Adakah yang aneh? Mungkin tidak, jika kita sehari-hari bahkan bertahun tahun sudah biasa melihat dan merasakan keadaan dengan akses dan kondisi demikian. Hal itu mengingatkan saya akan catatan yang pernah disampaikan oleh salah satu warga perbatasan sekaligus daerah tertinggal di Kalimantan Barat, bahwa "kondisi akses yang terbatas bagi kami sudah menjadi hal yang wajar, biasa dan bukanlah suatu keanehan lagi, tetapi bagi kalian yang biasa tinggal di kota dengan akses yang mudah, ketika melihat kondisi kami disini mungkin sesuatu yang aneh dan luar biasa".
Saking besarnya potensi desa, setiap Kementerian & Lembaga pemerintah dan lembaga swasta berlomba-lomba menyodorkan berbagai program untuk Desa. Contohnya BKKBN punya kampung KB, Kemenkes dengan Desa Siaga, Kemenpar dengan Desa Wisata, Kemensos dengan Desa Sejahtera Mandiri, Kemendes Dengan Desa Mandiri, Kemenristekdikti dengan Desa Inovasi, Kementerian Kelautan dengan Desa pesisir tangguh, Kemenag dengan Desa Sakinah dan beberapa Kementerian/Lembaga lain dengan programnya masing-masing. Setiap program tersebut tentu punya alokasi anggaran yang siap digelontorkan ke Desa. Kebayang bukan, berapa banyak program dan anggaran jika dikumpulkan jadi satu atau ada di satu Desa.
Agar bayangan semakin jelas, sedikit saya akan membuka catatan terkait alokasi anggaran program generasi sehat dan cerdas milik Kemendes. Program ini merupakan penanggulangan kemiskinan yang secara khusus mengintervensi bidang kesehatan dan pendidikan. Tahun 2016 saja total anggaranya mencapai 628,64 milyar, dengan rincian 348,64 Milyar hibah luar negeri Bank Dunia dan 280 milyar rupiah murni. Alokasi kegiatan program itu di lakukan di 5.753 Desa, 415 Kecamatan, 66 Kabupaten di 11 Provinsi.
Itu baru satu catatan salah satu program dari satu Kementerian. Kebayang bukan, ada berapa banyak anggaran yang akan gelontorkan ke Desa dari semua Kementerian dan lembaga pemerintah yang ada. Belum termasuk donatur organisasi swasta lokal, nasional maupun asing. Sayangnya Kebijakan dan informasi yang muncul ke publik, program Desa Sehat dan Cerdas Kemendes ini hanya mengakomodir 2 tenaga kesehatan dari 12 kelompok tenaga kesehatan yang ada. Meskipun catatan rasio belanja kesehatan Indonesia terhadap produk domestik bruto 2014 hanya berada di 3 terbawah setelah Brunei dan Myanmar dari 11 negara se ASEAN, India dan Tiongkok.
Pertanyaanya, apakah Desa sudah siap menerima dan melaksanakan semua program-program itu?. Saya yakin, hal itu bukanlah perkara mudah bagi Desa. Inilah saatnya pemuda-pemudi terpelajar dan unggulan negeri ini bergerak kembali ke Desa, karena Desa membutuhkan SDM dengan pengetahuan dan keterampilan profesional yang beraneka ragam sesuai program yang sudah dititahkan oleh sang raja (pemerintah), melalui Kementerian dan Lembaganya. Begitu banyak program yang siap membanjiri Desa, yang mestinya bisa menjadi sumber kekuatan upaya kesehatan hingga kesejahteraan.
Maka tidak heran, dalam catatan awal laporan pertanggung jawaban Ketua umum PERSAKMI (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia) 2013-2017 merespon kondisi-kondisi kontradiktif seperti itu. “Analisanya karena perubahan kondisi kekinian tersebut, tidak dibarengi dengan kesiapan SDM kesehatan untuk mengelola dan menghadapinya. Akibatnya, kita belum bisa melepaskan diri dari beban berlipat (triple burden) terhadap masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu SDM yang dianggap belum optimal perannya adalah para Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM). Padahal, berdasarkan realitas normatif sesuai dengan keilmuannya, mestinya eksistensi, peran dan fungsi S.KM dianggap mampu mewarnai perubahan sistem, program dan kebijakan dibidang kesehatan tersebut. Namun hingga saat ini semua itu belum banyak terwujud”, demikian sepenggal pesan dalam, yang sempat disampaikan di musyawarah nasional Padang 6/9/2017.
Disisi lain, kesehatan menjadi salah satu pelayanan dasar yang wajib dilaksanakan pemerintah daerah dan masuk ke dalam program strategis nasional. Bahkan ancaman keras bagi pemda cukup tegas tercatat dalam undang-undang (UU) 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Khususnya pasal 68, tertulis Kepala daerah dan/atau wakil kepala Daerah yang tidak melaksanakan Program Strategis Nasional akan dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubernur dan/atau wakil Gubernur serta oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk Bupati dan/atau Wakil Bupati atau Walikota dan/atau Walikota.
Dalam hal teguran tertulis telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan. Dalam hal Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara, tetapi tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
Ternyata bukan hanya itu, di balik catatan UU tenaga kesehatan 36/2014 pasal 13 dan 27, Pemda juga diwajibkan memenuhi tenaga kesehatan baik jumlah, jenis dan kompetensinya termasuk mengisi atau mengganti jika terjadi kekosongan. Adapun yang perlu di catat dan diperhatikan bahwa, kelompok jenis tenaga kesehatan negeri ini bukan hanya ada 2, 3 atau 4 saja tetapi ada 12 jenis, itu pun kalau tidak nambah lagi. Banyak bukti di berbagai daerah maupun pusat, pemerintah hanya fokus kepada tenaga kesehatan itu-itu saja. Oleh karena itu, untuk apa Negeri ini memproduksi tenaga kesehatan sebanyak itu jika tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
Semoga sedikit catatan ini bisa menambah warna dalam daftar catatan penting kesehatan, sebagai bekal menuntun harapan menyehatkan negeri di masa depan. Selamat ber HKN dan semoga sehat selalu.
Memaknai HKN ke 53