Mohon tunggu...
Agus Tjakra Diredja
Agus Tjakra Diredja Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Hapus batas dunia, jelajahi isinya. Jika jenuh, menulislah karena menulis adalah pelarian dan cara terbaik berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mitoni, Simfoni Kehidupan dalam Budaya Jawa

5 November 2024   17:28 Diperbarui: 5 November 2024   19:29 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, tradisi Jawa tetap kokoh berdiri. Salah satunya adalah upacara Mitoni, sebuah perayaan sakral yang digelar saat seorang ibu hamil menginjak usia tujuh bulan. Lebih dari sekadar ritual adat, Mitoni adalah sebuah perjalanan spiritual yang sarat makna, mengantar sang ibu dan calon bayinya menuju babak baru kehidupan.

Sebelum hari pelaksanaan, keluarga dan kerabat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Mulai dari pemilihan hari baik, persiapan tempat, hingga pembuatan berbagai sesaji. Setiap detail memiliki makna simbolis yang mendalam. Hari Selasa atau Sabtu, misalnya, dianggap sebagai hari yang baik untuk menggelar upacara ini karena diyakini membawa keberkahan.

Siraman: Pembersihan Jiwa dan Raga

Salah satu rangkaian acara yang paling penting dalam upacara Mitoni adalah siraman. Dalam suasana yang khusyuk, calon ibu disiram dengan air tujuh rupa yang berasal dari sumber-sumber berbeda. Air suci ini dipercaya memiliki kekuatan magis untuk membersihkan jiwa dan raga, menyucikan calon ibu agar siap menyambut kehadiran sang buah hati. Setiap tetes air yang menyentuh kulitnya bagaikan doa yang dipanjatkan, memohon perlindungan dan berkah bagi sang janin.

Pecah Telur: Simbol Kelahiran

Pecahnya telur dalam upacara Mitoni memiliki makna yang sangat mendalam. Telur, yang selama ini melindungi janin, kini pecah untuk memberi jalan bagi bayi untuk keluar dan mengeksplorasi dunia. Prosesi ini melambangkan kelahiran kembali dan dimulainya babak baru kehidupan.

Brojolan: Harapan untuk Masa Depan

Dalam upacara brojolan, calon ibu dipakaikan sarung yang berisi kelapa muda. Kelapa muda ini kemudian digelindingkan dari satu orang ke orang lain, melambangkan harapan agar bayi yang dilahirkan kelak dapat hidup dengan lancar dan sukses.

Ganti Busana Tujuh Kali: Perjalanan Spiritual

Pergantian busana sebanyak tujuh kali merupakan simbol dari perjalanan spiritual calon ibu. Setiap busana memiliki motif dan warna yang berbeda-beda, masing-masing mengandung makna filosofis yang mendalam. Misalnya, motif parang barong melambangkan keberanian, sedangkan motif kawung melambangkan kesuburan.

Potong Tumpeng: Syukur dan Harapan

Upacara ditutup dengan potong tumpeng. Tumpeng, yang berbentuk seperti gunung Meru, melambangkan puncak kesempurnaan dan keberkahan. Dengan memotong tumpeng, keluarga berharap agar anak yang dilahirkan kelak menjadi orang yang sukses dan membawa berkah bagi keluarga.

Mitoni dalam Perspektif Modern

Meskipun sarat dengan nilai-nilai tradisional, upacara Mitoni terus beradaptasi dengan zaman. Banyak pasangan muda yang menggelar upacara Mitoni dengan konsep yang lebih modern, namun tetap mempertahankan esensi dan makna dari tradisi ini.

Upacara Mitoni bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebuah warisan budaya yang tak ternilai. Dengan melestarikan tradisi ini, kita turut menjaga kelangsungan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kesantunan, dan penghormatan terhadap leluhur.

Pesan Moral

Dalam setiap upacara Mitoni, kita dapat belajar tentang pentingnya menghargai setiap tahap kehidupan, dari konsepsi hingga kelahiran. Tradisi ini juga mengingatkan kita akan kekuatan ikatan keluarga dan pentingnya menjaga kelestarian budaya leluhur. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, Mitoni hadir sebagai oase ketenangan, sebuah pengingat bahwa di tengah segala kesibukan, masih ada nilai-nilai luhur yang patut kita jaga.

Lebih dari sekadar ritual, Mitoni adalah cerminan dari kebijaksanaan nenek moyang yang mengajarkan kita untuk selalu bersyukur dan menghormati setiap anugerah kehidupan. Melalui prosesi yang sarat makna ini, kita diajak untuk merenung dan mengingat bahwa di balik setiap langkah kecil dalam hidup, terdapat doa dan harapan yang mengiringi. Kekuatan doa dan kebersamaan keluarga yang terjalin dalam upacara ini menciptakan fondasi yang kokoh bagi generasi selanjutnya.

Mitoni juga mengajarkan kita untuk tidak melupakan akar budaya kita, meskipun zaman terus berubah. Di tengah arus globalisasi yang kian deras, mempertahankan tradisi ini adalah bentuk penghormatan terhadap identitas kita sebagai bangsa. Dengan menjaga dan melestarikan budaya seperti Mitoni, kita tidak hanya merawat warisan leluhur, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya nilai-nilai kebersamaan, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun