menjabat sebagai bupati wali kota ataupun gubernur dapat menjadi capres dan cawapres meskipun belum berusia 40 tahun. Keputusan yang banyak menuai kontroversi tersebut menandai terjadinya krisis etika republik dan melecehkan etika publik.

Seakan sudah membuka jalan, keputusan MK tersebut, seperti yang sudah terbaca arahnya, Prabowo Subianto mengumumkan Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) pada Ahad (22/10/2023) malam.

Alur pencalonan Gibran ini seakan menimbulkan betapa mudahnya segalanya diatur atas legalitas undang-Undang yang "bisa diatur dan disesuaikan" dengan kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Masyarakat  memelesetkan singkatan MK bukan sebagai Mahkamah Konstitusi, namun Mahkamah Keluarga, dengan melihat alur Jokowi sebagai ayah Gibran adalah Presiden, Ketua MK, Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi, dan yang akan memetik hasil dari keputusan dengan memberi jalan bagi yang belum usia empat puluh tahun, namun pernah menjabat sebagai Bupati, Walikota atau Gubernur, adalah kelompok yang akan mengusung Gibran sebagai Bacapres Prabowo, dan tentunya Gibran sendiri sebagai sebagai "anak baru" yang bisa menjadi bacawapres, sementara dibelakangnya banyak lebih senior-senior seperti Yusril Ihza Mahendra, Airlangga Hartanto,, Zulkifli Hasan serta Agus Hari Murti (AHY).

Hal yang lebih menyita perhatian juga adalah, pencalonan Gibran sebagai Bacawapres dari Koalisi Indonesia Maju untuk mendampingi Prabowo ini saat Gibran masih tercatat sebagai kader PDI Perjuangan, meniratkan betapa parpol tidak percaya diri akan para kadernya sehingga harus "mencomot" dari kader partai lain.

Kegagalan Kaderisasi Partai Politik

Peristiwa politik dua anak presiden diatas amat disayangkan karena memberikan efek buruk bagi demokrasi maupun kontestasi politik dalam banyak hal, salah satunya adalah kegagalan partai politik melakukan kaderisasi menjadi salah satu alasan pemicu kemunculan dinasti politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun