Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kabinet Gemuk dan Patologi Politik

30 Mei 2024   17:45 Diperbarui: 30 Mei 2024   18:02 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KABINET GEMUK DAN PATOLOGI POLITIK

Oleh: Agus Sjafari*

 

Beberapa hari yang lalu Baleg DPR sepakat menghapus pembatasan jumlah maksimal 34 kementerian dalam pasal 15 Undang -- Undang No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Nagara. Fenomena tersebut jelas mengandung tafsir bahwa jumlah Kementerian yang akan dirancang  oleh pemerintahan Prabowo -- Gibran punya potensi akan melebihi dari jumlah maksimal tersebut. Selanjutnya Baleg DPR memberikan kewenangan penuh kepada Presiden Prabowo untuk menentukan jumlah Kementerian negara atas nama hak prerogratif presiden dan sesuai denga kebutuhan.

Terbentuknya UU No 39 Tahun 2008 tersebut pada dasarnya sudah melalui kajian yang sangat mendalam dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada di Indonesia serta juga sudah melalui benchmarking dengan beberapa negara setidaknya dengan beberapa negara yang memiliki tingkat kesamaan dengan negara Indonesia, sehingga jumlah 34 kementerian negara tersebut dianggap jumlah yang paling maksimal dan optimal untuk diterapkan di Indonesia. 

Menilik di beberapa negara lain misalnya Amerika Serikat memiliki 15 kementerian, Jepang memiliki 11 kementerian, dan Singapura memiliki 18 kementerian serta di beberapa negara lain yang kecenderungannya jumlah kementeriannya di bawah jumlah Kementerian negara yang ada di Indonesia.

Menentukan jumlah Kementerian negara pada dasarnya memiliki aturan dan ketentuan yang sangat rigit tidak sekedar memberikan keleluasaan kepada presiden terpilih atas nama sistem presidensial. Artinya bahwa menentukan jumlah kementerian negara bukan merupakan "cek kosong" yang diberikan kepada presiden terpilih atas nama hak prerogratif presiden.

Jumlah kementerian negara merupakan sesuatu yang sangat strategis, oleh karena itu keterlibatan dari dewan dalam menentukan jumlah kementerian tersebut merupakan sebuah keniscayaan guna memberikan pertimbangan kepada presiden. Dalam kondisi tersebut setidaknya terdapat standar normatif yang perlu menjadi pertimbangan presiden dalam menentukan jumlah kementerian tersebut.

Penentuan jumlah kementerian serta penempatan orang -- orang yang duduk dalam kabinet dalam pemerintahan Prabowo -- Gibran menjadi sorotan publik saat ini, dikarenakan jumlah kabinet serta orang -- orang yang akan duduk di dalamnya merupakan wajah pemerintah yang akan menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan. 

Dalam hal ini tentunya sarat dengan kepentingan politik terutama tuntutan dari partai pengusung yang sudah mulai menyodorkan jatah menteri yang akan didapat. Di samping itu pasangan Prabowo -- Gibran juga mempertimbangkan stabilitas politik dengan mengajak kekuatan politik di luar koalisi seperti halnya Nasdem dan PKB, jika memungkinkan PDIP dan PKS juga diharapkan dapat bergabung dalam pemerintahan Prabowo -- Gibran atas nama kebersamaan dan gotong royong dalam membangun negara lima tahun ke depan. Belum lagi pertimbangan untuk memasukkan kalangan professional yang selama ini justru menjadi "penyelamat" muka pemerintah dengan prestasi kerjanya yang relatif bagus dan professional.

Hal yang juga sangat penting dalam penentuan jumlah kementerian negara bahwa jumlah Kementerian pada dasarnya harus mampu mewujudkan visi dan misi pemerintahan serta mampu memperkuat nomenklatur prioritas apa yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo -- Gibran lima tahun ke depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun