Barangkali selama si anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam keluarganya dan sampai batas usia tertentu "masih tinggal" bersama kedua orang tuanya yang mempergunakan bahasa asing tersebut, maka tidak terlampau menjadi soal bagi si anak.
Masalah mulai muncul manakala si anak mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika si anak masih dipertemukan dengan keluarga-keluarga lain yang juga telah memberlakukan bahasa asing sebagai "bahasa ibu" bagi anak-anak mereka, tentu lagi-lagi masih tidak menjadi persoalan serius.
Persoalan akan muncul tatkala si anak mulai mengenal lingkungan yang semakin luas. Maka hubungan pertemanan yang terjalin pun akan mengikuti pola yang kian meluas tersebut.Â
Ada peluang atau kemungkinan bahwa di suatu ketika si anak yang fasih berbahasa asing sejak kecil itu akan bertemu teman-teman sebayanya yang justru menguasai bahasa daerah yang menjadi asal-usul kedua orang tuanya masing-masing. Di sisi lain, anak-anak itu juga lancar berbahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di antara mereka.
Sebagai contoh lain, bila misalnya si anak lahir dari ayah dan ibu yang menjadikan bahasa Mandarin sebagai bahasa ibunya. Namun karena berbagai pertimbangan, bahasa Mandarin yang seharusnya diajarkan kedua orang tua si anak tadi kemudian diganti dengan bahasa Korea misalnya.Â
Bisa dibayangkan kalau nanti si anak mulai besar dan berjumpa dengan sanak keluarganya yang rata-rata fasih berbahasa Mandarin; tentu dalam hati kecil si anak akan bertanya-tanya: "Itu bahasa apa ya? Kok saya nggak pernah diajarin Mama dan Papa saya?"
Sebagai contoh lain, bila misalnya si anak lahir dari ayah dan ibu yang menjadikan bahasa Mandarin sebagai bahasa ibunya. Namun karena berbagai pertimbangan, bahasa Mandarin yang seharusnya diajarkan kedua orang tua si anak tadi kemudian diganti dengan bahasa Korea misalnya.Â
Bisa dibayangkan kalau nanti si anak mulai besar dan berjumpa dengan sanak keluarganya yang rata-rata fasih berbahasa Mandarin; tentu dalam hati kecil si anak akan bertanya-tanya: "Itu bahasa apa ya? Kok saya nggak pernah diajarin Mama dan Papa saya?"
Bersama bahasa "yang berkembang" dalam keluarganya masing-masing, biasanya seorang anak juga akan menerima transfer pengetahuan dasar, kearifan lokal, nilai-nilai kehidupan, dan lain sebagainya. Dan di berbagai daerah di Indonesia, keberadaan bahasa daerah yang kebanyakan juga menjadi bahasa ibu, menjadi media atau sarana yang memadai untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman hidup dari kedua orang tua kepada anak-anak mereka.
Saya pribadi merasa beruntung, karena sejak kecil diperkenalkan dengan bahasa Jawa yang menjadi bahasa keseharian dalam keluarga saya. Melalui bahasa Jawa inilah saya kemudian mengenal pengetahuan dan kebudayaan awali yang dituturkan dalam bahasa Jawa.Â
Sebagai contoh adalah saat saya belajar menyanyikan gending (lagu) dalam bahasa Jawa yang berbentuk Pupuh atau Tembang Macapat; tentu konteksnya akan berbeda andai kata saya tidak memahami bahasa Jawa.