Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Makna Kesabaran dari Cerita Rakyat "Legenda Lok Si Naga"

10 Januari 2021   22:18 Diperbarui: 10 Januari 2021   22:23 2877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal tahun 2021 menjadi momen berharga untuk mencari inspirasi dan berbagi makna yang telah kita timba di sepanjang tahun 2020 yang baru lalu. Salah satu cara yang bisa kita tempuh untuk memperoleh inspirasi hidup adalah memperkaya hari-hari kita dengan khazanah cerita rakyat asli Indonesia, salah satunya melalui cerita rakyat dari Kalimantan Selatan.

Tentu sudah kita pahami bersama, bahwa ketika kita membaca sebuah cerita rakyat, maka sebagai pembaca kita sudah tentu berharap dapat memetik pesan moral daripadanya. Cerita rakyat dari asal-muasalnya memang dimaksudkan untuk memberikan nasihat melalui pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Bagi para Kompasianers yang pernah bertandang ke Kota Banjarmasin yang punya julukan "Kota Seribu Sungai", pasti akan dengan mudah menjumpai banyak sungai yang mengalir di kota ini. Dan legenda yang akan saya kisahkan kembali ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan sungai-sungai yang ada di Banjarmasin.

Menurut kisah orang-orang tua zaman dahulu, sungai-sungai di Kalimantan Selatan pada umumnya memang dikenal sebagai sungai-sungai yang lebar dan panjang. Konon di sungai-sungai tersebut dihuni aneka binatang air, salah satunya adalah naga air yang hingga sekarang diyakini masih ada dan sekali waktu muncul menampakkan diri kepada warga masyarakat yang dikehendakinya.

Naga dalam kebudayaan Kalimantan dipahami oleh masyarakat suku Dayak maupun suku Banjar sebagai simbol alam bawah. Naga diyakini dapat hidup di air (Naga Air atau Naga Sungai) dan naga yang hidup di perut bumi (Naga Lipat Bumi). Sedangkan alam atas dikuasai oleh Mahatala yang disimbolkan dengan Burung Enggang Gading. Sedangkan manusia hidup di antara kedua alam ini.

Salah satu cerita rakyat asli Kalimantan Selatan yang ingin saya ulas dalam kesempatan ini berjudul "Legenda Lok si Naga" atau juga dikenal dengan judul "Legenda Lok Lua". Kata "Lok" bermakna teluk, yaitu bagian sungai yang dalam dan berbentuk lingkaran).

Kisah ini bermula dari keberadaan sebuah keluarga yang tinggal di bantaran salah satu sungai yang ada di Kalimantan Selatan. Keluarga ini telah dikaruniai seorang anak laki-laki. Orang tua anak tersebut sama-sama mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan.

Sehingga setiap hari mereka selalu pergi ke sungai untuk menangkap ikan atau mengumpulkan hasil sungai lainnya yang nantinya bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari atau dijual ke pasar agar bisa memperoleh sejumlah uang.

Diceritakan pada suatu hari, Abah dan Mama si anak laki-laki itu pergi ke sungai untuk menjaring ikan dengan alat pencari ikan mereka yang bernama "tangguk". Tangguk adalah keranjang yang terbuat dari anyaman rotan atau jaring berbingkai yang biasanya dimanfaatkan untuk menangkap ikan, udang, dan lainnya.

Singkat cerita, setelah menanti selama sehari penuh, Abah dan Mama si anak laki-laki itu akhirnya membawa sebuah telur berukuran raksasa. Sebab sejak pagi hingga senja hari, setiap kali meletakkan tangguk-nya di kedalaman air sungai, maka hanya telur raksasa itu yang masuk ke dalam tangguk tersebut.

Sebenarnya suami istri itu sudah berkali-kali membuang kembali telur raksasa itu ke dalam sungai, karena mereka sangat meyakini bahwa telur itu adalah telur Naga Air yang tidak boleh dibawa pulang. Karena tidak mendapatkan hasil lainnya, maka keduanya akhirnya pulang ke rumah dengan membawa telur raksasa tersebut.

Setibanya di rumah, Abah dan Mama mendapati anak semata wayangnya sedang tertidur pulas. Karena diserang rasa lapar yang begitu hebat, maka tanpa berpikir lagi, Abah dan Mama itu kemudian segera memasak telur raksasa itu dalam sebuah periuk besar yang terbuat dari tanah liat.

Setelah dirasa masak, maka telur raksasa itu pun mereka jadikan lauk untuk menemani santap malam mereka berdua. Dengan lahapnya mereka menikmati telur tersebut. Dan tanpa mereka sadari, sedikit demi sedikit tubuh keduanya pun mengalami perubahan wujud secara ajaib!

Perlahan namun pasti, kulit tubuh mereka mulai bersisik dan sisik-sisik yang bermunculan itu berwarna putih keperakan. Kaki keduanya pun kemudian lenyap dan berganti dengan ekor yang kian lama kian memanjang.

Bentuk tubuh mereka juga lambat laun seperti membengkak dan berukuran besar. Dan dalam sekejab, Abah dan Mama menyadari bahwa diri mereka berdua telah sama-sama berubah menjadi dua ekor naga putih yang berukuran besar dan panjang.

Saat baru saja menyadari kenyataan tersebut, tiba-tiba anak laki-laki mereka terjaga dari tidurnya. Betapa terkejutnya dia karena mengetahui bahwa di rumahnya sekarang terdapat dua ekor naga berwarna putih yang menyeramkan. Anak itu sempat berteriak, namun pada akhirnya Abahnya berhasil menenangkan dirinya.

Sebelum pergi, Abah dan Mama anak laki-laki itu sempat berpesan agar bila ia merindukan kedua orang tuanya, maka anak laki-laki itu dapat pergi ke tepi sungai.

Selain itu, jika di suatu ketika dia mendapati air sungai tiba-tiba berbuih dan berwarna putih, maka itu artinya kedua orang tuanya telah menang melawan Naga Air atau dikenal juga dengan julukan Naga Putih. Dan sebuah tanda di langit akan menyertai peristiwa tersebut, yaitu terjadinya hujan deras dengan petir menggelegar.

Namun apabila seandainya air sungai berbuih warna merah darah, maka dapat dipastikan bahwa Naga Putih telah berhasil mengalahkan kedua orang tuanya. Bahkan tidak menutup kemungkinan saat itu Abah dan Mamanya telah tiada.

Bagi Kompasianers atau pembaca artikel ini yang sudah pernah menyimak legenda yang satu ini, tentu sudah bisa menebak akhir kisahnya. Sampai di akhir hayatnya, si anak laki-laki yang kemudian tumbuh dewasa dan akhirnya menua itu, tidak pernah berjumpa dengan Abah dan Mamanya.

Sebenarnya pesan moral yang hendak dibagikan oleh sang empunya cerita adalah tentang "kesabaran" dan penerapannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Barangkali jika Abah dan Mama si anak laki-laki tersebut mau bersabar dan menunggui tangguknya hingga hari menjelang malam, mungkin si Naga Putih yang diyakini sebagai penguasa setiap aliran sungai yang ada akan mengaruniakan rezeki istimewa kepada keduanya.

Berulangkali tangguk yang mereka letakkan di dalam sungai selalu terisi oleh telur raksasa "keramat" milik si Naga. Tentu peristiwa yang berlangsung berulang kali itu sebenarnya punya maksud tertentu. Ibarat sebuah peristiwa dalam hidup kita sehari-hari yang bisa jadi terulang beberapa kali. Namun apakah kita menjadi peka terhadap keganjilan yang terjadi?

Di sisi lain, tentu Abah dan Mama si anak laki-laki tersebut sudah pernah mendengar legenda yang disampaikan turun-temurun oleh leluhurnya perihal si Naga Putih tersebut.

Biasanya mereka-mereka yang telah mengetahui kisah seperti ini, tidak akan berani mencoba untuk melanggar beragam pantangan yang disebutkan. Apalagi sampai memakan telur raksasa yang sudah dapat dipastikan merupakan telur keramat milik si Naga Putih. Kutukan yang diterima Abah dan Mama tersebut sebenarnya sudah disadarinya.

Pun dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak hal atau kejadian yang seharusnya tidak perlu terjadi dalam hidup kita. Namun akibat "kedegilan" hati dan pikiran kita, maka dampak negatif atau akibat buruk sebagai konsekuensinya sudah pasti akan kita terima.

Kepada si anak laki-laki dalam legenda ini kita pun dapat berguru perihal makna kesabaran yang memang harus dijalani dengan tulus hati. Dalam seluruh paparan kisah yang dituturkan, tidak terdapat bagian kisah yang menyiratkan keputusasaan si anak manakala dia tidak juga dipertemukan kembali dengan kedua orang tuanya yang sudah berubah menjadi dua ekor Naga.

Dalam legenda ini sebenarnya juga terkandung pesan moral lainnya, dimana sebagai seorang manusia hendaknya kita tetap tekun berjuang seraya menyerahkan seluruh perjalanan hidup kita kepada Sang Pencipta. Sikap pasrah dalam ketekunan dan kesabaran tentu tidak mudah kita praktikkan dalam keseharian kita dewasa ini. Apalagi di zaman serba digital yang menuntut segala sesuatunya harus serba cepat dan serba instan.

Dan semoga ulasan singkat ini menambah khazanah dan wawasan Kompasianers dan pembaca sekalian untuk lebih mengenal dan mencintai cerita rakyat asli Indonesia.

Banjarmasin, 10 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun