MASA DEPAN DPD RI :
Analisis Perkembangan Peran dan Fungsi DPD RI antara Regulasi dan Realitas
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia niat untuk mewujudkan lembaga perwakilan daerah telah berjalan sejak Senat RIS (Republik Indonesia Serikat), lalu perwakilan kelompok utusan daerah, sampai pada perkembangan reformasi yang membawa pada perubahan penting yang salah satunya memunculkan lembaga negara baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Namun seiring perjalanan waktu, penulis menilai manifestasi dari lembaga ini yang kembali memberi harapan masyarakat daerah bahwa permasalahan daerah dapat diperjuangkan ditingkat nasional, namun belum berjalan secara maksimal dan setengah hati.
Regulasi peran dalam Bikameral setengah hatiÂ
Menurut Kozier Barbara, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem, deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi yakni posisi dan pengaruh.
Ide awal pembentukan DPD adalah DPD RI sebagai penyambung lidah daerah di level nasional, yang berbeda dengan DPR RI, karena DPR RI adalah representasi partai politik, sedangkan DPD RI adalah representasi daerah.
Peran DPD RI diharapkan menjadi salah satu kamar dari sistem parlemen dua kamar dalam format baru perwakilan politik Indonesia. DPD adalah parlemen yang mewakili wilayah atau daerah dalam hal ini provinsi, tetapi struktur ini tidak sepenuhnya mencerminkan sistem bikameral. DPD yang semestinya salah satu kamar dari sistem dua kamar, tidak mempunyai kewenangan yang memadai.Â
Kewenangan DPD hanya terbatas pada kekuasaan-kekuasaan yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber ekonomi lainnya, serta masalah perimbangan keuangan Pusat dan Daerah (Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945). Di luar itu, kekuasaan DPD hanya memberi pertimbangan kepada DPR.
Permasalahannya adalah seberapa besar peran DPD dalam aspirasi ini bisa terlihat atau terjelaskan, karena umumnya DPD RI ketika membawa aspirasi, menyerap aspirasi sama seperti DPR RI dalam menyerap aspirasi. Tetapi berbeda sampai di level pembuatan kebijakan atau legislatif, sebab ketika sampai di bidang legislasinya ini yang menjadi tidak terlihat jelas, aspirasi mana yang dibawa oleh keduanya karena peran DPD tentunya membutuhkan peran dari DPR, ini yang harus dijelaskan kembali.
Dalam proses regulasi dalam bentuk undang-undang tentunya harus bersama dengan DPR RI, tetapi kalau regulasi hanya tingkat terbatas, misalnya peran dari DPD RI di daerah mungkin bisa lebih mudah, namun ketika berbicara soal ancaman nasional tentunya sangat terhambat dalam konstitusi.Â
Sehingga peran DPD RI itu hanya seperti LSM plat merah yang hanya sampai pembahasan tingkat satu, meski sekarang telah sampai di tingkat pembahasan.Tetapi lagi-lagi keputusan itu adanya di tingkat pembahasan dan ini artinya langkah berikutnya akan dibawa oleh DPR RI, sementara DPD RI itu tidak bisa terlihat jelas dan umumnya yang bisa dilihat hanya ketika ada pelaporan apa yang telah dihasilkan oleh DPD RI itu jika dalam legislasi.