Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) menjadi agenda rutin setiap 29 september bagi dunia termasuk Indonesia. Hari Jantung sedunia bertujuan untuk mengingatkan, menjaga, mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya penyakit jantung.
Menurut World Heart Federation masalah Jantung disebutkan sebagai pembunuh dan penyebab kecacatan tertinggi sekaligus penyumbang penyakit tidak menular (PTM) di Dunia. Lebih dari 17 juta atau 31 % kematian akibat penyakit tidak menular di Dunia diakibatkan oleh penyakit Kardiovaskuler Gangguan Fungsi Jantung dan Pembuluh Darah). Kerugian yang diakibatkan mencapai 863 milyar dolar Amerika.
Bukan hanya itu, bahkan PTM yang di dalamnya termasuk penyakit jantung menghabiskan 30 % anggaran yang ada di BPJS (Badan Pengelola Jaminan Sosial) Kesehatan. Data sampai tahun 2015 saja Rp 5,462 triliun atau 12 % anggaran BPJS Kesehatan habis untuk menanggung klaim bagi pasien penyakit jantung.
Lebih dari 9 juta kematian disebabkan oleh PTM termasuk penyakit Jantung sebelum usia 60 tahun dan 90% dari kematian dini tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Apalagi sejak 1990-2015 kecendrungan angka penderita PTM termasuk Penyakit Jantung di Indonesia justru semakin naik.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit jantung yang secara ilmiah juga dikategorikan dengan istilah penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit kardiovaskuler, tetapi yang paling umum dan paling terkenal adalah Penyakit Jantung Koroner dan Stroke.
Survei Sample Regristration System (SRS) tahun 2014 di Indonesia menunjukkan, Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke. Mitos yang beredar, penyakit jantung adalah penyakit orang kaya atau status ekonomi tinggi. Tetapi data Riset Kesehatan Dasar 2013, menyatakan penyakit Jantung justru banyak diderita oleh masyarakat dengan status ekonomi bawah dan ekonomi menengah.
Menurut Kementerian Kesehatan, faktor risiko penyakit jantung terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (tidak dapat dicegah atau diubah) dan dapat dimodifikasi (bisa dicegah atau diubah). Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain, riwayat keluarga, umur, jenis kelamin dan obesitas. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipidemia (kadar lemak dalam darah terlalu tinggi atau terlalu rendah), kurang aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan stres.
Dalam rangka mengendalikan peningkatan kejadian penyakit, kematian dan kecacatan yang disebabkan penyakit jantung, perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan dengan meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat dalam mengenali gejala dan faktor risiko penyakit jantung. Dengan demikian barulah selanjutnya bisa menentukan langkah-langkah pencegahan yang tepat dan sistematis.
Masyarakat awam bisa meminta bantuan kepada tenaga kesehatan, organisasi profesi atau lembaga pendidikan kesehatan masyarakat selain pihak Puskesmas setempat untuk memberikan pendidikan terkait menjaga dan mencegah penyakit jantung. Salah satunya adalah dengan menghubungi Pengurus atau anggota Persakmi (Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia) baik Pusat maupun Provinsi atau Kabupaten setempat. Informasi seputar keberadaan Persakmi baik Pusat dan Daerah bisa diakses melalui web Persakmi, fanspage facebook, twitter dan instagram (sekretariat.persakmi@gmail.com).
Persakmi selalu menggandeng pemerintah Pusat dan Daerah bersama masyarakat untuk terus memaksimalkan fungsi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) sebagai agen kesehatan masyarakat. Sebab, SKM sebagai salah satu prioritas utama tenaga kesehatan yang harus difungsikan sebagaimana mestinya. Upaya pemenuhan tenaga di sektor non kesehatan yang terkait dan sektor kesehatan seperti Puskesmas baik kecamatan maupun Desa/Kelurahan merupakan wujud nyata atas rencana strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, Peraturan Menteri Kesehatan 75/2014 tentang Puskesmas dan Peraturan Menteri Kesehatan 33/2015 tentang pedoman perencanaan tenaga kesehatan untuk Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat penyakit jantung.
Prof. DR., Ridwan Amiruddin., SKM., MScPH., M.Kes, selaku guru besar Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar sekaligus Ketua umum Persakmi 2017-2021 yang sering disapa "Bang Prof" memberikan pesan kepada publik. "para SKM sengaja di lahirkan dan di didik sacara khusus untuk menjaga kesehatan dan mencegah segala macam penyakit atau masalah kesehatan masyarakat". Hal itu berarti termasuk mencegah angka kematian dan angka kesakitan akibat penyakit jantung melalui upaya perubahan paradigma, perilaku dan dukungan penguatan sistem kesehatan.