Mohon tunggu...
Agus Tjakra Diredja
Agus Tjakra Diredja Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Hapus batas dunia, jelajahi isinya. Jika jenuh, temukan kedamaian dalam secangkir kopi dan keheningan, karena menulis adalah pelarian dan cara berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Horor

Nisan Hitam, Sebuah Kutukan: Ini Awal ataukah Akhir Cerita?

5 Oktober 2024   21:23 Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:39 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan lebat, terdapat sebuah makam tua dengan nisan hitam yang mencolok. Penduduk desa selalu menghindari area itu, konon katanya nisan tersebut milik seorang wanita cantik bernama Niken Sari, yang menghilang secara misterius puluhan tahun yang lalu. Setiap malam Jumat, desas-desus menyebutkan, sosok Niken Sari akan muncul, mengenakan gaun putih yang berkilauan dalam gelap. Banyak yang mengaku mendengar suara lembutnya memanggil, tapi tak seorang pun berani mendekati nisan hitam itu.

Suatu malam, Dirdja, seorang pemuda berani, memutuskan untuk membuktikan bahwa semua itu hanyalah cerita. Dengan senter di tangan, ia berjalan menuju makam, menerobos gelapnya malam. Hatinya berdebar kencang, bukan hanya karena rasa takut, tapi juga karena rasa penasaran yang membuncah. Ia membayangkan sosok Niken Sari, wanita cantik yang terkurung dalam kutukan selama bertahun-tahun. Konon, Niken Sari berasal dari keturunan bangsawan yang memiliki kekuatan magis. Namun, karena suatu kesalahan, ia dikutuk untuk hidup abadi dalam kesendirian, terikat pada nisan hitam ini. Cahaya bulan memantul pada permukaan batu yang dingin, menciptakan ilusi wajah yang berubah-ubah. Tiba-tiba, tanah bergetar dan retakan besar muncul di permukaan tanah. Dari dalam retakan itu muncul cahaya hijau lumut yang menyilaukan. Sebuah suara merdu namun dingin terdengar, "Jangan mendekat!" Dirdja tersentak. Ia menoleh ke sekeliling, namun tidak ada seorang pun di sana. Suara itu terdengar seolah-olah berasal dari dalam nisan hitam itu sendiri. Dengan hati-hati, ia mendekati nisan hitam itu. Tangannya gemetar saat meraih permukaan batu yang dingin. Tiba-tiba, sebuah kekuatan misterius mengalir ke dalam tubuhnya. Ia melihat kilasan-kilasan gambar: Niken Sari yang sedang tertawa bersama teman-temannya, Niken Sari yang sedang berlari di padang rumput, dan Niken Sari yang sedang menangis di dalam penjara bawah tanah. Tiba-tiba, sebuah sosok hitam muncul di hadapannya. Sosok itu memiliki mata merah menyala dan taring yang tajam. "Aku akan mencegahmu membebaskan Niken Sari," geram sosok itu. Dirdja tahu bahwa ia harus berhadapan dengan makhluk jahat ini jika ingin menyelamatkan Niken Sari. Namun, ia juga merasa kasihan pada Niken Sari yang terjebak dalam kutukan yang kejam.

Dirdja menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang menentukan. Dengan keberanian yang membara, ia menghadap makhluk gelap itu. "Aku tidak akan membiarkanmu menghalangi jalan," tegas Dirdja. Pertempuran pun dimulai. Cahaya senter Dirdja menerangi hutan di sekitarnya, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Dedaunan bergoyang kencang seolah ikut menyaksikan pertarungan sengit ini.

Sementara itu, di dalam makam, Niken Sari merasakan getaran yang kuat. Ia tahu bahwa Dirdja telah datang. Hatinya bercampur aduk antara harapan dan ketakutan. Ia ingin bebas dari kutukan ini, namun ia juga takut akan konsekuensi yang mungkin terjadi jika ia benar-benar bebas.

Dirdja menarik napas dalam-dalam, tatapannya terpaku pada sosok hitam di hadapannya. Makhluk itu menyeringai, matanya memancarkan cahaya merah menyala yang menusuk. Dengan gerakan cepat, makhluk itu melompat, tubuhnya meliuk-liuk seperti ular. Kuku-kukunya yang tajam berkilauan di bawah cahaya bulan, siap merobek daging. Dirdja menghindar dengan gesit, tubuhnya meluncur ke samping. Ia meraih batu tajam yang ada di tanah dan melemparkannya sekuat tenaga. Batu itu mengenai bahu makhluk itu, namun hanya meninggalkan goresan kecil. Makhluk itu meraung marah, lalu mengayunkan tangannya. Gelombang energi hitam melesat ke arah Dirdja. Dengan cepat, Dirdja membentangkan kedua tangannya, membentuk sebuah perisai energi. Perisai itu berhasil menangkis serangan makhluk itu, namun getaran kuatnya membuat tubuh Dirdja terasa nyeri.

Dirdja tahu ia tidak bisa menang melawan makhluk itu hanya dengan kekuatan fisik. Ia harus menggunakan pengetahuan tentang mistisisme yang ia pelajari dari buku-buku tua milik kakeknya. Dengan konsentrasi penuh, Dirdja mulai melafalkan mantra-mantra kuno. Cahaya putih berkilauan mengelilingi tubuhnya, membentuk sebuah aura pelindung. Makhluk itu terkejut melihat perubahan pada Dirdja. Ia menggeram marah dan kembali menyerang. Kali ini, serangannya lebih kuat dan lebih cepat. Dirdja berusaha menghindar, namun beberapa serangan berhasil mengenai tubuhnya. Luka-luka mulai bermunculan di tubuhnya, namun Dirdja tetap bertahan.

Pertempuran semakin sengit. Dirdja dan makhluk itu saling bertukar serangan dengan kecepatan tinggi. Dedaunan berterbangan, tanah bergetar, dan udara terasa semakin dingin. Dirdja mulai kehabisan tenaga, namun ia tidak menyerah. Ia ingat pada Niken Sari, wanita yang terjebak dalam kutukan. Ia harus menyelamatkannya. Dengan sisa tenaga yang ada, Dirdja mengumpulkan seluruh kekuatan magisnya. Cahaya putih yang mengelilingi tubuhnya semakin terang, hingga akhirnya meledak menjadi sebuah bola cahaya yang menyilaukan. Bola cahaya itu langsung menghantam makhluk gelap itu. Makhluk itu meraung kesakitan dan tubuhnya mulai menghilang.

Ketika cahaya mereda, makhluk gelap itu sudah tidak ada lagi. Dirdja terkulai lemas di tanah. Tubuhnya penuh luka, namun ia merasa lega karena telah berhasil mengalahkan makhluk itu. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berjalan menuju nisan hitam. Ia menyentuh permukaan batu itu, dan tiba-tiba, nisan itu mulai bercahaya. Cahayanya bukan sekadar cahaya biasa, melainkan cahaya yang mengandung kekuatan magis yang luar biasa. Cahaya itu perlahan membentuk sosok seorang wanita, sosok yang sangat ia kenal dari cerita-cerita penduduk desa. Niken Sari.

Wajah Niken Sari memancarkan cahaya yang lembut, namun matanya menyimpan sejuta misteri. "Terima kasih, Dirdja," ucap Niken Sari dengan suara lembut, namun nadanya terdengar aneh, seolah-olah bukan suara manusia sepenuhnya. "Kau telah membebaskanku."

Dirdja menatap Niken Sari dengan takjub. Ia merasakan sensasi aneh mengalir di seluruh tubuhnya, seperti ada kekuatan magis yang menghubungkannya dengan Niken Sari. "Aku... aku senang bisa membantumu," ucap Dirdja terbata-bata.

"Namun, pembebasanku membawa konsekuensi," lanjut Niken Sari. Suaranya berubah menjadi dingin. "Dunia ini akan berubah, Dirdja. Dan aku akan menjadi bagian dari perubahan itu."

Dirdja merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tidak mengerti maksud kata-kata Niken Sari. "Apa maksudmu?" tanyanya.

Niken Sari tersenyum misterius. "Kau akan segera tahu," jawabnya. Kemudian, dengan sekejap, Niken Sari menghilang, meninggalkan Dirdja sendirian di tengah hutan yang gelap.

Dirdja berdiri di sana, menatap kosong ke arah tempat Niken Sari menghilang. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Pembebasan Niken Sari seharusnya membawa kebahagiaan, namun mengapa ia justru merasakan kegelisahan yang mendalam?

Saat Dirdja hendak berbalik dan meninggalkan tempat itu, ia mendengar suara bisikan angin yang seolah-olah membawa pesan. "Kebaikan dan kejahatan adalah dua sisi mata uang yang sama. Pembebasan selalu diikuti oleh sebuah permulaan baru, namun juga sebuah akhir."

Dirdja merinding mendengar bisikan itu. Ia menyadari bahwa petualangannya belum berakhir. Justru, petualangan baru telah dimulai. Sebuah petualangan yang penuh dengan misteri dan bahaya.

Dirdja berdiri di tepi hutan, menatap desa yang tertidur lelap di bawah langit malam. Cahaya bulan memantul lembut di permukaan sungai kecil yang mengalir tenang. Namun, di balik keindahan malam itu, Dirdja merasakan kegelisahan yang mendalam. Peristiwa malam ini telah mengubah hidupnya selamanya. Pembebasan Niken Sari, wanita yang terkutuk selama berabad-abad, ternyata membuka kotak Pandora yang penuh misteri.

Niken Sari, dengan senyum misteriusnya, telah mengungkapkan bahwa pembebasannya akan membawa perubahan besar pada dunia. Dunia yang selama ini dikenal Dirdja akan berubah drastis, dan ia akan menjadi bagian dari perubahan itu. Dirdja tidak mengerti maksud sebenarnya dari kata-kata Niken Sari, namun instingnya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Dalam beberapa hari berikutnya, perubahan mulai terjadi di desa. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi mencekam. Terjadi fenomena alam yang aneh, seperti hujan darah dan angin puting beliung yang tiba-tiba. Hewan-hewan liar mulai menyerang desa, dan penduduk menjadi resah dan ketakutan.

Dirdja menyadari bahwa ia harus melakukan sesuatu. Ia mencari informasi tentang Niken Sari dan kekuatan magis yang dimilikinya. Dari buku-buku kuno yang ditemukan di perpustakaan desa, Dirdja mengetahui bahwa Niken Sari adalah keturunan dari ras kuno yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan alam. Namun, kekuatan itu juga dapat digunakan untuk menghancurkan.

Dirdja juga menyadari bahwa ia memiliki kekuatan magis yang tersembunyi di dalam dirinya. Kekuatan itu mulai muncul setelah ia menyentuh nisan hitam Niken Sari. Dengan bantuan seorang dukun tua yang tinggal di pinggiran desa, Dirdja mulai belajar mengendalikan kekuatan magisnya.

Sementara itu, muncul sosok misterius yang mengaku sebagai pelindung desa. Sosok ini memperingatkan Dirdja bahwa Niken Sari adalah ancaman bagi seluruh umat manusia. Ia menawarkan bantuan kepada Dirdja untuk menghentikan Niken Sari. Namun, Dirdja ragu-ragu. Ia tidak ingin menjadi musuh Niken Sari, namun ia juga tidak ingin melihat dunia hancur.

Dirdja dihadapkan pada pilihan yang sulit. Apakah ia akan terus membantu Niken Sari, meskipun ia tahu bahwa Niken Sari mungkin akan membawa kehancuran? Atau apakah ia akan mengkhianati Niken Sari demi menyelamatkan dunia? Dirdja merasa terjebak dalam sebuah dilema yang sulit.

Di tengah kebingungannya, Dirdja menemukan sebuah rahasia besar tentang masa lalunya. Ternyata, ia memiliki hubungan yang sangat erat dengan Niken Sari. Keduanya memiliki nasib yang saling terkait. Penemuan ini membuat Dirdja semakin bingung dan semakin sulit untuk mengambil keputusan.

Saat Dirdja sedang berusaha mencari jawaban, terjadi sebuah peristiwa yang mengubah segalanya. Niken Sari muncul di hadapan Dirdja dan mengungkapkan rencana jahatnya. Ternyata, Niken Sari ingin menguasai dunia dan menciptakan tatanan dunia baru di bawah kekuasaannya. Dirdja terkejut dan marah. Ia tidak menyangka bahwa wanita yang pernah ia selamatkan ternyata memiliki niat sekeji itu.

ilustrasi ( Sumber gambar : Pinterest) 
ilustrasi ( Sumber gambar : Pinterest) 
Pertempuran sengit pun terjadi antara Dirdja dan Niken Sari. Keduanya menggunakan seluruh kekuatan magis yang mereka miliki. Bumi bergetar, langit menghitam, dan angin bertiup kencang. Pertempuran itu mengguncang seluruh desa.

Pada akhirnya, Dirdja berhasil mengalahkan Niken Sari. Namun, kemenangan itu tidak datang dengan mudah. Dirdja harus mengorbankan sesuatu yang sangat berharga baginya. Saat Niken Sari menghilang, Dirdja berdiri di tengah reruntuhan desa. Ia merasa kosong dan kehilangan.

Dirdja menatap langit yang mulai cerah. Matahari terbit, menyinari bumi dengan sinarnya yang hangat. Namun, Dirdja merasakan ada sesuatu yang berbeda. Dunia telah berubah. Apakah perubahan ini membawa kebaikan atau kehancuran? Dirdja tidak tahu. Yang pasti, ia harus siap menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Dirdja berjalan seorang diri di jalanan desa yang hancur. Angin sepoi-sepoi membawa serta bau tanah yang basah. Di kejauhan, ia melihat sebuah cahaya terang menyinari langit. Cahaya itu semakin terang dan semakin besar, hingga akhirnya memenuhi seluruh langit. Dirdja terpesona oleh keindahan cahaya itu. Namun, di balik keindahan itu, ia merasakan ketakutan yang mendalam. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah cahaya itu membawa harapan baru atau justru menjadi pertanda kehancuran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun