Alasannya sederhana saja, keluarga-keluarga tersebut sangat berharap agar anak gadisnya kelak dapat hidup bahagia dan sejahtera, lahir dan batin dalam bahtera rumah tangga yang dibinanya bersama pria pilihan keluarganya.
Zaman terus bergulir. Setelah adanya pemerataan kesempatan untuk menempuh pendidikan di bangku sekolah bagi kaum wanita; maka konsep perjodohan ini kemudian mengalami pergeseran makna dan konsep penerapannya.
Keluarga-keluarga yang mempunyai anak gadis dengan pendidikan yang tinggi cenderung akan mencari pria yang cukup berharta. Dan untuk melakukan seleksi, biasanya keluarga-keluarga tersebut menetapkan sejumlah "mahar" yang harus dipenuhi oleh calon menantunya.
Jika mahar dapat dipenuhi, kemungkinan perkawinan akan segera digelar sesuai dengan tanggal dan kesepakatan yang sudah ditentukan oleh kedua belah pihak.
Di sini perjodohan yang demikian tidak selalu memedulikan perasaan cinta yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang akan dinikahkan. Meskipun ke depannya selalu ada peluang bagi keduanya untuk saling mencintai dalam bingkai perjalanan waktu yang diarungi bersama; namun tidak sedikit pula perjodohan yang demikian berakhir dengan perceraian atau perpisahan. Bahkan ada yang harus berpisah tatkala usia pernikahan masih seumur jagung!
Ketika seorang wanita yang memiliki pendidikan tinggi hendak mencari pasangan hidup dengan kriteria tertentu; terkadang jodoh yang diharapkannya tak kunjung tiba untuk sekian waktu lamanya. Akibatnya si wanita tadi harus melajang hingga waktu yang tak dapat dipastikan. Di satu sisi keinginannya untuk hidup berumah tangga begitu besar, namun di sisi lain dirinya tak berdaya untuk melawan keinginan kedua orang tua yang sudah menyekolahkannya tinggi-tinggi.
Kondisinya ada jauh berbeda dengan para pria, yang cenderung "lebih bebas" menentukan pilihan dan jodohnya. Meskipun perjodohan masih mungkin terjadi, akan tetapi sebagian pria di zaman yang semakin modern ini berani keluar dari zona nyamannya. Bahkan tidak sedikit yang berani "minggat" demi wanita yang diimpikannya!
Sehingga pada akhirnya cinta seperti Sitti Nurbaya, masih akan tetap ada di zaman yang 'katanya" edan ini. Dan pengalaman demikian mungkin pernah menjadi bagian dari cerita hidup Anda, atau teman Anda, atau salah satu anggota keluarga Anda; meskipun mereka jelas-jelas bukan si Sitti Nurbaya!
Banjarmasin, 31 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H