Â
Tanggal 28 Juli 2015, awan gelap melingkupi hati umat di Keuskupan Banjarmasin. Berita 'lelayu' yang menyampaikan kepergian Mgr. F.X. Prajasuta, MSF begitu cepat menyebar melalui media sosial dan SMS. Ada banyak pihak maupun perseorangan yang mengungkapkan rasa kehilangan yang begitu mendalam dengan caranya masing-masing.
Uskup Prajasuta, demikian beliau lebih sering disapa oleh banyak orang. Pembawaannya yang sederhana, murah senyum, dan ramah menjadikan siapapun dengan mudah akrab dengan pribadi beliau. Pun kepiawaiannya mencipta lagu juga telah menginspirasi banyak umat untuk menjadi pribadi-pribadi yang gembira dan selalu mengucap syukur setiap hari. Dan lagu "Hati Baru" adalah salah satu lagu favorit yang selalu dinyanyikan dalam Misa, ibadah lingkungan, maupun dalam pertemuan-pertemuan umat.
Menyusuri Lebatnya Hutan Karet Surian
Pengalaman bersama Bapak Uskup lainnya saya alami secara kebetulan. Ketika itu saya sedang mengadakan perjalanan turne seorang diri dari satu paroki ke paroki lainnya di Keuskupan Banjarmasin. Saya melakukannya untuk pembuatan dokumentasi sekaligus mengumpulkan bahan-bahan materi buku kenangan Pesta Perak Mgr. Prajasuta, MSF dan buku kenangan tahbisan Mgr. Petrus Timang.
Perjalanan saya awali pada hari Kamis, 21 Agustus 2008. Minggu malam, 24 Agustus 2008 saya tiba di Paroki Ave Maria Tanjung. Sebelum tidur saya mendapat kabar dari Pastor Frans Kabrahanubun, MSC (Pastor Paroki Ave Maria Tanjung), bahwa Bapak Uskup akan berkunjung ke Stasi St. Yoseph Surian keesokan harinya.
Bapak Uskup sendiri tiba di Biara Susteran SPM Tanjung (terletak dalam komplek Paroki Ave Maria Tanjung) sekitar pukul 16.00 WITA pada Senin, 25 Agustus 2008. Setelah beristirahat sejenak, rombongan segera berangkat menuju Stasi Surian yang terletak + 25 km dari pusat paroki. Pastor Frans Kabrahanubun mengiringi perjalanan kami dengan sepeda motor Suzuki TS-nya, menyusuri jalanan beraspal yang kanan kirinya ditumbuhi oleh pepohonan karet.
Di sepanjang perjalanan, Bapak Uskup sering melontarkan anekdot-anekdot yang membuat kami semua tertawa gembira. Suatu ketika beliau berujar kepada 3 orang suster PRR yang ikut serta, "Suster-suster tahu tidak, di sini banyak pembalap?" Karena tidak ada yang bisa menjawab, spontan Bapak Uskup menimpali, "Pemuda berbadan gelap!". Sontak para suster tertawa.
Di lain waktu Bapak Uskup berkisah, "Saya ini bisa menyeberang lautan, berjalan di atas air tapi tidak tenggelam!". Seorang suster menyahut, "Wow, itu mukjizat Bapak Uskup!". Tapi lagi-lagi Bapak Uskup melanjutkan kata-katanya yang tadi nampaknya belum selesai, "... tapi naik Ferry," ujar beliau sambil tertawa kembali.
Setibanya di halaman depan Gereja Stasi St. Yoseph Surian, kami turun dari mobil. Ketika itu kami menyaksikan bahwa umat Katolik di stasi ini sedang bergotong royong membangun Biara Susteran PRR yang lokasinya terletak tak jauh dari bangunan Gereja.
Umat di sini tampak antusias dan bersemangat. Mulai dari anak kecil hingga orang tua, semuanya terlibat di dalam karya ini. Mereka mengangkut material bangunan seperti pasir dan batu dari halaman depan Gereja menuju lokasi Biara.