Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun Baru dan Beban Baru Rakyat

10 Januari 2025   10:51 Diperbarui: 10 Januari 2025   10:51 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak keempat adalah dampak pada inflasi. Selain itu, inflasi juga diprediksi akan meningkat sebesar 0,2 persen dan pertumbuhan ekonomi akan melambat sebesar 1,07 persen menjadi 4,03 persen (Dwi Astuti, dalam pajak.com : 2024).

Keempat beban di atas tentunya semakin mempersulit kehidupan masyarakat khususnya masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Pada akhirnya masyarakat akan mencari caranya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi masyarakat yang kreatif, mereka akan menemukan caranya sendiri untuk dapat bertahan hidup, namun bagi masyarakat yang tidak kreatif dan tingkat pendidikannya yang rendah maka ini yang hanya akan menjadi beban negara dan beban masyarakat. Kondisi ini tentunya akan menambah jumlah pengangguran yang berpotensi berdampak kepada tingginya kriminalitas di tengah -- tengah masyarakat kita.

Rusaknya Rasa Keadilan

Keadilan ekonomi dan keadilan hukum memiliki korelasi yang sangat kuat. Keadilan ekonomi sangat berhubungan dengan bagaimana kue ekonomi negara dapat sebanyak mungkin dinikmati oleh warga negara, hal ini tentunya sangat berhubungan dengan adanya pemerataan ekonomi. Sedangkan keadilan hukum sangat berhubungan dengan tidak adanya diskriminasi warga negara di mata hukum. Keadilan ekonomi tanpa ditopang dengan keadilan hukum yang kuat maka akan terjadi ketimpangan sosial yang semakin menganga.

Kasus vonis yang diberikan kepada Harvey Moeis dan teman -- temannya menunjukkan bahwa keadilan ekonomi sekaligus keadilan hukum yang tidak berlaku di republik ini.  Sebagian besar kalangan masyarakat sangat geram memandang vonis yang begitu ringan terhadap kasus yang sangat merugikan uang negara senilai 300 triliun tersebut. Dana sebesar itu tentunya sangatlah bermanfaat jika dikelola secara baik, dan dipastikan dapat menghidupi berjuta -- juta orang miskin di Indonesia. Nyatanya dana negara sebesar itu hanya dinikmati oleh segelintir orang yang sangat tamak dan korup. Terdapat dugaan miring terhadap lahirnya vonis tersebut,  seolah hukum dan para aparatnya dapat dipermainkan dan dibeli oleh para koruptor. Dengan vonis 6,5 tahun dan vonis lebih rendah lainnya tidak akan membuat membuat para koruptor miskin dan jera.

Kalau hukuman bagi para koruptor yang sangat ringan dengan kejahatan korupsi yang sangat besar seperti itu, maka akan menjadi preseden buruk bagi keadilan hukum kita di masa yang akan datang. Hukum dan para penegak hukum akan menjadi mainan dan barang dagangan yang sangat murah bagi para koruptor. Dimasukkannya tindakan korupsi sebagai extra ordinary crime dikarenakan tindakan korupsi sangat membahayakan sendi -- sendi berbangsa dan bernegara. Korupsi tidak saja mengguncang perekonomian negara, namun akan mengguncang sistem sosial budaya kita bahkan korupsi juga akan mengguncang sistem perpolitikan kita.

Artinya bahwa korupsi tidak hanya dipandang dari perspektif ekonomi dan hukum semata, melainkan juga harus dilihat dari perspektif yang lebih luas. Dampak yang ditimbulkan oleh perilaku korupsi sangatlah luas dan sangat membahayakan stabilitas negara dan masyarakat. Oleh karena dengan jumlah kerugian keuangan negara yang begitu fantastis dalam kasus korupsi Harvey Moeis tentunya vonis yang diberikan harus sangat berat dan benar -- benar membuat jera para pelakunya, dan kalau perlu pelakunya dimiskinkan.

Melihat dua berita buruk serta pernak -- perniknya penanganannya terhadap kedua permasalahan di atas menjadikan masyarakat kita menjadi sangat pesimis menatap Tahun 2025 yang akan datang ini. Sebagian besar masyarakat tidak begitu yakin bahwa kondisi perekonomian kita akan membaik. Dengan demikian diperlukan terobosan yang bersifat extra ordinary yang ditunjukkan oleh para pemimpin baru kita itu. Berikan optimisme bagi masyarakat kita yang masih terjerembab ekonominya dan teriris rasa keadilannya. Negara jangan hanya memberikan beban berat kepada rakyatnya, tetapi sudah saatnya para elit yang dipilih oleh rakyat untuk menjadi pemimpin melalui perhelatan pemilu dan pilkada yang begitu menguras energi dan pskologis rakyat berpikir dan bekerja keras untuk merealisasikan janji -- janji manisnya itu.

Akhirnya Tahun 2025 yang akan kita jalani ini harus dipenuhi dengan optimisme dan semangat baru, bagi penyelenggara negara bahwa pergantian tahun ini menjadi sebuah momentum untuk memperbaiki perekonomian negara. Rakyat tentunya akan selalu berada di belakang para pemimpin negara yang benar -- benar memperjuangkan keadilan ekonomi dan keadilan hukum di republik ini sehingga kita semua tetap tegak untuk menghadapi tahun yang baru 2025 dan tahun -- tahun berikutnya.

Penulis adalah Dosen FISIP Untirta & Analis Masalah Sosial & Pemerintahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun