Menurut WHO, Kementerian Kesehatan dan Persakmi, Penyakit jantung merupakan penyakit yang bisa dicegah, melalui pengetahuan, perilaku dan lingkungan yang sehat. karena faktor resiko terbesar penyakit jantung adalah kesadaran atau kemauan perilaku dan upaya seseorang, masyarakat dan pemerintah untuk menjaga lingkungan disekitar kita dari segala faktor resiko.
Kita ketahui Indonesia dan beberapa wilayah masih sangat lemah dalam upaya menekan faktor resko penyakit jantung. Salah satunya adalah angka perokok. Bahkan menurut berbagai data dan penelitian, perilaku jumlah orang merokok baik anak-anak maupun dewasa justru menunukan angka yang semakin meningkat.
Banyak daerah yang belum berani secara tegas menerapkan aturan kawasan tanpa rokok di area publik dan menolak iklan rokok seperti yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, Desa Ngunut, Desa Sidoluhur Yogyakarta, Desa Bone-Bone Sulawesi Selatan, Desa Sitiung Sumatera Barat. Beberapa contoh lain kebijakan sehat untuk menjaga kesehatan jantung adalah kebijakan wajib Gowes pemerintah Kota Surabaya yang baru akan diterapkan tahun ini. Kebijakan itu bukan hanya untuk jantung sehat tetapi sekaligus mengurangi polusi kota yang wajib ditaati oleh pegawai negeri sipil saat pergi kekantornya.
Banyak Riset, kegiatan dan Inovasi program untuk mencegah penyakit jantung dari sisi perilaku atau gaya hidup dan sistem kehidupan masyarakat yang telah diupayakan oleh Pengurus maupun anggota Persakmi dari Aceh sampai Papua. Akan tetapi upaya Persakmi, atau organisasi penggiat kesehatan lain, tidak akan maksimal jika pemerintah dan masyarakat tidak mendukung dan mengapresiasi setiap upaya upaya tersebut.
Salah satu contoh upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak masyarakat untuk menjaga aktifitas fisik minimal 30 menit per hari, menjaga pola makan yang sehat dan seimbang, menghindari segala faktor resiko seperti mengelola stress, tidak merokok, dan tidak minum alkohol. Upaya itu harus dilakukan secara nyata mulai dari ditataran kebijakan atau peraturan, maupun tataran langsung ke masyarakat melalui pendidikan, pendampingan masyarakat, instansi maupun kelompok masyarakat.
Adakalanya perubahan perilaku sehat termasuk penyakit jantung dan faktor resikonya diperlukan pendekatan masyarakat berbasis perilaku dan budaya setempat. Selain melakukan pendekatan ke pihak pemerintah eksekutif maupun pihak legislatif. Hal in bisa mengurangi beban negara akibat sakit jantung yang menut data BPJS cukup
Hasil pengamatan Persakmi selama puluhan tahun, bahwa bentuk aksi perubahan gaya hidup untuk pencegahan PTM seperti penyakit jantung dimasyarakat tidak bisa disamakan antara satu tempat dengan tempat yang lain maupun satu kelompok dengan kelompok yang lain. Perlu dukungan yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah dalam menekan faktor resiko penyakit jantung melalui peraturan, anggaran sampai tataran aksi operasional.
Oleh sebab itu Persakmi didaerah berusaha untuk terus memahami budaya masyarakat dan memanfaatkan sumber potensi kearifan lokal setempat sebagai faktor pendukung perubahan perilaku penyakit jantung dan faktor resiko yang bisa dimodifikasi selain penguatan sistem kesehatan daerah melalui eksekutif dan legislatif. Karena setiap masyarakat di Indonesia memilki tingkat pengetahuan, pendidikan, agama, bahasa, suku, lingkungan geografis, sosial dan budaya yang perbedaanya sangat mencolok dan beraneka ragam.
Laporan Kementerian Kesehatan menyatakan, deteksi dini dan penanganan awal hipertensi serta faktor risiko melalui kebijakan kesehatan masyarakat untuk mengurangi paparan terhadap faktor risiko, telah berkontribusi secara bertahap terhadap turunnya kematian karena serangan jantung dan stroke di negara berpenghasilan tinggi lebih dari tiga dekade terakhir. Jika hipertensi dapat dideteksi sejak dini, maka kemungkinan terjadinya risiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal dapat diminimalisir.
Deteksi sejak dini dapat menurunkan biaya pengobatan yang dibutuhkan untuk mencegah serangan jantung dan stroke. Orang dewasa tanpa terkecuali disarankan untuk memeriksa tekanan darahnya dan mengetahui tingkat tekanan darahnya.Tekanan darah dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah digital. Jika terdeteksi mengalami hipertensi maka selanjutnya perlu memeriksakan dirinya ke tenaga kesehatan.
Sebagaimana penyakit menular lainnya, perawatan mandiri dapat memfasilitasi deteksi dini penderita hipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan dan perilaku hidup sehat, pengendalian dan kewaspadaan yang lebih baik terhadap pentingnya mencari pertolongan kesehatan jika dibutuhkan.