Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kembali Belajar, Kembali Mengajar

3 Januari 2021   21:43 Diperbarui: 3 Januari 2021   22:03 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada minggu-minggu awal Januari 2021, dunia pendidikan Indonesia sudah kembali disibukkan oleh segudang aktivitas yang berujung pada situasi dan kondisi "kembali belajar" yang akan segera di gelar di semester genap tahun ajaran 2020/2021 ini.

Situasi dan kondisi ini sebagian akan dijajaki dengan segera digelarnya kegiatan Belajar Tatap Muka (BTM) usai melewati perjalanan BDR (Belajar Dari Rumah) di sepanjang semester ganjil di tahun ajaran 2020/2021. Meski pro dan kontra muncul dan menjadi ulasan yang menarik di berbagai ranah media massa, baik di radio, televisi, koran, majalah, hingga di berbagai platform daring; wacana BTM tetap mengemuka di berbagai kota yang mulai bersiap-siap menjalankannya di awal tahun 2021.

Beragam kajian dibuat, berbagai analisis disusun untuk menjajaki aneka dampak yang mungkin timbul pasca BTM digelar di sekolah-sekolah yang dipandang atau "merasa siap" untuk menjalankannya. Bahkan, melalui liputan berbagai media massa yang sudah tayang, beberapa sekolah sudah melakukan ujicoba pelaksanaan BTM dengan menerapkan sejumlah aturan sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah digariskan oleh pemerintah.

Seperti halnya ketika guru-guru dan para siswa di seluruh Indonesia memulai pembelajaran dengan sistem BDR di awal tahun ajaran 2020/2021 lalu, berbagai tanggapan yang sifatnya pro maupun kontra terus-menerus bermunculan ke permukaan. Mulai dari ketidaksiapan guru maupun siswa di lapangan berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya teknis, masalah sarana prasarana pendukung BDR itu sendiri, soal dukungan jaringan internet, hingga kuota belajar yang wajib tersedia agar BDR lancar jaya.

Dan satu demi satu permasalahan tersebut toh akhirnya dapat teratasi, meskipun pada minggu-minggu awal banyak pihak yang pesimis. Bahkan beragam analisis yang melahirkan sederetan ketakutan pun turut mewarnai situasi dan kondisi di seputar pelaksanaan BDR yang digelar serentak dari Sabang sampai Merauke kala itu.

Memang pada kenyataannya, tidak semua sekolah mampu mengadopsi BDR 100% seperti harapan dan imbauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Tentu menjadi kerinduan semua guru dan semua siswa untuk mengalami BDR 100% sesuai harapan; namun apa daya terkadang kendala dan beragam permasalahan yang terjadi di lapangan tidak selalu dapat diatasi semudah membalikkan telapak tangan.

Meski BDR ada yang berjalan 75% saja, atau 50% saja, atau mungkin hanya 25% saja; namun semangat "Merdeka Belajar" yang digaungkan Mas Menteri Nadiem Makarim tetap mampu menghipnotis sekaligus memberdayakan hampir 45 juta siswa dan 27 juta guru di berbagai jenjang pendidikan di Indonesia (statistik.data.kemdikbud.go.id).

Pandemi Covid-19 di Indonesia yang berlangsung sejak awal Maret 2020 silam, telah mendorong dunia pendidikan di Indonesia untuk mengalami transformasi yang begitu pesat. Beragam platform berbasis digital kian hari kian dikembangkan sekaligus diberdayakan fungsinya oleh berbagai pihak, khususnya oleh guru dan siswa yang berkecimpung dalam kegiatan belajar mengajar setiap harinya.

Pada awalnya memang tidak mudah merubah paradigma belajar tatap muka (BTM) ke paradigma belajar dari rumah (BDR). Semua pihak; mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, harus menyesuaikan diri sedikit demi sedikit untuk menjalankannya sebagai rutinitas harian.

Meskipun ada begitu banyak webinar yang tayang melalui fasilitas Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, Webex, dan lain sebagainya; dan semuanya hampir-hampir mengulas tema serumpun perihal seluk-beluk pembelajaran daring (virtual) dan permasalahan yang dihadapinya, namun tidak semua guru berkesempatan untuk mengikutinya secara rutin.

Bagi guru-guru yang mau merelakan waktu istirahatnya untuk mengikuti perkembangan terkini, kenyataan ini tidak terlampau menjadi masalah. Namun bagi sebagian guru yang sudah merasa lelah dengan aktivitas mengajarnya sehari-hari plus harus menyelesaikan beban administrasi yang tidak sedikit; maka kenyataan tersebut menjadi dilema yang tidak mudah dicarikan jawabannya.

Gairah mengajar yang besar tidak serta merta akan mampu menjawab berbagai permasalahan yang akan ditemui oleh setiap guru selama melaksanakan BDR di lapangan. Aneka ragam keluhan yang tercurah, sudah menjadi menu sehari-hari yang menjadi cerita menarik untuk disimak dan dikaji. Namun lagi-lagi masalah ketersediaan waktu untuk berbagi satu sama lain menjadi tembok penyekat yang tak mudah ditembus, hingga akhirnya curhatan-curhatan itu hanya bisa disimpan rapi dalam hati masing-masing hingga kini dan nanti.

Bagi sebagian guru yang suka menulis, barangkali cerita curhatan itu akan menjadi lembar-lembar naskah kisah pengalaman mengajar selama pandemi yang setelah dikumpulkan dan dirasa memenuhi sejumlah persyaratan, dapat diterbitkan sebagai sebuah buku bacaan yang menarik. Beberapa guru yang tergabung dalam grup menulis yang menjamur di berbagai platform yang ada pun berhasil menerbitkan buku secara keroyokan, baik melalui penerbit mayor maupun indie.

Itulah sekilas cerita yang bisa dipetik manakala BDR berlangsung di semester ganjil yang baru saja berhasil dilewati oleh para guru dan siswa di seluruh Indonesia. Dan kini, semester genap sudah hadir di depan mata dengan sejuta pertanyaan yang melekat padanya.

Sebagian guru, sebagian siswa, dan sebagian orang tua tentu sangat merindukan pelaksanaan BTM di sekolah-sekolah mereka. Namun sebagian lainnya masih tetap bersikukuh untuk memilih BDR sebagai pilihan terbaik manakala aktivitas "kembali belajar, kembali mengajar" mulai dijejaki di awal Januari 2021 ini. Tentu alasan yang mendasarinya dan dapat diterima oleh logika masyarakat pada umumnya adalah masalah pandemi Covid-19 di Indonesia yang belum berakhir.

Tentu tidak berlebihan adanya bilamana sebagian guru, sebagian siswa, dan sebagian orang tua merasa khawatir, karena pada kenyataannya kasus Covid-19 di berbagai daerah mengalami kenaikan. Seperti data yang dirilis Tribunnews per 25 Desember 2020 lalu, yang memaparkan data bahwa kasus positif Covid-19 di Indonesia telah bertengger di posisi 20 dunia, sedangkan China kini berada pada posisi ke-80 (newsmaker.tribunnews.com).

Kenyataan ini tentu menimbulkan "tanda tanya besar" manakala wacana BTM mulai digaungkan menjelang akhir tahun 2020 kemarin. Apalagi jadwal pelaksanaan BTM telah direncanakan segera dimulai di awal tahun 2021 ini.

Di luar kondisi tersebut, persiapan siswa untuk kembali belajar dan persiapan guru untuk kembali mengajar, tetap menjadi bagian dari rutinitas dunia pendidikan di Tanah Air kita saat ini. Banyak guru yang pada minggu-minggu awal Januari 2021 ini mulai menyusun RPP dan perlengkapan pembelajaran lainnya. Pun para siswa juga telah menyiapkan diri untuk menghadapi semester genap yang sudah dinanti.

Sementara itu para orang tua pun kini tengah menanti-nantikan mengenai metode pembelajaran yang harus diikuti oleh anak-anaknya di semester genap ini: "Apakah akan mengikuti BTM atau kembali menjalankan BDR seperti di semester sebelumnya?".

Banjarmasin, 3 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun