Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yuk, Kuliah di "Universitas Kehidupan" Anda Pasti Lulus Cum Laude!

11 Januari 2021   15:27 Diperbarui: 11 Januari 2021   15:35 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang tengah malam tadi, Minggu, 10 Januari 2021, pukul 23.23 WIB, saya memberanikan diri memposting tulisan saya berjudul, "Belajar Makna Kesabaran dari Cerita Rakyat "Legenda Lok Si Naga"".

Tanpa saya sangka-sangka, keesokan harinya sekitar pukul 09.29 pagi, sebuah pesan singkat dari Ibu Roselina Tjiptadinata. Pesan itu berbunyi demikian, "Selamat pagi mas Agus Makasih ya mas sudah berbagi tulisan inspiratif sarat info berharga Mohon jangan lupa kirimkan artikel untuk diabadikan dalam buku kenangan bersama ya mas Salam hangat".

Tersentak saya membaca pesan itu. Setelah membaca pesan tersebut, saya baru ngeh dan paham, mengapa di dinding Kompasiana selama dua minggu terakhir saya menemukan tulisan-tulisan yang memajang foto pasangan Bapak Tjiptadinata dan Roseline dengan caption "150 Kompasianer Menulis".

Setelah saya mencari informasi lebih lanjut, beberapa artikel yang pernah ditulis oleh Bapak Tjiptadinata Effendi memberikan jawabannya. Jawaban yang rinci, runut, jelas, dan gamblang. Plong rasanya hati saya!

Beberapa hari sebelum merayakan Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, saya secara pribadi telah bertekad untuk mengurangi waktu saya berada di depan laptop kesayangan. Saya sengaja bertekad demikian, karena ingin benar-benar "rehat sejenak" dari rutinitas harian pembelajaran daring (BDR = Belajar Dari Rumah) sebagai dampak pandemi Covid-19 yang belum usai hingga hari ini.

Alhasil, di sepanjang waktu tersebut, saya sangat jarang membuka internet, kecuali untuk kepentingan menyelesaikan target atau tugas pekerjaan sebagai pendidik. Otomatis saya juga hampir-hampir tidak pernah membuka halaman Kompasiana seperti hari-hari biasanya.

Ternyata oh ternyata, saya sudah ketinggalan berita terbaru berkaitan dengan foto pasangan Bapak Tjiptadinata dan Roseline dengan caption "150 Kompasianer Menulis" yang saya sebutkan di atas. Dari sekian jawaban yang saya peroleh, sepotong tulisan Bapak Tjiptadinata tertanggal 1 Januari 2021 terasa makjleb di hati ini.

Dalam salah satu bagian artikel berjudul "Mohon Izin Menerbitkan Artikel dari 150 Kompasianer", Bapak Tjiptadinata menulis demikian, 

"Bahkan beberapa contoh artikel sudah siap saya ketik. Tapi pada saat jari tangan akan "mempublish" tetiba saya ingat, bagaimana dengan sahabat Kompasianers yang namanya belum saya cantumkan? Bukankah akan menimbulkan rasa kurang dihargai ? Dan contoh tulisan,yang sudah saya cantumkan berasal dari ananda  Agus Puguh S., Taufan Chandra, Felix Tani, Ari Budiyanti, ...., dan seterusnya."

Dari lubuk hati saya yang terdalam, muncul sebuah pertanyaan sederhana, "Siapakah saya, sehingga seorang Kompasianer senior seperti Bapak Tjiptadinata berkenan memuat tulisan sederhana yang pernah saya buat untuk melengkapi buku kenangan HUP (Hari Ulangtahun Perkawinan) ke-68 beliau dan isteri tercinta?"

Bila saya mempunyai kesempatan, ingin rasanya berjumpa dengan Bapak Tjiptadinata dan Ibu Roselina Tjiptadinata segera. Berjumpa dengan mereka berdua untuk sekedar menikmati semangkok mie ayam dan telur, bertema secangkir kopi hitam.

Wah, pasti nikmat sekali rasanya. Karena menu sederhana kesukaan pasangan "gaek" tersebut juga menjadi menu favorit saya. Menikmati sajian yang dihidangkan dengan penuh cinta oleh Ibu Rosalina dan Bapak Tjiptadinata sembari menyanyikan sebait lagu berikut ini:

........

Dua tiga kapal berlayar di samudera

Ayo sahabat kita bergembira

Bermain, bernyanyi bersama

Menikmati indahnya dunia


Reff :

Kar'na sahabat untuk selamanya

Bersama untuk selamanya

Kau dan aku sahabat untuk selamanya

Setia...


........

Sebait lagu di atas pernah dinyanyikan band "Padi" dan populer menjadi salah satu soundtrack film kartun fenomenal "Upin dan Ipin" yang disukai orang banyak. Bahkan bayi kami yang baru berusia 6 bulan yang kami berinama "Adeodatus Putra Indonesia" juga sangat menggemarinya.

Saya memilih mengutip lagu tersebut, yang meskipun syairnya diperuntukkan bagi anak-anak, namun isi syairnya sangat mendalam dan dapat mengajarkan kepada kita makna "persahabatan sejati". Dan saya pribadi menyakini, bahwa jalinan relasi yang terjadi di antara Bapak Tjiptadinata, Ibu Roselina Tjiptadinata dan para Kompasianer adalah jalinan persahabatan sejati.

Dari banyak tulisan yang mengulas Bapak dan Ibu Tjiptadinata, saya bisa menyimpulkan bahwa ada begitu banyak Kompasianer yang mengasihi dan mencintai pasangan berbahagia ini. Barangkali angka 150 Kompasianer tidak cukup mewakili jumlah sahabat Kompasianer yang selama ini bersahabat dengan pasangan yang rendah hati ini.

Dengan setulus hati saya ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak dan Ibu Tjiptadinata, yang dengan penuh dedikasi berkenan meluangkan waktunya untuk berbagi kisah dan cerita. Dari sekian banyak kisah dan cerita yang dibagikan, hampir sebagian besar adalah pengalaman hidup yang dipaparkan dengan begitu "hidup" oleh keduanya. Seolah-olah saya tengah berada dalam situasi dan kondisi yang sedang dikisahkan oleh Bapak dan Ibu Tjiptadinata.

Dalam salah satu tulisan terbaru Bapak Tjiptadinata yang berjudul "Rayakan Ultah Pernikahan ke 56", di salah satu paragrafnya tertulis kisah demikian, "Mengingat betapa dulu kami berdua harus hidup merangkak dalam kemiskinan dan putra kami Irmansyah Effendi berulang tahun, hanya ditemani dengan kue yang terbuat dari gabus dan sepotong lilin bekas,untuk "Merayakan ultah ke 4-nya."

Saat membaca kalimat-kalimat tersebut, saya pribadi merasa terharu dan rasanya kedua mata ini hendak berkaca-kaca. Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan Bapak dan Ibu Tjiptadinata saat itu, saat dimana peristiwa itu terjadi. Saya pun bisa mengalami bagaimana perasaan Irmansyah kecil yang usianya baru 4 tahun itu. Seperti anak-anak kecil seusianya, tentu perayaan ulang tahun dengan sajian kue ulang tahun menjadi momen impian yang istimewa!

Bagi saya, gaya bertutur Bapak dan Ibu Tjiptadinata yang konsisten dan selalu disampaikan dengan bahasa sederhana itu telah berhasil menghipnotis banyak pembaca dan penggemarnya untuk merasuk dan mengalami setiap peristiwa yang dituturkan. Dari potongan-potongan kisah tersebut, kita bisa belajar dan memperkaya diri dengan pemahaman yang bijaksana.

Jika boleh usul, melalui artikel singkat ini, saya sangat berharap nantinya artikel-artikel yang pernah ditulis oleh Bapak dan Ibu Tjiptadinata ditata ulang dan diterbitkan menjadi sebuah buku atau semacam diktat kuliah yang bisa kita pelajari bersama, khususnya bagi kita yang berminat melanjutkan studi di "Universitas Kehidupan" ini. Persis seperti judul artikel yang ditulis oleh Bapak Tjiptadinata pada 21 Oktober 2012 silam. Ribuan tulisan yang ada dapat dikelompokkan ke dalam tema-tema (chapter-chapter), sehingga akan semakin menarik untuk disimak dan memudahkan pembaca atau para Kompasianers untuk menemukan tema-tema yang diminatinya.

Saya dan para Kompasianers semua akan selalu mendukung dalam doa, kiranya perayaan HUP Bapak dan Ibu Tjiptadinata di awal tahun 2021 dapat kami jadikan cermin untuk "berkaca" sekaligus menimba ilmu kehidupan. Seperti yang pernah disampaikan Bapak Tjiptadinata dalam salah satu artikelnya, "My destiny is in my hands and your destiny is in your hands" Nasib ada ditangan kita masing masing, sedangkan takdir ada ditangan Tuhan."

Selamat berbahagia untuk Bapak dan Ibu Tjiptadinata. Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat dan usia panjang bagi Bapak dan Ibu berdua. Amin.

Banjar, 11 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun