film horor? Suasana mencekam, makhluk mengerikan, dan plot twist yang tak terduga menjadi daya tarik tersendiri.Â
Siapa yang tidak suka dengan sensasi jantung berdebar saat menontonNamun, tahukah Anda bahwa di balik keseruan film horor, tersimpan kisah nyata yang tak kalah menarik? Banyak desa yang awalnya tenang dan damai, mendadak menjadi sorotan setelah dijadikan lokasi syuting film horor.
 Sayangnya, bukan ketenaran yang mereka dapatkan, melainkan stigma negatif yang sulit dihilangkan.
Ketika sebuah desa dipilih sebagai lokasi syuting film horor, otomatis desa tersebut akan diidentikkan dengan hal-hal yang menyeramkan. Media massa, baik itu televisi, surat kabar, maupun media sosial, seringkali membesar-besarkan aspek horor dari film tersebut, sehingga citra desa pun ikut terbawa.Â
Hal ini diperparah dengan munculnya cerita-cerita mistis yang berkembang di kalangan masyarakat, yang semakin memperkuat stigma negatif terhadap desa tersebut.
Dampak Stigma Negatif
Dampak dari stigma negatif ini sangatlah luas dan kompleks. Awalnya, desa yang menjadi lokasi syuting film horor mungkin akan mengalami peningkatan jumlah wisatawan yang penasaran.Â
Mereka ingin melihat langsung lokasi syuting, merasakan atmosfer mencekam yang sama seperti di film, atau sekadar berburu foto-foto unik.Â
Namun, euforia ini biasanya bersifat sementara. Seiring berjalannya waktu, stigma negatif yang melekat pada desa akan semakin kuat. Wisatawan mulai merasa takut akan hal-hal mistis yang mungkin terjadi di desa tersebut.Â
Mereka khawatir akan mengalami kejadian aneh atau bahkan diganggu oleh makhluk halus. Akibatnya, minat wisatawan untuk berkunjung pun menurun drastis.
Dampak negatif terhadap pariwisata tentu berimbas pada perekonomian desa. Sektor pariwisata yang awalnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, justru mengalami penurunan.Â