Di akhir Desember 2019 lalu, dunia mulai dihebohkan oleh pemberitaan tentang sepak terjangku yang mengakibatkan banyak korban jiwa manusia di Kota Wuhan. Aku memulai perjalananku dari kota kecil ini untuk selanjutnya pergi bertamasya dan menginvasi kota-kota lainnya di Daratan Cina.
Ternyata dari kota-kota yang sudah berhasil aku susupi, ada sebagian warganya yang "bermigrasi" ke kota-kota lainnya di belahan dunia yang lain. Â Dan tanpa sepengetahuan mereka, kawananku yang jahat ikut serta "mudik" bersama mereka. Aku menyebutnya mudik, karena sebagian orang-orang ini memang mempunyai tujuan pulang kampung ke negara yang menjadi tujuan mereka.
Dan, ... berkat kemajuan alat transportasi yang memungkinkan perjalanan seseorang bisa ditempuh dalam waktu yang cepat dan efisien, maka kawananku ini pun akhirnya punya "kesempatan" untuk hidup dalam tubuh mereka-mereka yang telah terjangkiti.
Coba kalian bayangkan apa yang terjadi kemudian. Perlu kalian ketahui saja, aku ini termasuk virus "super jahat" yang mudah menular antar manusia. Jika manusia lengah sedikit saja, maka aku akan segera merasuki tubuhnya. Aku tidak hanya melemahkan tubuh mereka, tetapi aku juga bisa merusak organ tubuh manusia yang sudah aku jangkiti.
Hmmm, sebelum aku ceritakan soal kejahatanku itu seperti apa, aku mau membagikan kisah perjalananku dari satu benua ke benua lainnya di seluruh dunia. Setelah aku berhasil memporak-porandakan Daratan Cina, kawananku pun mulai berkembang biak dengan pesat di negara-negara lain yang mereka masuki.
Sampai akhir Januari 2020 lalu, tercatat 13 negara di dunia yang berhasil aku bobol pertahanannya, termasuk Amerika Serikat. Jika seorang manusia telah terinfeksi olehku, maka dia punya potensi untuk menyebarkan kepada 2 hingga 3 orang lainnya. Kebayang kan bagaimana penularan yang "masif" itu bisa terjadi bilamana perjumpaan di antara orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat makin sering terjadi?
Perilaku manusia sebenarnya juga sangat menentukan persebaranku di lapangan. Aku paling senang tinggal di antara kerumunan manusia. Aku juga dengan senang hati menghinggapi orang-orang yang malas mencuci tangan setelah bepergian keluar, dan tidak memakai masker.
Banyak ahli yang selama ini membuat prediksi kapan usaha-usaha manusia akan berhasil mengatasi sepak terjangku bersama kawan-kawanku di seluruh penjuru dunia. Ada yang memprediksi sampai April 2020, bukan? Tapi sampai bulan Mei 2020 berakhir, keberadaanku dan kawan-kawan jahatku di seluruh dunia masih menjadi "berita menarik sekaligus horor" di mana-mana!
Entah mengapa, masih ada sebagian manusia yang "tidak takut" kepadaku. Padahal sudah banyak kejadian yang memberikan gambaran nyata bahwa sebagai virus baru, aku diketahui "lebih jahat" daripada SARS dan MERS!
Sampai pagi tadi, Kamis, 21 Mei 2020, aku berhasil menginfeksi 5 juta lebih manusia di seluruh dunia. Sebanyak 300 ribu lebih meninggal dunia, dan sekitar 2 juta orang dikabarkan sembuh. Sementara itu di Indonesia per hari ini, sebanyak 20 ribu kasus positif dilaporkan terjadi dari Sabang sampai Merauke, 1.200 orang dinyatakan meninggal dan 4.800 lebih berhasil sembuh. Dan aku beserta kawananku kini telah bercokol di 181 negara. Masih ada 12 negara yang belum melaporkan eksistensiku di negara-negara itu.
Kalau manusia mau membaca sejarah, sampai sekarang belum ada virus yang mampu menyebar secepat aku dan kawanan jahatku ini. Hanya dalam hitungan 5 bulan, nyaris semua negara di belahan dunia ini berhasil kami sambangi. Bahkan untuk negara-negara yang tidak siap menghadapi perilaku kami, akan tergopoh-gopoh saat memberikan pertolongan kepada warganya yang terpapar.
Data-data media massa yang memberitakan tentang keberhasilan sepak terjangku menginfeksi manusia, selalu menampilkan angka-angka yang terus meningkat. Di satu sisi angka-angka itu dari hari ke hari makin fantastis. Sementara di sisi lain, banyak ahli dan para pemimpin negara maupun kepala daerah yang menginginkan angka itu turun berlahan dan melandai. Pertanyaan yang ingin aku ajukan adalah, "Apakah semua harapan itu bisa terjadi?"
Dunia saat ini sedang dilanda pandemi dan banyak manusia yang sudah menjadi korban di mana-mana. Padahal peringatan sudah diberikan oleh pemerintah dan otoritas di setiap negara bahwa pilihan untuk #DiRumahAja adalah pilihan terbaik!
Tapi aku tahu bahwa kelemahan manusia ada di situ. Ia adalah makhluk yang "pembosan", karenanya ia suka mencoba berbagai macam cara dan usaha untuk mengatasi kebosanan itu. Justru karena mudah bosan inilah, manusia kemudian menjadi abai dan lalai, meskipun banyak informasi menyebutkan bahwa aku, si virus corona ini adalah "berbahaya" bagi siapapun yang terjangkiti!
Sebagian mungkin akan merasa takut, khawatir, dan berusaha menjalani protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah dan otoritas berwenang. Namun sebagian lagi lebih memilih untuk tidak memedulikan semua imbauan itu.
Terkadang aku berpikir dan merenung, apakah sebagian orang yang tidak peduli itu pernah membayangkan apa yang dirasakan dan dialami tenaga medis di banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan, yang setiap hari kini harus "berjibaku" denganku demi keselamatan pasien yang terpapar?
Sebagian tenaga medis sudah menyampaikan pengakuan mereka yang merasa "lelah" dengan rutinitas mereka sehari-hari menangani pasien corona. Tahukah mereka-mereka yang "tidak peduli" itu tentang kesusahan yang dialami para tenaga medis, manakala mereka "diharuskan" mengkarantina diri dan "dilarang" bertemu anggota keluarga mereka?
Pernahkah orang-orang yang hingga kini masih abai dan cuek-bebek itu membayangkan, andai kata terjadi semua rumah sakit yang ada kini, "menutup pintu" gegara overload dan tidak mampu menerima pasien corona berikutnya? Dan mereka yang abai dan cuek-bebek itu ternyata nanti termasuk ke dalam kelompok "pasien corona berikutnya"? Apakah mereka sudah siap lahir dan batin untuk menerima kenyataan pahit itu?
Aku tahu pasti, sebagian manusia memang pintar untuk selalu mencari dalih dan alasan pembenaran bagi semua tindakannya yang belum tentu baik dan benar itu. Diminta pakai masker saja, masih ada yang membuat pernyataan kalau harga masker itu mahal. Diminta diam di rumah saja, masih saja beralasan pergi ke sana dan kemari dengan alasan ini dan itu, meskipun kenyataannya nggak perlu-perlu amat!
Pertanyaannya adalah, "Apakah sekelompok manusia yang masih suka berdalih ini tahu alasannya mengapa para tenaga medis yang menangani corona wajib memakai APD (Alat Pelindung Diri) lengkap?"
Jika aku termasuk virus yang tidak berbahaya, tentu para tenaga medis itu tidak perlu bersusah payah memakai baju ala "astronot" itu. Karena baju itu menimbulkan efek panas dan lelah bagi para pemakainya. Bisa kebayang kan jika baju seperti itu harus dipakai selama kurang lebih enam sampai delapan jam?! Dan karena "sangat berisiko", maka selama mengenakan baju APD, seorang tenaga medis tidak bisa makan, tidak bisa minum, dan bahkan tidak bisa buang air kecil dan buang air besar!
Tapi mungkin memang seperti itulah tabiat sebagian orang yang suka "ngeyel" dengan berbagai alasan tadi. Belum lagi kalau nanti banyak yang nekat mudik saat menjelang Lebaran tahun ini, dengan berbagai alasan bla-bla-bla... yang pasti minta dibenarkan atau diakui kebenarannya!
Mereka yang nekat mudik ini pasti sebagian besar berasal dari kota-kota besar yang pulang ke kampung halamannya. Sebagian dari mereka bahkan berasal dari kota-kota besar yang kini menjadi epicenter kasus corona di Indonesia. Dan sebelum Pemerintah Republik Indonesia "resmi" melarang mudik per 24 April 2020 lalu, sebagian orang sudah "curi start" dan sebagian lagi curi-curi kesempatan mudik dengan menempuh "jalan tikus" dan "main kucing-kucingan" dengan aparat atau petugas!
Padahal banyak spanduk dan imbauan yang memberi penjelasan kepada masyarakat, bahwa diriku hanya bisa "berpindah" tempat, bila ada manusia yang menjadi "carrier"-nya. Dan mereka-mereka yang nekat mudik dari kota besar ke kampung halaman, punya potensi besar membawaku jalan-jalan "mudik" ke kampung-kampung dan ke pelosok-pelosok desa di seluruh Indonesia.
Apakah mereka-mereka ini tidak pernah membayangkan apa yang akan terjadi jika kedatangan mereka ke kampung halamannya justru membawa "petaka" bagi keluarga dan banyak orang yang akan dijumpainya? Andai setelah seminggu hingga dua minggu ke depan mereka sakit gara-gara terinfeksi olehku, apakah mereka tahu kemana mereka harus pergi berobat?
Aku bisa memahami mengapa di saat menjelang Lebaran, tradisi mudik selalu menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar. Sebab tradisi mudik di Indonesia ini sebenarnya sudah berlangsung sejak jaman Kerajaan Majapahit maupun Kesultanan Mataram Islam. Meski dari waktu ke waktu tujuan dan makna mudik mengalami pergeseran, namun tetap menjadi tradisi yang selalu dirindukan.
Pada masa keemasannnya, Kerajaan Majapahit mempunyai wilayah kekuasaan hingga daratan Sri Langka dan Semenanjung Malaya. Karena pihak kerajaan menempatkan para pejabatnya di wilayah-wilayah yang jauh itu, maka ada saat di mana para pejabat itu mendapat kesempatan untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Tradisi itu juga diikuti oleh Kesultanan Mataram Islam.Â
Dan tradisi mudik di Indonesia mulai menjadi tren pada tahun 1970-an. Orang-orang biasanya pulang kampung untuk bertemu sanak saudara, tetangga, dan handai taulannya. Saat mudik juga diisi dengan kegiatan ziarah kubur keluarga dan leluhur.
Biasanya orang-orang mudik dari kota ke desa, setelah sekian lama merantau (menggelandang) di kota. Jika awalnya mudik bertujuan untuk menjumpai sanak famili di kampung asalnya, di kemudian hari mudik juga dijadikan ajang untuk unjuk eksistensi diri dan keberhasilan seseorang setelah merantau di kota.
Dan bila argumen di atas dijadikan alasan sekaligus pembenaran untuk "tetap" mudik Lebaran tahun ini, apakah mereka-mereka yang "nekat" tersebut sudah siap dengan resikonya di kemudian hari? Apakah dengan mudik itu mereka ingin menunjukkan rasa kasih sayangnya kepada keluarganya di kampung halaman? Ataukah pilihan mudik di masa pandemi ini justru akan menjadi malapetaka yang akibatnya tak pernah terbayangkan?
Cukup sampai di sini dulu curhat-ku kali ini. Curhat tentang aku dan aksi jahat yang dilakukan kawan-kawanku di seluruh dunia dan juga di Indonesia.
Masih tetap keukeuh untuk mudik Lebaran tahun ini? Atau kalian memilih untuk menjalani imbauan pemerintah dengan taat? Dengarkan seruan itu, #JanganMudikDulu!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI