Realitas yang "dibonsai"
DPD RI hadir memang mau tidak mau kehadirannya dengan kondisi yang terbatas, karena masih ada persepsi hadirnya DPD RI itu bukan sebagai check and balance yang di dalam tubuh parlemen. Ada kekhawatiran dari semangat adanya check and balance, sehingga kekhawatiran itu mulai disusutkan dan akhirnya dianggap lebih baik dengan kewenangan yang terbatas dari pada tidak ada sama sekali, itulah yang terjadi dengan DPD RI.
Kewenangan yang terbatas membuat anggota DPD RI harus jungkir balik memperjuangkan aspirasi rakyat. Masyarakat yang menitipkan aspirasi memahami DPD RI sebagai wakil rakyat yang memiliki kewenangan besar seperti DPR RI, sehingga dapat mengawal aspirasi daerah hingga menjadi sebuah kebijakan. Padahal kenyataannya kewenangan DPD RI "dibonsai".
Jika struktur politik seperti ini masih dipertahankan, maka masa depan DPD RI sebagai penyeimbang DPR RI dalam sistem bikameral tentu saja mengkhawatirkan. DPR RI dan DPD RI semestinya memiliki kewenangan, fungsi dan hak yang setara, tidak seperti sekarang ini. Meskipun merupakan representasi daerah-daerah yang telah dipilih langsung oleh rakyat, namun keberadaan DPD dapat di ibaratkan antara "ada dan tiada", dampak lainnya adalah tidak terjadi checks and balances antara DPR dan DPD.
Harapan masa depan DPD RI
Dalam membenahi lembaga DPD RI, yang pasti eksistensi antara DPD RI dengan DPR RI dan DPRD RI harus lebih dibedakan dalam pilihan sistem bikameral dalam hal kewenangan. Kedua, apa yang membedakan aspirasi DPD RI dengan aspirasi DPR RI, jangan sampai aspirasi di daerah dibawa oleh DPD RI untuk naik ke tingkat nasional tetapi wajahnya itu tidak jauh beda dengan apa yang dibawa oleh DPR RI, apalagi kewenangannya tidak sampai dengan pembahasan, artinya kewenangan yang kecil dan tidak sampai memutuskan seperti saat ini.
Ini yang menjadi sebuah keriskanan, kewenangan yang hanya terbatas pada mengusulkan nanti tampilannya adalah berapa jumlah RUU yang diusulkan, berapa yang diproses dan berapa yang berhasil, hanya sampai seperti itu, artinya DPD RI tidak memainkan perannya membawa aspirasi di daerah.Â
DPD RI malah memainkan peran sebagai dewan sub-ordinatnya dari DPR, sebab kita hanya mengetahuinya kalkulasi semata atau kalkulator semata, tetapi peran DPD RI tidak dalam hal nyata seperti apa bahasa, aksinya, eksistensinya, gambaran naskah akademiknya, prosesnya dan bagaimana DPD RI menyuarakan aspirasi itu.Â
Hal ini yang tidak pernah terlihat, asumsi ini semestinya harus hadir di pemerintahan kedepannya dan pemerintahan-pemerintahan yang berikutnya dari DPD RI terpilih jangan sampai ini menjadi lembaga yang tidak diperhitungkan dan istilah kasarnya tidak menggenapkan dan juga tidak mengganjilkan.
Penulis berpendapat pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Daerah untuk dapat menyerap, menghimpun, menampung dan menindak-lanjuti aspirasi daerah dengan secara langsung dan tidak langsung tetapi pada implementasinya belum maksimal, hal ini dikarenakan belum adanya penguatan kewenangan kelembagaan DPD RI, dan hal inilah yang harusnya menjadi fokus utama kedepannya bagi para anggota DPD RI.
Selain fokus pada penguatan kelembagaan, peran anggota DPD RI juga harus kerja keras meningkatkan kinerjanya, harus lebih maksimal, kreatif dan inovatif dalam menjalankan perannya untuk menyerap aspirasi daerah, yang kemudian disosialisasikan kepada lembaga legislatif  lainnya, masyarakat, LSM, dan akademisi, sehingga akan lebih terlihat peran dan fungsi DPD RI.