Sejak awal menikah, saya dan istri telah sepakat untuk memegang prinsip bahwa masalah keluarga adalah masalah kita sendiri. Tidak ada yang lebih bertanggung jawab atas kehidupan rumah tangga kita selain kami berdua. Saya percaya, ketika memutuskan untuk menikah dan membangun keluarga, itu berarti kita juga mengambil tanggung jawab penuh atas segala hal yang menyangkut kehidupan rumah tangga tersebut, termasuk soal mengasuh anak. Itulah sebabnya saya memutuskan untuk membawa anak-anak saya ke kantor sejak mereka masih bayi.
Ketika anak pertama kami, seorang perempuan yang kami beri nama Caca, lahir, kami dihadapkan pada beberapa situasi yang membuat kami harus mencari solusi yang tidak biasa. Caca lahir ketika istri saya masih bekerja di sebuah perusahaan. Kami sadar betul bahwa dalam situasi ini, peran mengasuh anak tidak bisa sepenuhnya dilimpahkan kepada istri saya karena dia juga harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan selesai. Di sisi lain, kami tinggal jauh dari orang tua, yang tinggal di desa.Â
Meminta bantuan mereka untuk merawat Caca pun bukan pilihan yang ideal. Saya merasa bahwa tanggung jawab merawat anak tidak seharusnya dibebankan kepada orang tua kami, yang sudah cukup tua dan seharusnya menikmati masa tua mereka tanpa harus disibukkan dengan tanggung jawab besar seperti mengurus cucu. Mereka sudah menjalani hidup sebagai orang tua, sekarang giliran kami yang menjalankan peran tersebut.
Dengan situasi seperti itu, saya mengambil keputusan untuk membawa Caca ke kantor bersama saya. Pada awalnya, tentu saja ada keraguan. Bagaimana mungkin saya bisa bekerja sambil merawat anak? Namun, saya yakin bahwa dengan kemauan dan kerjasama yang baik antara saya dan istri, hal ini bisa dijalankan. Kami membahas rencana ini dengan cermat.Â
Istri saya mendukung penuh keputusan ini, dan kami saling berbagi tanggung jawab dalam mengasuh anak tanpa melupakan tanggung jawab pekerjaan masing-masing. Setiap pagi, saya menyiapkan perlengkapan Caca sebelum berangkat ke kantor. Di kantor, saya mendirikan area kecil yang nyaman untuk Caca, dan setiap saat saya berusaha membagi perhatian antara pekerjaan dan kebutuhan bayi kami.
Meskipun awalnya sulit, perlahan-lahan saya menemukan ritme yang tepat. Saya belajar untuk multitasking, sesuatu yang mungkin bagi sebagian orang terdengar mustahil, tetapi ternyata bisa dilakukan. Ada saat-saat di mana saya harus menunda pekerjaan karena Caca membutuhkan perhatian. Ada pula saat-saat di mana saya bisa fokus pada pekerjaan saat Caca tertidur. Tantangan ini justru membuat saya semakin sadar bahwa kita, sebagai orang tua, memiliki kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dengan situasi apa pun, selama ada kemauan dan kerja sama yang baik dengan pasangan.
Tentu saja, tidak semua orang di sekitar saya bisa langsung memahami keputusan ini. Ada rekan kerja yang bertanya-tanya mengapa saya membawa anak ke kantor. Namun, saya selalu menjelaskan bahwa ini adalah tanggung jawab saya sebagai ayah. Tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa saya adalah termasuk suami-suami takut istri. Â Namun ada juga yang memuji keputusan saya ini.Â
Dalam pandangan saya, menjadi ayah bukan berarti hanya menjadi pencari nafkah. Menjadi ayah juga berarti hadir secara fisik dan emosional untuk anak-anak kita. Saya tidak ingin melewatkan momen-momen penting dalam perkembangan Caca hanya karena saya harus bekerja. Saya percaya bahwa pekerjaan dan tanggung jawab sebagai orang tua bisa berjalan beriringan jika kita bisa menemukan cara yang tepat untuk mengelolanya.