Mohon tunggu...
Agus Budiman
Agus Budiman Mohon Tunggu... Guru - Peminat pendidikan

Guru SMP Bahtera Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Metoda Feel Imagine Do Share pada Kurikulum Prototipe

23 Februari 2022   15:05 Diperbarui: 23 Februari 2022   16:09 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam satu kali kesempatan pada 9 November 2010, K.H. Miftah F. Rakhmat, Lc. MA.  (beliau saat itu adalah ketua Yayasan Muthahhari Bandung---sekarang beliau adalah ketua Dewan Pembina Yayasan Muthahhari Bandung), mengisi seminar Pendidikan Seri ke-7 tentang Pendidikan Karakter yang diselenggarakan di Gedung Bosowa Management Development Institute (BMDI) Makassar; kerjasama Yayasan Amalia Insani dan Quantum Sinergi Makassar. 

Makalah yang beliau sampaikan berkenaan dengan pendidikan karakter, salah satu rujukannya adalah LVEP adalah singkatan dari Living Values: an Educational Project. 

LVEP menyederhanakan pendidikan karakter ini ke dalam nilai-nilai moral kehidupan atau nilai-nilai dasar. Yang terdiri dari duabelas nilai nilai universal (kerjasma, damai, menghargai, kesederhanaan, tanggung jawab, kebebasan, kejujuran, toleransi, kebahagiaan, kasih saying, persatuan dan rendah hati).

Di Tahun 2016 lalu, saya baru mengenal LVEP (Living Values Educationl Program) yang merupakan transformasi dari LVEP sebelumnya. Ada beberapa hal yang didapat dari LVEP yang kami coba terapkan di SMP BAHTERA Muthahhari diantaranya adalah metoda DfC (Design for Change)

DfC pertama kali diperkenalkan oleh seorang pengajar dari India, beliau adalah Kiran Bir Sethi. Berawal dari 200 murid yang dibimbingnya di sekolah Riverside Ahmedabad India pada tahun 2009.

Berawal dari sebuah kegalauan tentang kenyataan pendidikan dimana proses pembelajaran sehari-hari murid-murid hanya duduk diam dan mendengarkan guru tanpa diberi ruang untuk mengembangkan kreativitas, mendapatkan pilihan, dan mengungkapkan opini. Setiap kali ditantang untuk menyelesaikan masalah  jawaban yang pertama yang disampaikan adalah "saya tidak bisa"

Design for Change mendorong murid menjadi penyelesai masalah yang dialami mereka sendiri, lalu merasakan kalimat: "AKU BISA!" . 

Berkat komitmen Kiran Bir Sethi , dari 200 anak di Riverside, kini berkembang menjadi lebih dari 30.000 anak di Ahmedabad India, kini DfC menjangkau 32.000 sekolah di seluruh dunia.

"Pesan dasar yang coba disampaikan oleh Design for Change kepada setiap orang adalah anak-anak bukanlah makhluk yang tak berdaya. Perubahan merupakan suatu hal yang mungkin terjadi dan anak-anak mampu membuat perubahan tersebut". [Kiran Bir Sethi]

Secara sederhana, DfC diterapkan dengan mengajak murid-murid untuk mencari satu ide, apa saja permasalah yang mengganggu mereka saat berada disekolah, pilih  permasalahan yang paling sederhana (biasanya murid-murid banyak memiliki masalah) dan penekannya bahwa kita tidak akan menyelesaikan seluruh masalah tersebut (pada kenyataannya memang tidak semua masalah ada solusinya).

Akan tetapi mendorong semua anak merasakan pengalaman AKU BISA dan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun