Mohon tunggu...
Agus Edi Santoso
Agus Edi Santoso Mohon Tunggu... -

Guru SMP Tunas Bangsa Gading Serpong

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Berpolitik Ke-Tuhanan atau Ketuhan-tuhanan

24 Februari 2017   17:32 Diperbarui: 24 Februari 2017   17:39 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak postingan di media sosial, tentang opini atau pun fakta yang berkaitan dengan lawan politik atau bicara tentang pasangan pilihannya. Postingan yang lunak maupun fulgar semua seakan bernada menjatuhkan. Bukan tidak sengaja, semua memang sudah diatur sedemikian rupa, berharap apapun yang ditulis akan memberikan dampak perubahan pemikiran dari pendukung lawan berbalik ke dukungannya. Semua tulisan, foto, atau pun video dengan disertai data lengkap, atau hanya berupa analisa pribandi yang jauh dari sifat ilmiah begitu gampang kita temui di halaman dinding dan pemberitaan. Semua menjadi senjata untuk saling menyerang. Saling menjatuhkan, dan bahkan terkesan mulai saling mengolok-olok. 

Fenomena seperti ini hampir selalu ditemukan dalam setiap moment serupa pilkada di belahan dunia mana pun.
Entah berharap dukungan lawan akan berubah, atau hanya sekedar memperolok kekuarangan lawan, yang pasti semua sudah nampak sebagai perang terbuka untuk saling mengubah tanggapan dan pilihan.

Perubahan tanggapan dan pilihan seseorang memang bisa dipengaruhi oleh data ilmiah dan data yang valid. Setiap orang pasti akan berubah bila melihat kenyataan bahwa apa yang dipikirkan dan diyakini itu ternyata salah. Tapi itu jika kita memilih berdasarkan akal sehat dan pemikiran yang logis.

Dari jaman mulai orang mengenal peradaban dan pengetahuan, pemahaman agama dan ilmu pengetahuan memang hampir tidak sejalan. Terutama tentang apa pun yang terjadi, dan kejadian atas penciptaan dunia. Setiap orang meyakini keduanya benar, tapi bermuara dari hal yang berbeda. Logis dan iman. Logis dimulai dengan teori yang ilmiah, tapi iman tidak butuh pembuktian. Bahkan teori tentang bentuk bumi pun sampai sekarang masih ada yang berkeyakinan berbeda. Ada yang bulat, bahkan ada yang mati-matian mengatakan datar. Banjir yang terjadi baru baru ini pun ada yang beranggapan bahwa itu karena kemarahan sang pencipta atas ciptaanya. Bukan dari dampak kesalahan banyak orang, apalagi tentang siklus lima tahunan. 

Seperti yang saya pernah katakan, keyakinan yang tanpa akal sehat, akan menjadi komoditi yang menjanjikan digunakan untuk penggalangan segmen pasar perpolitikan. Terutama di indonesia. Yang sebagian besar masih menggunakan iman kepercayaan tanpa akal sehat. Sehingga apa pun yang mereka yakini benar, ketika menemukan fakta kebenaran baru yang bertolak belakang, iman yang bicara, bukan logika dan akal sehat. 

Para elit politik memanfaatkan hal ini sebagai tonggak yang kuat bagi pendukung pasangan yang diusung. Serangan apapun, yang menjelaskan fakta ataupun data, tak akan mampu mengubah pilihan mereka karena ini adalah panggilan iman. 

Jadi upaya memberikan opini itu tidak sepenuhnya mampu menjelaskan. Penggunaan data ilmiah tak akan bisa menggoyah apalagi mengoyak selaput kuat yang menyelubungi pikiran mereka. 

Jadi percuma kita saling memberikan data ataupn cerita, jika pada akhirnya hanya bermuara pada keretakan satu sama lain. Ini seperti mendebatkan keyakinan masing-masing. Keyakinan yang sudah ditanam dari sejak kita keluar dari rahim bunda. Mustahil dan hampir tak akan berhasil. Percuma jika kita terus memadukan sesuatu yang riil dengan dunia yang masih bayangan dan katanya.

Cacian, fitnah, olokan, dan hal-hal lain akan terus menghiasi dinding-dinding pikiran dan media sosial kita. 

Ah sudahlah, percuma aku lanjutkan tulisan jika logika tetap tak kau gunakan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun