Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memanusiakan Lansia Indonesia

13 Juni 2024   06:29 Diperbarui: 16 Juni 2024   17:45 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Garda Oto via KOMPAS.com

Baru-baru ini ada berita yang menyentak nurani kita semua bahwa sebanyak 5,6 juta warga lanjut usia atau lansia Indonesia bergantung pada sokongan generasi milineal dan Gen-Z. Pada data yang lain menemukan bahwa 4,5 juta warga dari generasi milenial dan Gen-Z menopang warga lansia yang berusia 60 Tahun ke atas (Kompas, 4 Juni 2024).

Dua data di atas menunjukkan data yang berbeda, di satu sisi menunjukkan masih banyak lansia Indonesia di hari tuanya menggantungkan hidupnya kepada generasi milenial dan Gen-Z, dan di sisi lain menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda dimana lansia Indonesia masih terus banting tulang untuk menyokong kehidupannya sendiri serta masih menjadi topangan hidup oleh generasi milenial dan Gen-Z. Artinya terdapat problematika yang sangat serius terhadap para lansia Indonesia saat ini.

Problematika yang pertama adalah para lansia Indonesia belum memiliki dana pensiun yang jelas untuk memenuhi kehidupan hari tuanya, di sisi lain para lansia Indonesia tidak mengenal lelah sehingga para lansia masih dituntut untuk terus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan entah sampai kapan para lansia tersebut berhenti bekerja dan menikmati keindahan hari tuanya.

Hal ini belum termasuk data para lansia yang terpuruk dalam kemiskinan yang mungkin jumlah jauh lebih banyak dibandingkan data-data yang ada di atas.

Menjadi lansia di Indonesia tidak seindah bayangan orang Indonesia apabila dibandingkan dengan para lansia yang ada di negara-negara maju (developed countries).

Di negara-negara maju terdapat kejelasan masa depan para lansia dalam menikmati masa tuanya tanpa harus memutar otak serta banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dimana kondisi fisik, pikiran, dan emosinya sudah tidak sekuat dulu. Para lansia di negara-negara maju banyak yang menikmati hari tuanya dengan berekreasi ke berbagai negara.

Bagi keluarga lansia yang anaknya berkecukupan dan bertanggung jawab secara terus menerus untuk membiayai para orang tua dan kakek neneknya di hari tuanya, mungkin hal ini tidak menjadi masalah.

Dapat dibayangkan bagi keluarga miskin yang tidak berkecukupan, sehingga mereka tidak mampu hidup dengan layak bahkan banyak dari mereka yang terlantar dan kurang gizi sehingga memperpendek usia harapan hidupnya.

Hal yang sering kita saksikan saat ini yaitu fenomena tingginya konflik antara orang tua dan anaknya dikarenakan anaknya tidak sanggup dan tidak mau membiayai kehidupan orang tuanya yang sudah lansia sehingga tindakan kekerasan kepada orang tuanya yang bertujuan kepada kematian.

Bagi lansia yang masih terus banting tulang guna mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri atau bahkan menjadi penopang bagi anak cucunya dari generasi millennial dan Gen-Z, hal ini juga menjadi problematika tersendiri.

Kondisi tersebut dikarenakan para generasi milenial dan Gen-Z ini masih sangat labil, tidak memiliki pekerjaan yang tetap bahkan juga banyak yang menanggung (jobless).

Bagi lansia yang kreatif dan masih sehat, sebagian besar dari mereka masih mengkaryakan dirinya untuk mampu berkreasi dan bekerja pada sektor-sektor informal, hanya sedikit dari para lansia yang bekerja di sektor formal atau memiliki usaha yang tetap.

Dalam pekerjaan-pekerjaan informal tentunya tidak memiliki kepastian dalam hal kepastian waktu bekerjanya, kejelasan penghasilannya, serta kepastian resiko pekerjaannya.

Perlu Treatment Khusus

Setiap orang pada akhirnya akan menjadi lansia, namun harapan terbesarnya adalah bagaimana menjadi lansia yang bahagia dengan mendapatkan prioritas dan perlakuan khusus sebagai warga negara yang memang perlu mendapatkan perlakuan khusus.

Dengan demikian, sebagai lansia diharapkan mendapatkan kemudahan akses terutama akses terhadap perlindungan sosial seperti jaminan hari tua serta diberikan kemudahan terhadap akses kesehatan dan kalau memungkinkan khususnya bagi lansia yang masih aktif diberikan kemudahan terhadap akses permodalan dan usaha.

Meskipun pemerintahan pusat dan beberapa pemerintah daerah sudah membuat beberapa program terutama berkaitan dengan program perlindungan sosial, ternyata para lansia kita tidak mudah untuk memanfaatkan program tersebut.

Pemerintah pusat dan daerah sudah memiliki sejumlah program perlindungan sosial untuk lansia. Di tingkat nasional, pemerintah sejak 2016 memasukkan lansia sebagai bagian dari penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Pada 2019, jumlah lansia penerima PKH mencapai sekitar 1,1 juta orang dengan besar bantuan sekitar Rp 2,4 juta per tahun (Kemensos, 2019). Di daerah, ada beberapa pemerintah daerah yang memiliki program dengan sasaran lansia. Contohnya adalah Kabupaten Aceh Jaya yang memberikan bantuan sosial lansia melalui Program ASLURETI (Asistensi Lanjut Usia Resiko Tinggi) kepada lansia 70 tahun ke atas sebesar Rp200.000 per bulan bagi setiap lansia, dan Provinsi DKI Jakarta melalui Program Kartu Lansia Jakarta (KLJ) yang memberikan bantuan sosial lansia berusia 60 tahun ke atas yang miskin dan telantar sebesar Rp600.000 per bulan per lansia.

Hasil riset membuktikan bahwa meskipun terdapat beberapa program perlindungan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah tersebut, hanya ada sekitar 12 persen lansia yang memiliki akses terhadap program perlindungan sosial skema kontribusi atau jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk dana pensiun untuk pegawai negeri.

Dengan masih terbatasnya jumlah lansia yang memiliki perlindungan sosial, maka sangat penting melakukan penelitian untuk memahami situasi lansia, keberadaan program perlindungan sosial lansia, dan akses lansia terhadap program perlindungan sosial (Smeru Research Institute, 2024).

Data tersebut menunjukkan bahwa para lansia memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi untuk dapat mengakses program perlindungan sosial. Artinya pemerintah perlu untuk membuat skema khusus yang memberikan kemudahan kepada para lansia untuk dapat menikmati program perlindungan sosial tersebut.

Memuliakan Lansia 

Tidak semua lansia yang hanya memanfaatkan hari tuanya dengan hidup yang santai, namun masih banyak lansia yang juga yang mau berpikir kreatif, inovatif dan produktif. Kategori lansia yang demikian itu menganggap bahwa umur tidak menghalangi orang untuk selalu berhenti kreatif dan produktif, mereka ingin betul-betul memanfaatkan waktunya untuk kegiatan yang produktif.

Biasanya lansia pada kategori ini adalah orang-orang yang ketika mudanya adalah para eksekutif yang sudah terbiasa berpikir bisnis dan investatif. Sehingga ketika ada peluang-peluang bisnis atau terdapat peluang yang dapat menghasilkan, maka mereka tetap terdorong untuk terjun dalam kegiatan tersebut meskipun tidak terlalu diforsir.

Beberapa kegiatan bisnis atau usaha yang dapat ditekuni oleh kalangan lansia antara lain bidang kuliner. Beberapa hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat beberapa lansia yang dengan tekun memanfaatkan waktunya untuk berbisnis kuliner yang cukup sukses.

Bagi sebagian lansia yang memiliki aset tanah atau rumah, maka ia dapat memanfaatkan tanah atau rumahnya tersebut untuk membangun rumah kontrakan, sehingga mereka bisa mendapatkan passive income. Artinya masih ada bisnis yang dapat dikembangkan oleh para lansia yang masih mau memanfaatkan waktunya untuk kegiatan yang produktif yang menghasilkan.

Menengok di beberapa negara lain yang peduli terhadap lansia, maka negara dan masyarakat memiliki program untuk memberdayakan para lansia, baik bagi lansia yang masih "produktif" atau pun bagi lansia yang tidak produktif sekalipun. Pemenuhan kebutuhan kesehatan dan ekonomi tetap menjadi prioritas sehingga para lansia dapat melanjutkan masa tuanya dengan sejahtera dan bahagia.

Hal lainnya yang juga perlu dilakukan adalah program-program sosial serta pengembangan mental lansia, sehingga mereka tetap merasa optimis di dalam menatap masa depannya. Program-program penataan mental, sosial, dan spiritual tidak saja melibatkan para lansia semata, melainkan juga melibatkan anggota keluarganya kalau yang masih ada.

Bagi para lansia yang ingin tetap produktif terdapat program-program pelatihan atau upgrading yang diberikan kepada mereka, misalnya pengetahuan bisnis yang sederhana, pemanfaatan aset keluarga, pemanfaatan lahan pertanian dan perkebunan, meskipun kegiatan tersebut dilakukan secara sederhana dan tidak membebani para lansia.

Pada akhirnya masalah lansia ini merupakan masalah kita semuanya dan perlu menjadi perhatian yang serius. Lansia perlu untuk dimuliakan, karena jasanya bagi generasi penerus baik generasi milenial atau para Gen-Z. Menelantarkan lansia sama halnya hak hidup warga negara, semakin banyak lansia yang terlantar maka akan menjadi beban bagi negara.

Oleh karena itu perhatian dari anggota keluarga, masyarakat, komunitas, lembaga sosial dan bisnis serta lembaga negara terhadap lansia merupakan sesuatu yang sangat penting guna membangun masyarakat yang sejahtera, bahagia dan mulia.

***

Oleh: Agus Sjafari

Penulis adalah Dosen FISIP Untirta, Analis Masalah Sosial & Pemerintahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun