Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Seragam Sekolah Baru, Bulan Juli, dan "Diskon" SPP

26 Mei 2020   16:36 Diperbarui: 26 Mei 2020   16:26 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu sudah dipahami secara umum, bahwa bulan Juli selalu identik dengan tahun ajaran baru di semua jenjang pendidikan di negeri ini; yang selalu dibarengi dengan aneka pemberitaan di berbagai media. Salah satunya berkisah tentang hiruk pikuk "perjuangan" siswa dan orang dalam proses pendaftaran sekolah.

Tak cukup sampai di situ saja, dalam pemberitaan itu juga dimunculkan suasana gegap gempita para orang tua yang berbondong-bondong pergi ke toko, pasar tradisional, hingga ke mall-mall besar demi memperoleh perlengkapan sekolah anaknya. Mulai dari baju seragam, alat tulis, sepatu, sampai buku pelajaran yang akan dipergunakan.

Dalam berbagai rilis resmi yang dimuat berbagai media beberapa hari belakangan, salah satunya dari cnbcindonesia.com (22/05/2020), Mas Menteri secara tegas menyatakan bahwa Kemendikbud belum mengeluarkan "keputusan pasti" terkait tahun ajaran baru; karena masih menunggu keputusan Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

Jadi bila ada berita-berita yang menyatakan bahwa tahun ajaran baru 2020/2021 sudah resmi dibuka, maka semua itu bisa dipastikan adalah "hoaks"! Juga info yang menyatakan bahwa pembelajaran online akan diberlakukan hingga akhir tahun ini, termasuk info tahun ajaran baru yang akan dimulai awal 2021 juga tidak benar.

Jadi aktivitas orang tua siswa yang biasanya mulai beramai-ramai pergi berbelanja aneka kebutuhan anak-anaknya untuk tahun ajaran baru pun bisa "ditunda" dulu, sambil menunggu keputusan resmi dari Kemendikbud nanti.  Apalagi dengan pemberlakuan PSBB di mana-mana, kiranya menjadi perhatian semua pihak dalam pelaksanaannya.

Andai pembelian baju seragam baru tetap dipaksakan, dan tahun ajaran baru "paling cepat" ternyata baru dimulai awal 2021, maka sudah bisa dipastikan kalau baju-baju itu nantinya akan "sesak" saat dipakai pada hari-H. Apalagi jika selama kegiatan "belajar di rumah", anak-anak kita mempunyai intensitas makan dan minum lebih sering.

 Sejarah Tahun Ajaran Baru di bulan "Juli"

Mungkin masih banyak orang yang tidak tahu sejarahnya mengapa tahun ajaran baru selalu dimulai pada bulan Juli di setiap tahunnya. Mengapa tidak di bulan Januari saja? Atau mengapa tidak dimulai dengan bulan Mei yang selalu identik dengan perayaan Hari Pendidikan Nasional?

Jika kita menilik kembali sejarah masa lampau, maka ada kebijakan yang kala itu menjadi asal muasal dimulainya tahun ajaran baru di bulan Juli.

Adalah Daud Jusuf (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1978-1983) yang menggagas ide ini seperti dikisahkan kumparan.com. Salah satu menteri yang berkarya di Zaman Orde Baru ini mempunyai sejumlah pandangan dan alasan mengapa bulan Juli kemudian ditetapkan sebagai awal tahun ajaran yang baru.

Tentu tidak mudah merubah paradigma masyarakat Indonesia yang pada zaman itu sudah "terbiasa" dengan siklus tahun ajaran baru, yang selalu "dimulai" di awal Januari dan berakhir di bulan Desember pada tahun yang sama.

Beberapa rekan sesama pejabat pun ternyata ada yang "menentang" kebijakan Daud Jusuf kala itu. Kebijakan yang di kemudian hari kita warisi hingga saat ini. Jika dihitung secara matematis, kebijakan tersebut "bertahan" selama 41 tahun berturut-turut! Sebuah angka fantastis untuk sebuah kebijakan.

Prof. Sunarjo -- Menteri Dalam Negeri masa itu, adalah salah satu rekan pejabat yang juga tidak setuju dengan kebijakan Daud Jusuf. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin juga menyampaikan aspirasi senada.

Apakah Daud Jusuf mundur? Ternyata tidak! Dia tetap "keukueh" dengan ide briliannya tersebut. Alhasil dikeluarkanlah "kebijakan" untuk mengundurkan kelulusan sswa sekaligus perpanjangan pembelajaran untuk mengisi waktu tunggu selama hampir 1 semester.

Daud Jusuf ternyata punya beberapa pertimbangan untuk memfinalisasi kebijakan awal tahun ajaran baru di bulan Juli kala itu, yang mulai efektif diberlakukan pada 1979. 

Salah satunya ada pemikiran visioner beliau dengan memerhatikan fakta bahwa tahun ajaran baru di luar negeri rata-rata dimulai di bulan Juni. Sehingga bila ada siswa Indonesia yang berniat melanjutkan studi ke luar negeri, maka prosesnya akan menjadi lebih mudah. Kebayang kan kalau tahun ajaran di Indonesia dimulai di Januari?

Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bila semua lembaga, instansi, dan perkantoran selalu membuat laporan akhir tahun; termasuk di lembaga pendidikan di akhir Desember. 

Tentu kewajiban itu akan menjadi beban tersendiri bila tahun ajaran baru dimulai di awal tahun berikutnya. Persiapan detik-detik menuju tahun ajaran baru pun akan terasa "mepet" dan tergesa-gesa.

 Diskon SPP dan Pembelajaran Online

Salah satu kebijakan lain yang ditempuh di era Daud Jusuf kala itu adalah diskon SPP siswa sebesar 50%! Apa pendapat Anda jika seandainya dalam masa pandemi covid-19 ini, Kemendikbud kemudian memberlakukan "diskon" SPP, pengunduran kelulusan siswa secara sah sampai akhir 2020, dan melanjutkan pembelajaran online selama 1 semester ke depan?

Tentu sekolah negeri dan sekolah swasta akan punya pendapat yang "tak selalu akur" jika wacana di atas kemudian mengemuka di seantero Indonesia. Terutama adalah isu yang berkaitan dengan diskon SPP tadi, dimana sekolah swasta "pasti" tidak akan menyetujuinya dengan berbagai sebab dan alasan.

Salah satunya adalah kemungkinan munculnya "defisit biaya operasional", karena notabene gaji guru-guru dan biaya operasional di sekolah-sekolah swasta sangat tergantung dari pembayaran SPP dari orang tua siswa. 

Selain itu, dampak lain yang timbul adalah lahirnya kebijakan untuk mengurangi persentase pendapatan gaji guru-gurunya, jika toh kebijakan itu nanti menjadi kenyataan. Termasuk kemungkinan pengurangan tenaga guru, demi efisiensi dan prinsip penghematan biaya secara besar-besaran di sekolah-sekolah swasta.

Semua kebijakan tentu akan mempunyai dampak ketika diterapkan. Suka tidak suka, mau tidak mau, yang namanya kebijakan tentu akan dicoba pemberlakuannya. Bila kurang atau tidak berhasil, pasti akan dikaji kembali untuk dicarikan solusinya.

Situasinya sama persis dengan penerapan PSBB di kota-kota yang ada di Indonesia. Beberapa kepala daerah bersama GTPP di wilayahnya sudah ada yang melaporkan penurunan kasus covid-19. 

Namun ada juga yang merilis berita bahwa kasus corona di daerahnya justru mengalami kenaikan signifikan, sehingga PSBB perlu dilanjutkan ke jilid-jilid berikutnya.

Jadi mari kita tunggu kabar yang pasti dari Mas Menteri Nadiem Makarim tentang kapan dan bagaimana tahun ajaran baru di Indonesia ini akan dimulai. Stop dan berhentilah membaca hoaks tentang berita-berita tersebut, apalagi menyebarkannya lewat berbagai platform media sosial yang ada!

Banjarmasin, 26 Mei 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun