Mohon tunggu...
Agus Samsudrajat S
Agus Samsudrajat S Mohon Tunggu... Dosen - Membuat Tapak Jejak Dengan Berpijak Secara Bijak Dimanapun Kaki Beranjak. http://agus34drajat.wordpress.com/

Public Health, Epidemiologi, Kebijakan Kesehatan @Wilayah Timur Khatulistiwa Tapal Batas Indonesia-Malaysia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Meradang Saat Prestasi Pangan Menjulang

17 Oktober 2017   03:05 Diperbarui: 17 Oktober 2017   08:49 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah negara termasuk Indonesia kembali menyambut perayaan hari pangan sedunia yang biasa diperingati setiap 16 oktober. Sebuah momentum bersejarah sekaligus menjadi bahan evaluasi rutin setiap tahun bagi dunia termasuk Indonesia mengenai situasi dan keadaan pangan dan dampaknya. Sebab, Prestasi Indonesia dimata dunia khusus masalah pangan kini sedang menjulang di puncak tertinggi dibandingkan negara-negara lain dengan kenaikan point yang cukup signifikan (+2,7) menurut Global Food Security Index 2016.

Disisi lain menurut informasi dan data ketahanan pangan 2015 Kementerian Kesehatan, Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan merupakan masalah kesehatan nasional yang harus ditangani dengan serius. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99 kasus lain yang tidak dilaporkan. 

Tidak hanya di negara berkembang, di negara maju, termasuk Amerika Serikat yang dipandang memiliki tingkat kesehatan yang lebih tinggi, diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di negara maju mengalami KLB keracunan pangan setiap tahunnya menurut kajian Jenie dan Rahayu, 2002. Bahkan di Eropa, keracunan pangan merupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah Infeksi Saluran Pernapasan Atas atau ISPA sebagaimana laporan Sharp dan Reilly, 2000.

Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2011 sebanyak 177 kejadian dengan jumlah kasus sebanyak 7.686 kasus dan rata-rata kasus kematian 0,35%. Tahun 2012 mengalami peningkatan 76,27% dari tahun 2011 dengan 312 kejadian dengan kasus 9.626 dan rata-rata kasus kematian 0,19%. Untuk tahun 2013 KLB keracunan pangan di Indonesia mengalami penurunan 25% dari tahun 2012 dengan 233 kejadian, 27.405 kasus dan CFR 0,10%. Tahun 2014 KLB keracunan pangan di Indonesia meningkat lagi sebesar 31,33% dari tahun 2013 dengan jumlah kasus sebanyak 9.657 kasus dan rata-rata kasus kematian 0,42% berdasarkan data Subdit Higiene Sanitasi Pangan serta Subdit Surveilans dan Respon KLB, Kemenkes, 2014.

Menariknya perayaan hari pangan sedunia tahun 2017 ini, rencananya akan di helat secara akbar di Kabupaten Kubu Raya dan daerah perbatasan negara Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat 19 oktober 2017. Kendati secara hasil Pemantauan Status Gizi Indonesia 2016, Kalimantan Barat memiliki kasus masalah gizi akut dan kronis diatas batas standar WHO, mulai dari kasus anak pendek, anak kurus, gizi buruk sampai gemuk.

Prestasi Pangan Indonesia di Tingkat Dunia

Prestasi pangan Indonesia secara global menurut indeks ketahanan pangan (Food Sustainable Index) 2017 mampu masuk ke dalam kelompok 25 besar. Indonesia ada  diurutan 21 tepat dibawah Brazil dan posisi puncak diduduki oleh Perancis, Jepang dan Kanada. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi Indoensia ketika prestasi ketahanan pangan Indonesia bisa menjadi yang terbaik sekelas negara maju bahkan diatas India, Arab Saudi, Mesir dan Uni Emirates Arab.

Indeks tersebut meliputi tiga kategori, yaitu sampah dan bahan makanan yang terbuang (Food Loss and Waste), keberlangsungan pertanian (Sustainable Agriculture), dan tantangan nutrisi (Nutritional Chalenges).Dalam indikator Food Loss and Waste Indonesia berada di posisi 24, dengan skor 32,53. Sustainable Agriculture, Indonesia mendapat skor 53,87 dan berada pada peringkat 16. Sedangkan Nutritional Chalenges berada di peringkat 18 dengan skor 56,79. Indeks ini digunakan untuk menganalisis pertanian, nutrisi, dan sampah makanan di 25 negara yang terhitung menjadi 87 persen dari Produk Domestik Bruto dan 72 persen dari populasi dunia. Berikut screenshot infografis peringkat pangan Indonesia 2017.

food-sustainability-index-2-59e5162c147f965ef63af602.jpg
food-sustainability-index-2-59e5162c147f965ef63af602.jpg
food-sustainability-index-59e4ea494869324ce053a502.jpg
food-sustainability-index-59e4ea494869324ce053a502.jpg
food-sustainability-index-2-59e4ea59c226f951002a8132.jpg
food-sustainability-index-2-59e4ea59c226f951002a8132.jpg
Indonesia Darurat Pangan, Gizi & Kesehatan

Sungguh ironi, faktanya dibalik memuncaknya prestasi pangan yang semakin baik, justru masalah gizi dan Penyakit Tidak Menular (PTM) dalam situasi yang sangat darurat. Indonesia termasuk salah satu dari 17 negara dari 193 negara yang mempunyai 3 masalah gizi tinggi pada anak balita (bawah lima tahun) yaitu Stunting (anak pendek), Wasting (kurus) dan Overweight (Gemuk).

PTM yang didalamnya juga disebabkan karena sangat berkaitan dengan masalah gizi, menunjukan gambaran yang semakin meningkat bahkan lebih dari 60% beban negara akibat angka kesakitan dan kematian disebabkan karena PTM seperti Jantung, Kanker, Diabetes, Hipertensi, dan Gagal Ginjal.

Hal tersebut menunjukan bahwa ada masalah yang belum berhasil diperbaiki atau bahkan mungkin belum ditemukan penyebab sesungguhnya. Sehingga upaya perbaikan tersebut belum membuahkan hasil yang diharapkan. Kondisi itu pula menunjukan bahwa keadaan pangan Indonesia yang cukup baik tidak berbanding lurus atau sejalan dengan masalah kesehatan bangsa khususnya gizi dan PTM. 

Sesuai dengan standar WHO, suatu wilayah dikatakan akut kronis jika memiliki prevalensi anak pendek 20% atau lebih, dan kurus 5% atau lebih. Sedangkan dikatakan tidak ada masalah gizi bila kasus balita pendek kurang dari 20% dan prevalensi balita kurus kurang dari 5%. Dari 496 kabupaten kota yang disurvei, hanya 9 kabupaten/kota di Indonesia yang bebas masalah gizi, 63 akut, 20 kronis dan 404 kabupaten/kota dengan kondisi akut dan kronis. Hal itu berarti  81-82 % wilayah Indonesia saat ini dalam keadaaan situasi darurat gizi dan PTM. Berikut ini beberapa infografis sebaran masalah gizi Indonesia.

gizi-buruk-kurang-ri-kemenkes-2016-59e515db63eae77d1b22e922.jpg
gizi-buruk-kurang-ri-kemenkes-2016-59e515db63eae77d1b22e922.jpg
indonesia-kurus-kemenkes-2016-59e515e8147f965f666e4882.jpg
indonesia-kurus-kemenkes-2016-59e515e8147f965f666e4882.jpg
stunting-indonesia-kemenkes-2016-59e515fc147f965f6c41e3f2.jpg
stunting-indonesia-kemenkes-2016-59e515fc147f965f6c41e3f2.jpg
Penelitian Victoria et all, yang dipublikasikan The Lancet's Series on Maternal and Child Undernutrition 2, tahun 2008 di 5 negara memberikan bukti kuat bahwa gizi yang cukup di dalam kandungan dan di usia 2 tahun pertama kehidupan, sangat kritis untuk pembangunan sumber daya manusia.

Bukti lain sebuah kajian dari India oleh Chandrakant L dalam jurnal The Lancet Series and Indian Perspective, Indian Pediatrics Volume 45 tahun 2008 menyimpulkan anak yang gizi kurang, cenderung menjadi dewasa pendek, selanjutnya cenderung melahirkan bayi kecil, yang mempunyai risiko berprestasi pendidikan yang rendah, dan pada akhirnya mempunyai status ekonomi yang rendah. Stunting pada usia dini dapat memprediksikan kinerja kognitif dan risiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner pada saat dewasa.

Tawaran Solusi Atas Masalah Kesehatan Akibat Pangan & Gizi

Kekayaan sumber daya pangan lokal Indonesia sesungguhnya sangat melimpah menjadi sebuah solusi tepat yang harus terus ditingkatkan. Baik produksi, mutu, dan hygiene sanitasinya. Dari Sabang sampai Merauke Indonesia memiliki berbagai jenis makanan khas baik makanan dari darat, air laut dan air tawar yang bisa menjadi sebuah solusi mudah dan dekat dalam memperbaiki masalah kesehatan akibat masalah gizi. Jangan sampai masyarakat dan negara kita hanya bisa meng ekspor, memproduksi dan menghasilkan tetapi rakyatnya sendiri tidak bisa menikmati sumber makanan bergizi. 

Contoh potensi lokal negeri kita yang dianggap berkualitas dan menjadi pangan ekspor adalah, beberapa jenis ikan laut, seperti Ikan Kakap, Cumi, Udang, Ikan Sidat dan beberapa jenis ikan lainya. Kita kaya akan sumber karbohidrat ubi, talas, jagung, bahkan jenis umbi porang di ekspor ke Jepang tetapi kita masih mengimpor beras. 

Begitu juga dengan potensi sumber protein yang menurut Penelitian Kementerian Pertanian dalam warta Puslitbang Perkebunan Vol. 18 No. 3, 2012 menyimpulkan kandungan protein tempe dari biji karet justru lebih tinggi dibandingkan tempe dari kedelai. Tetapi sayang hingga saat ini olahan makanan dari biji karet belum banyak dimanfaatkan masyarakat. 

Indonesia memiliki lahan perkebunan karet terluas didunia dan lebih luas bandingkan lahan perkebunan kedelai, tetapi pemanfaatan biji karet sebagai sumber protein masih dianggap sebagai limbah kalah populer dibandingkan kedelai yang bahan bakunya sendiri masih impor . Semoga hari pangan sedunia tahun ini menjadi pemantik semangat kita bersama dalam melangkah memperkuat jatidiri bangsa melalaui pangan dan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun