Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguak Kisah Cinta Para Wanita di Seputar Kehidupan Gajah Mada

6 Juni 2020   18:22 Diperbarui: 10 Juni 2021   10:20 25111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mahapatih Gajah Mada dan Wanita di Sekitarnya (Gambar diolah dari: https://forums.civfanatics.com dan https://purimajapahit.wordpress.com)

Gajah Mada adalah sosok legenda yang terkenal dengan "Sumpah Palapa"-nya. Dia adalah Mahapatih Kerajaan Majapahit tersohor yang meneruskan doktrin politik "Cakrawala Mandala Dwipantara"; yang sebelumnya digagas oleh Raja Kertanagara dari Kerajaan Singhasari.

Semboyan Cakrawala Mandala Dwipantara bermakna cita-cita luhur menyatukan kerajaan-kerajaan di seluruh penjuru negeri atau Nusantara. Semboyan ini pun sebenarnya adalah merupakan pengembangan dari semboyan Cakrawala Mandala Jawa yang diusung oleh pendahulunya, yaitu Wisnuwardhana dan Narasinghamurti.

Jejak yang ditorehkan Mahapatih Gajah Mada adalah menyatukan banyak wilayah di Kepulauan Nusantara dalam kesatuannya dengan Kerajaan Majapahit pada masa itu. Langkah ini sebenarnya sudah pernah ditempuh oleh Raja Kertanagara yang juga berhasil menyatukan seluruh wilayah Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Nusantara bagian timur, dan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Kerajaan Singhasari. Hal tersebut dikisahkan dalam "Negarakrtagama" karya Mpu Prapanca.

Misteri Kisah Cinta Sang Mahapatih

Sudah menjadi rahasia umum bahwa ungkapan , "Prestasi suami selalu berada dibalik istri yang hebat" adalah benar adanya. Tak terkecuali yang terjadi dengan Mahapatih Gajah Mada.

Setelah mengucapkan Sumpah Palapa (1334), Gajah Mada kemudian mulai melaksanakan niatnya untuk menyatukan Nusantara di bawah panji-panji kemasyuran Majapahit. Aksi itu dimulai dengan menaklukkan Kerajaan Bali pada tahun 1343, yang disusul dengan penyerangan Kerajaan Lombok. 

Tahun 1377 Kerajaan Majapahit meluaskan ekspansinya ke wilayah Sumatera dengan menyerbu Kerajaan Suwarnabhumi. Kemudian wilayah Aceh dan Samudera Pasai juga berhasil ditundukkan Gajah Mada.

Hingga kini seolah-olah masih menjadi misteri siapa sebenarnya nama istri Mahapatih Gajah Mada, pun demikian dengan romantika kisah cintanya yang tampaknya masih samar-samar. Beberapa nama wanita pun kemudian mencuat dan kisahnya dikait-kaitkan dengan kehidupan dan sepak terjang tokoh ternama di Kerajaan Majapahit ini.

Baca juga: Dari Jejak Gajah Mada sampai James Cook Si Penemu Benua Australia, Ini Sisi Unik Masa Lalu Sabu Raijua

Dalam novel berjudul "Kisah Cinta Gajah Mada, Kontroversi Sang Mahapatih" karya Gesta Bayuadhy (2015), disebutkan gadis cantik bernama Puranti yang adalah putri Demang Suryawinata yang berhasil menaklukan hati pemuda gagah bernama Mada. Saat itu Mada menjabat sebagai seorang Bekel Dipa atau prajurit biasa yang mengabdi di Kerajaan Kahuripan.

Sayangnya kisah cinta ini kemudian tidak jelas ujungnya, karena ternyata Puranti telah dilamar oleh Raden Damar -- putra Patih Rangga Tanding dari Kerajaan Kahuripan. Melihat kenyataan tersebut, Mada awalnya bersedia mundur teratur. Namun akibat terjadi salah paham di kemudian hari, pertarungan antara Raden Damar dan Mada pun tak terelakkan.

Untung tak dapat diraih, malang pun tak dapat diputus. Raden Damar akhirnya tewas di tangan Mada. Tidak diceritakan lebih lanjut bagaimana tanggapan Patih Rangga Tanding atas kejadian tersebut. Yang jelas, Mada kemudian pergi ke Majapahit untuk mencoba peruntungannya.

Antara Novel dan Tutur Tinular

Sedangkan melalui novel biografi karya Langit Kresna Hadi berjudul, "Gajah Mada: Hamukti Palapa", disebutkan bahwa Mapahatih Gajah Mada adalah sosok pemimpin yang tidak berambisi kepada wanita.

Dalam salah satu bagian novel tersebut tersaji percakapan antara Gajah Mada dengan Mahapatih Arya Tadah, "Bagaimana aku bisa mewujudkan semua impianku itu jika aku terganggu makhluk perempuan bernama istri, yang merengek merajuk. Istri atau perempuan bagiku tidak ubahnya rasa lapar dan haus yang harus dilawan."

Kutipan percakapan tersebut hendak mengisyaratkan bahwa Mahapatih Gajah Mada dalam karir kepemimpinannya menjadikan cita-citanya yaitu menyatukan seluruh Nusantara dalam pangkuan Kerajaan Majapahit sebagai yang "utama"!

Namun dari tutur tinular (kisah yang diwariskan dari generasi ke generasi), disebutkan bahwa Mahapatih Gajah Mada pernah menjalin tautan asmara dengan Dyah Pitaloka Citaresmi, seorang putri Kerajaan Sunda yang terkenal kecantikannya.

Karena kecantikannya itu pula, Raja Hayam Wuruk berniat mempersuntingnya sebagai istri. Rencana tersebut gagal karena konon Gajah Mada berusaha menggagalkannya, sehingga terjadilah peristiwa akbar yang kita kenal sebagai "Perang Bubat" (1351). Cerita ini adalah salah satu versi yang beredar dan menjadi sebab-musabab terjadinya perang mahadasyat itu.

Perang Bubat melibatkan pasukan Kerajaan Sunda yang dipimpin Maharaja Linggabuana melawan para prajurit Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih Gajah Mada. Perang hebat pun berkecamuk dan menewaskan Maharaja Linggabuana beserta seluruh pasukannya.

Sebenarnya pada waktu itu Gajah Mada dan pasukannya diutus oleh Raja Hayam Wuruk untuk menjemput kedatangan rombongan dari Kerajaan Sunda yang membawa Putri Dyah Pitaloka Citaresmi. Niat itu ternyata kemudian tidak pernah terwujud, dengan tewasnya seluruh anggota rombongan, yang lalu disusul dengan kisah bunuh diri Putri Dyah Pitaloka

Penaklukan Kerajaan Bali dan Cinta Sang Mahapatih

Dalam Prasasti Aria Bebed dituturkan, Ratu Tribhuwana Tunggadewi memerintahkan Mahapatih Gajah Mada untuk melakukan penyerbuan ke Bali. Saat melakukan penaklukan Bali, Mahapatih Gajah Mada sempat singgah ke Pedukuhan Gedangan (disebut juga Kedangan) dengan tujuan untuk bermeditasi.

Gajah Mada pun kemudian tinggal empat bulan lamanya di sana. Selama tinggal di situ, dalam banyak kesempatan Gajah Mada sering bertemu dengan Ni Luh Ayu Sekarini yang tak lain adalah putri dari Ki Dukuh Gedangan.

Baca juga: Menyelisik Perjalanan "Fenomenal" Karir Politik Gajah Mada

Tergoda oleh kecantikan Ni Luh Ayu Sekarini, Gajah Mada pun takluk hatinya. Mereka berdua pun kemudian menikah dan dari pernikahan tersebut, istri Gajah Mada mengandung. Belum sempat menyaksikan kelahiran bayinya, tiba-tiba Gajah Mada dipanggil pulang ke Kerajaan Majapahit.

Pada waktunya, anak Gajah Mada pun lahir ke dunia dan dididik sekaligus dibesarkan oleh keluarganya di Padukuhan Gedangan. Setelah beranjak dewasa, anak itu memberanikan diri pergi menjumpai Mahapatih Gajah Mada.

Ketika berjumpa dengan anaknya, Gajah Mada memberikan nama "Aria Bebed" kepadanya. Dan untuk melepas kerinduannya setelah sekian tahun tidak pernah berjumpa, maka Aria Bebed pun tinggal beberapa waktu lamanya di Kerajaan Majapahit, sebelum akhirnya kembali ke Pulau Bali dan beranak pinak di sana.

Versi lain menyebutkan bahwa pemuda Gajah Mada pernah menikah dengan seorang gadis bernama Ni Gusti Ayu Bebed alias "Ken Bebed." Dia adalah putri Ki Gusti Pinatih. Kisah ini didasarkan pada kisah-kisah dibalik keberadaan topeng-topeng kuno yang terawat dan disimpan dengan apik di Puri Ageng Blahbatuh, Bali. Topeng-topeng dimaksud berkaitan dengan Gajah Mada dan mertuanya, Ki Gusti Pinatih. Dan Ki Gusti Pinatih merupakan saudara angkat Gajah Mada.

Ken Bebed dianggap berperan besar dalam karir Gajah Mada, karena Ki Gusti Pinatih merupakan salah satu patih Kerajaan Majapahit. Sejak remaja, Gajah Mada memang sudah dijodohkan dengan Ken Bebed. Gajah Mada ditempa kedigdayaannya melalui ilmu kanuragan yang mumpuni. Wawasannya di bidang politik pun digembleng di tanah Madakaripura, yang berlokasi di pedalaman Probolinggo Selatan, di wilayah kaki Pegunungan Semeru -- Bromo.

Kisah Gajah Mada dan Ken Bebed ini pun tercantum dalam Prasasti Aria Bebed yang sudah disebutkan di bagian lain tulisan ini. Menurut prasasti tersebut, Ken Bebed-lah yang menjadi "istri sah" Mahapatih Gajah Mada. Berhubung pernikahan mereka tidak dikaruniai putra, maka Gajah Mada sempat menikah lagi dengan Ni Luh Ayu Sekarini.

Sepertinya keberadaan Ken Bebed yang menjadi alasan mengapa anak laki-laki hasil pernikahan Gajah Mada dengan Ni Luh Ayu Sekarini diberi nama Aria Bebed. Ken Bebed pun diceritakan sempat mengasuh Aria Bebed selama beberapa waktu lamanya.

Kisah Cinta dengan Putri Keturunan Tionghoa dan Putri Raja Bali Age

Menurut kisah lainnya yang dituturkan secara turun-temurun, Mahapatih Gajah Mada juga diceritakan mempunyai seorang istri selir yang bernama Roro Kuning atau dikenal juga dengan nama Randa Kuning. Dia seorang putri berdarah Tionghoa.

Bersama istri selirnya ini, Mahapatih Gajah Mada pernah tinggal di sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama Petilasan Mahapatih Agung Gajah Mada. Petilasan yang dipugar dan diresmikan pada 2008 silam ini berlokasi di Desa Lambang Kuning, Kertosono, Jawa Timur.

Setelah tinggal bersama selama beberapa waktu lamanya, Mahapatih Gajah Mada pergi ke Pulau Bali. Di sana Gajah Mada kemudian menikah lagi dengan seorang putri Raja Bali Age yang bernama Ni Luh Sukarini.

Baca juga: Gajah Mada Penyebab Etnis Jawa dengan Sunda Dilarang Menikah

Selepas kepergian Gajah Mada, Roro Kuning rupanya mempunyai kerinduan untuk bertemu dengan suaminya tersebut. Maka Roro Kuning pun memberanikan dirinya menyusul Gajah Mada ke Pulau Bali. Ketika Roro Kuning mendapati kenyataan bahwa suaminya telah menikah lagi, maka dia pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke Lambang Kuning.

Karena begitu besar rasa cintanya kepada Gajah Mada, Roro Kuning berniat untuk menetap di tempat itu hingga akhir hayatnya. Jasadnya kemudian dimakamkan di tempat tersebut.

Berapa Jumlah Istri Mahapatih Gajah Mada Sebenarnya?

Setelah membaca paparan kisah di atas, tentu masih ada yang bertanya-tanya, berapa sebenarnya jumlah istri Mahapatih Gajah Mada yang pasti. Sebab ternyata ada begitu banyak nama wanita yang disebutkan dalam cuplikan-cuplikan cerita yang tersaji.

Ada gadis cantik bernama Puranti, Dyah Pitaloka Citaresmi, Ni Gusti Ayu Bebed alias Ken Bebed, Ni Luh Ayu Sekarini, Roro Kuning atau dikenal juga dengan nama Randa Kuning, dan Ni Luh Sukarini. 

Apakah Ni Luh Ayu Sekarini adalah pribadi yang sama dengan Ni Luh Sukarini, atau memang keduanya adalah pribadi yang berbeda? Pun kemungkinan masih ada nama-nama lain yang dikaitkan dengan kehidupan pribadi Mahapatih Gajah Mada semasa hidupnya (1291 -- 1364).

Dari berbagai literatur yang pernah penulis cermati, misteri seputar kehidupan Mahapatih Gajah Mada memang disajikan dalam banyak versi. Masing-masing versi mengklaim bahwa itulah versi terbaik dan paling mendekati kenyataan.

"Serat Pararaton" dan "Negarakrtagama" adalah dua sumber pokok yang banyak dijadikan acuan para ahli sejarah untuk menyingkap kehidupan manusia di zaman Jawa Kuno; salah satunya sebagai rujukan mengenai kehidupan Mahapatih Gajah Mada ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun