Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Masih Perlukah Program MBKM?

18 Mei 2024   17:23 Diperbarui: 21 Mei 2024   12:10 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MASIH PERLUKAH PROGRAM MBKM?

Oleh: Agus Sjafari*

Setiap Bulan Mei bangsa Indonesia selalu melakukan perenungan terkait masa depan Pendidikan kita, karena tepatnya setiap tanggal 2 Mei yang lalu kita memperingati Hari Pendidikan Nasional sehingga hari tersebut merupakan hari yang "sakral" bagi kita untuk selalu melakukan perenungan dan evaluasi perjalanan pendidikan kita termasuk juga merenungi bagaimana perjalanan pendidikan tinggi kita sampai saat ini. 

Ketika kita bicara mengenai masa depan pendidikan tinggi kita, maka tidak akan pernah dilepaskan dengan kebijakan yang sangat fundamental yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek yaitu program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Di ujung akan berakhirnya pemerintahan Jokowi, tidaklah berlebihan kalau kita meninjau dan mengevaluasi perjalanan program MBKM tersebut dan bagaimana nasibnya ke depan.

Program MBKM yang dikeluarkan oleh Mas Menteri Nadiem pada dasarnya memiliki dampak yang luar biasa khususnya penekanannya pada output yang dihasilkan oleh Perguruan tinggi.

Sebagai lembaga pendidikan tertinggi yang mencetak para sarjana, perguruan tinggi tidak saja menghasilkan para pemikir melainkan juga sangat diperlukan menjadi tenaga-tenaga yang terampil dan profesional untuk menjadi seorang entrepreneur serta mampu terserap di pasaran kerja. 

Sangatlah ironis apabila para sarjana yang kita hasilkan hanya akan menambah daftar pengangguran terdidik (educated unemployed) di tengah-tengah para pengangguran tidak terdidik (uneducated unemployed) yang masih sangat banyak saat ini. Salah satu indikator keberhasilan pendidikan tinggi kita adalah seberapa besar lulusan dapat terserap di dunia kerja serta seberapa besar yang mempu menjadi enterpreneur. 

Guna lebih mendekatkan diri bagi mahasiswa sebelum lulus, maka dalam program MBKM terdapat program-program yang langsung melibatkan mahasiswa dalam dunia kerja, misalnya melalui program MSIB. Sebagai evaluasi dari program MBKM terdapat beberapa hal yang sifatnya positif, namun di sisi lain terdapat problematika serius yang perlu mendapatkan perhatian untuk diperbaiki.

Setidaknya ada 4 (empat) hal yang sangat positif yang diperoleh mahasiswa dengan mengikuti MBKM antara lain:

Pertama, menumbuhkan spirit entrepreneur bagi mahasiswa. Salah satu kegiatan yang ada dalam program MBKM adalah program wirausaha merdeka.

Program ini tentunya memberikan bekal dan pengalaman yang luar biasa bagi mahasiswa. Mahasiswa tidak saja diajarkan teori tentang wirausaha melainkan juga ada pembekalan, pelatihan, konsultasi, permodelan bisnis dan lain sebagainya sehingga mehasiswa memiliki bekal yang cukup untuk menjadi seorang entrepreneur setelah lulus menjadi sarjana. 

Pada akhirnya mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini memiliki platform bisnis yang akan dilaksanakan. Pihak kampus dan kementerian tentunya mendorong sebanyak mungkin para mahasiswa untuk mengikuti kegiatan ini dengan tujuan setelah lulus, para sarjana ini tidak hanya menjadi job seeker (pencari kerja) melainkan mampu menjadi entrepreneur muda yang berhasil.

Kedua, mahasiswa memiliki pengalaman belajar bekerja melalui program MSIB (Magang dan Studi Independen Bersertifikat).

Program ini tentunya sangat bermanfaat bagi mahasiswa agar mereka dapat terlibat langsung dalam dunia kerja yang sebenarnya.

Mereka secara riil dapat merasakan dunia kerja yang sebenarnya dengan adanya jobdesk (pembagian kerja) yang sangat ketat di Lembaga atau industri yang menampung mereka. 

Eksistensi mereka dalam kegiatan magang tidak ubahnya seperti karyawan yang dipekerjakan di lembaga tersebut. Dalam kegiatan magang mereka belajar secara langsung cara menyelesaikan masalah teknis pekerjaan, cara berkomunikasi dengan karyawan perusahaan, belajar IT, belajar administrasi perkantoran, belajar tentang SDM, serta hal-hal lainnya yang memang dihadapi oleh Lembaga atau industri dimana ia ditempatkan. 

Pengalaman seperti ini tidak akan mereka dapatkan di ruang kelas, melainkan hanya ada dalam program MSIB ini. Oleh karena itu semakin banyak mahasiswa yang mengikuti program MSIB ini maka, Ketika mereka sudah lulus maka mereka sudah tidak canggung lagi bekerja di instansi atau industri yang akan mereka geluti.

Ketiga, Mahasiswa memiliki pengalaman belajar di luar program studinya. Adanya program PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka) untuk dalam negeri serta IISMA untuk pengiriman belajar di universitas di luar negeri tentunya memberikan pengalaman yang lebih dimana mahasiswa bisa belajar di beberapa perguruan tinggi baik di perguruan tinggi di dalam negeri atau perguruan tinggi di luar negeri. Para mahasiswa akan merasakan atmosfer akademik yang ada di perguruan tinggi yang lain. 

Mahasiswa juga akan bertemu dengan beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Hal yang spesifik juga akan didapat oleh mahasiswa adalah dengan adanya kegiatan modul nusantara, dimana mahasiswa akan didekatkan dengan kondisi sosial budaya, tempat-tempat bersejarah, tempat wisata dan beberapa hal menarik lainnya di daerah dimana perguruan tinggi yang mereka ikuti. Khusus bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan IISMA ke luar negeri, ia akan menikmati langsung bagaimana kultur akademik dan praktik belajar mengajar yang di universitas di luar negeri tempat ia ditugaskan.

Pengalaman langsung belajar di kampus luar negeri tantangannya lebih berat, di samping harus menyesuaikan dengan budaya masyarakat di negara asing juga harus menyesuaikan dengan sistem pembelajaran yang ada di universitas luar negeri yang sedikit berbeda dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Ketika mahasiswa sudah mampu beradaptasi baik dengan beberapa kampus di dalam negeri ataupun kampus di luar negeri, hal ini merupakan nilai plus bagi mahasiswa yang juga akan menjadi bekal ketika ia lulus nantinya.

Keempat, Peningkatan kemampuan mahasiswa dalam hilirisasi research. Kegiatan penelitian yang ada dalam program MBKM merupakan kegiatan yang bertujuan agar mahasiswa mampu bersifat inovatif dan kreatif di dalam mengembangkan kemampuan untuk meneliti. Proyek-proyek penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa diharapkan mampu dijadikan sebagai prototipe yang bisa menghasilkan output yang sangat positif baik terkait dengan inovasi produk, pembaharuan kebijakan, pemberdayaan Masyarakat, serta manfaat lainnya dari hasil penelitiannya tersebut. Penekanan dari kegiatan ini adalah case based methode dan project based methode dimana hasil penelitiannya tersebut mampu memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

Problematika MBKM

Program MBKM dalam praktiknya ternyata tidak nihil dari masalah baik yang menimpa PTN besar, menengah, maupun kecil. Belum lagi hal problematika ini juga dirasakan oleh para PTS dalam mengimplementasikan MBKM ini.

Salah satu kegiatan MBKM yang dianggap memiliki poin yang besar serta mampu mengangkat perguruan tinggi  adalah akses kerja sama dengan perusahaan, industri atau instansi yang bonafid yang tergolong seratus top dunia maupun nasional.

Program ini sepertinya hanya dimiliki oleh beberapa perguruan tinggi yang besar dan sudah mapan. Perusahaan-perusahaan kelas dunia masih lebih melirik perguruan-perguruan tinggi besar yang masuk dalam top 20.

Di luar kelompok perguruan tinggi tersebut perlu usaha ekstra keras untuk dapat melakukan kerja sama dengan industri atau perusahaan terbaik dunia. Bagi perguruan tinggi yang berada di bawah naungan perusahaan atau industri besar, maka program MBKM ini sangat menguntungkan karena mereka memiliki akses yang sangat besar untuk menempatkan para mahasiswanya untuk melakukan magang di beberapa perusahaan atau industri yang selama ini mem-backup perguruan tingginya tersebut, sehingga perguruan tinggi tersebut memiliki keunggulan terkait akses kepada perusahaan yang bonafid.

Beberapa problematika teknis lainnya yang dihadapi dalam program MBKM adalah persoalan konversi mata kuliah yang tak kunjung usai, dikarenakan masih terdapat perbedaan yang tajam antara para pemangku kepentingan mulai dari dosen, pembimbing akademik, ketua program, pimpinan fakultas bahkan juga pimpinan universitas terkait capaian pembelajaran (CPL) dari setiap kegiatan MBKM tersebut.

Meskipun sudah terdapat panduan yang sudah diterbitkan oleh Kemendikbudristek, namun pada tataran teknis di bawah masih menyisakan perbedaan persepsi yang sangat serius yang ujungnya mahasiswa menjadi korbannya.

Pada akhirnya perlu ada perenungan yang sangat serius dan mendalam di tahun terakhir kepemimpinan Mas Menteri Nadiem di Kemendikbudristek, apakah memang program MBKM ini masih diperlukan atau tidak. Wallahua'lam bis showaab.

Penulis adalah Dosen FISIP Untirta, Analis  Masalah Sosial & Pemerintahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun