Data yang dihimpun Kementerian Desa 2016 mengungkap 28,7 penduduk miskin di Indonesia, 17,9 Juta penduduknya tinggal di desa, 14% dari 74.093 desa tidak memiliki sekolah dasar, 11 % KK dari 50,6 juta KK yang tinggal di desa belum ada akses listrik. 32,5 % dari 74,093 desa belum memiliki akses air bersih. 9,4 % desa di Indonesia tidak memiliki sinyal telekomunikasi, dan 14 % desa dengan akses jalan yang buruk.
Desa sangat tertinggal mencapai 13.453 Desa atau 18,25 %, desa tertinggal ada 33.592 desa atau 45,57 %, desa berkembang 22.882 desa atau 31,04 % , desa maju 3.608 desa atau 4,89 % desa mandiri hanya 174 desa atau 0,24%. Data ini merupakan sebuah fakta akan problem akses sebuah masyarakat yang dapat mempengaruhi pelayanan kesmas. Yakinkah pemerintah lebih memilih menempatkan tenaga kesehatan lain di daerah dengan akses serba minimalis seperti itu?
Sesungguhnya telah siap tenaga kesehatan yang dibekali pendidikan formal (sedikitnya empat tahun) dengan kompetensi tenaga teknis atau analis masalah kesehatan masyarakat, memiliki beberapa metode teknis membina perilaku dan pemberdayaan masyarakat yang sehat maupun yang sakit (bukan penyembuhan penyakit) untuk lebih sehat, kreatif dan produktif, mampu melibatkan kerja sama lintas sektor baik pemerintah maupun swasta terkait, guna menunjang terpenuhinya akses dan mutu layanan kesehatan yaitu Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).Â
Berikut ini gambaran sebagian potret akses warga sehari-hari dari desa ke Kabupaten Sintang Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia untuk bisa mendapatkan kebutuhan pokok termasuk layanan kesehatan.
Program SKM turun desa atau program minimal satu SKM satu desa/kelurahan yang digagas salah satu anggota PERSAKMI (Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia) adalah program solusi yang tepat, efektif dan efesien berdasarkan kajian-kajian ilmiah.Â
Faktanya semakin banyak SKM terpilih menjadi tenaga kesehatan berprestasi dan teladan tingkat provinsi, nasional bahkan internasional. SKM bisa dan mampu mengubah perilaku, lingkungan dan akses masyarakat untuk hidup bersih dan sehat melalui terobosan-terobosan program inovatifnya.
Kebijakan penempatan SKM di desa/kelurahan tentu harus diimplementasikan secepat mungkin oleh semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hak dasar hidup masyarakat, yaitu sehat. Bukan hanya itu keberadaan SKM dapat meningkatkan akses dan mutu layanan kesmas (berbeda dengan layanan kedokteran/medis).Â
Program penempatan SKM tersebut didukung dengan adanya berbagai kebijakan seperti Undang-Undang (UU) Kesehatan, UU desa, UU tenaga kesehatan, Indeks Desa Membangun bahkan di beberapa daerah diperkuat dengan peraturan daerah, dan peraturan desa. Tujuannya ialah memperbaiki masalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan metode pemberdayaan masyarakat melalui potensi lokal dan budaya setempat. Baik PHBS tempat-tempat umum seperti sekolah, pasar, tempat ibadah, tempat bekerja, pelayanan kesehatan, maupun PHBS rumah tangga. Sehingga dalam satu desa/kelurahan atau komunitas masyarakat minimal memilki petugas yang fokus memperhatikan dan membina (mencegah, memelihara, dan melindungi) masyarakat. Mari sehatkan setiap kebijakan kita, demi masa depan anak cucu kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H