Mohon tunggu...
Agung Yoga Asmoro
Agung Yoga Asmoro Mohon Tunggu... Dosen - Conquer yourself rather than the world

Aku tidak peduli diberi kesusahan atau kesenangan, karena aku tidak tahu mana yang lebih baik dari keduanya, agar aku dapat lebih bertakwa kepada Allah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Derita dan Harapan Wisata MICE di Indonesia

17 Juni 2020   02:50 Diperbarui: 17 Juni 2020   03:27 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kominfo.go.id

"Learning without thinking is useless, but thinking without learning is very dangerous!" itu adalah kalimat terakhir Bung Karno yang saya baca saat membaca buku Dibawah Bendera Revolusi jilid pertama tepat disaat gawai saya berbunyi tanda adanya pesan masuk.

Pesan yang saya terima berbunyi singkat dan padat, dengan menyertakan lampiran satu halaman artikel dari salah satu surat kabar digital terbitan hari Sabtu, 13 Juni 2020 yang lalu.

"your comment please", begitu pesan yang saya terima.

Di tengah halaman surat kabar terpampang judul artikel "STRATEGI MICE BERGANTI" dengan sub judul Pelaku industri meeting, incentive, convention and exhibition (MICE) di Tanah Air berancang-ancang menghadapi tahapan reopening ekonomi, setelah terpukul akibat pandemi Covid-19.

Jujur, artikelnya biasa saja. Isinya memberitakan tentang harapan dari sebagian kecil pelaku industri MICE terkait dengan apa yang akan mereka lakukan saat pandemi Covid-19 ini berlalu.

Namun yang menggelitik saya justru apa yang ditulis pada akhir artikel. Artikel ini ditutup oleh pernyataan Direktur MICE Kemenparekraf yang menyatakan bahwa pihaknya akan memprioritaskan MICE dalam negeri dan mendorong industri melalui pasar domestik.

Entah karena keterbatasan kolom, atau keterbatasan informasi seolah pernyataan tersebut hanyalah satu pernyataan normatif belaka, dan menurut saya, belum terlihat pernyataan yang jelas bagaimana mereka akan mewujudkan hal ini.

Yang paling menarik minat saya adalah justru infografis pada sisi bawah artikel yang mencantumkan hasil dari riset yang dilakukan oleh ICCA (International Congress and Convention Association) pada bulan Mei, yang diterbitkan pada 4 Juni 2020 yang lalu.

Dimana ditampilkan informasi bahwa:  

  • 84% responden berniat memasukkan elemen hibrida (pertemuan virtual & fisik) dan digital ke acara mereka.
  • 66% responden percaya Covid-19 pada dasarnya akan mengubah cara mereka beroperasi di masa depan.
  • 60% responden percaya bahwa ada batasan keberhasilan acara virtual jika dibandingkan dengan tatap muka.
  • Acara sedang ditinjau oleh 47% dari asosiasi, sementara 43% sedang meninjau proposisi digital dan 42% model keanggotaan mereka.
  • 28% mengatakan rotasi geografis sedang ditinjau dan kemungkinan akan berubah di masa depan.

Singkatnya, dari riset tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang adalah pemain MICE di kancah global beranggapan bahwa mereka harus merubah cara mereka beroperasi di masa depan, termasuk kemungkinan memasukkan elemen hibrida ke dalam acara mereka.

Industri MICE di Indonesia

Sebenarnya  industri MICE di Indonesia tidak bisa dikatakan kecil. Mengacu pada informasi yang diterbitkan oleh Event Industry Council pada akhir tahun 2018, industri MICE di Indonesia berada di urutan ke-17 dunia. Ini bahkan melebihi peringkat Thailand yang berada di posisi 22 dan Singapura yang berada di posisi 25.  

Industri MICE Indonesia juga turut berkontribusi terhadap GDP secara direct sebesar 3,9 Milyar dollar dan 7,8 Milyar dollar jika ditinjau secara totalitas. Lebih jauh, industri MICE di Indonesia terbukti mampu memberikan kesempatan erja secara direct kepada 104 ribu orang dan total berimplikasi terhadap 278 ribu orang.

Dampak Covi-19 terhadap Industri MICE di Indonesia

Pandemi covid-19 jelas amat berdampak pada industri MICE. Bagaimana tidak, berdasarkan data yang diterbitkan oleh IVENDO dalam Survei Dampak Wabah Covid-19 terhadap industri event di Indonesia menunjukkan bahwa pandemi ini berdampak pada 96,4% penundaan dan 84,8% pembatalan event sampai akhir 2020 di 17 provinsi. Kondisi ini berakibat pada potential loss sebesar 2,7 - 6,9 triliun rupiah yang harus ditanggung oleh 1218 organizers di seluruh Indonesia.

Kerugian ini secara langsung amat dirasakan oleh 90,000 orang pekerja industri MICE di Indonesia.

Namun yang menarik adalah bahwa mayoritas pelaku industri MICE di Indonesia ini pada dasarnya adalah UMKM. Hal ini bisa kita lihat pada persentase events yang ada di Indonesia, dimana total omzet kotor per event:

  • Rp 10-50 juta = 33,9% events
  • Rp 51-150 juta = 25% events
  • Rp 151-300 juta = 20,5% events
  • Rp 301-600 juta = 7,1% events
  • Rp601 - 1,2M = 10,7% events
  • Rp1,2M -- up = 2,7% events

Artinya, pelaku industri MICE di Indonesia yang paling dirugikan dari pandemi covid-19 kebanyakan adalah mereka-mereka yang merupakan UMKM. Oleh karena itu, seyogianya perhatian dari pemerintah lebih difokuskan kepada para UMKM praktisi MICE Indonesia.

Strategi wisata MICE di Indonesia post covid-19

Banyak ide dan gagasan terkait bagaimana seharusnya strategi recovery industri MICE di Indonesia. Sayangnya, kebanyakan pihak yang dimintai pendapat umumnya adalah pelaku industri non-UMKM. Seolah, pelaku industri MICE dari UMKM ini termarjinalkan, walau faktanya mereka adalah mayoritas penggerak industri MICE di Indonesia.

Beberapa ide-ide yang beredar diantaranya adalah: memberlakukan virtual events, hybrid events, pengembangan platform digital events, dan hal-hal lain terkait dengan adopsi teknologi baru.

Namun demikian, menarik pula apa yang digagas oleh Busan Tourism Organization di dalam menanggulangi dampak pandemi ini kepada industri MICE. Strategi mereka diantaranya adalah meningkatkan promosi, melipatgandakan anggaran terkait dengan penyelenggaraan event, dukungan biaya promosi bagi industri, dan memberikan dukungan produk-produk yang terkait dengan karantina covid-19 (contoh: rapid test kit, APD kit, dan lainnya) kepada pelaku industri MICE.

Harapan

Harapan saya pribadi tentu saja pandemi ini segera berlalu, dan teman-teman pelaku MICE bisa bernafas kembali. Apa yang sudah disampaikan oleh pemerintah dalam hal ini Kemenparekraf menjadi satu janji yang harus ditepati dan ditunggu-tunggu oleh pelaku industri MICE yang jumlahnya ada 1,218 organizers dan 104 ribu orang itu.  

Memprioritaskan MICE dalam negeri dan mendorong industri melalui pasar domestik bukanlah hal yang salah. Namun bagaimana azas keadilan dapat terlaksana dengan baik adalah hal yang berbeda. Dengan peluang akan adanya gelombang kedua pandemi, pemahaman akan standar kebersihan dan kesehatan yang belum merata, serta kondisi harga tiket pesawat yang masih tinggi dan prosedur kesehatan yang masih berbelit-belit, kesemuanya itu dengan sendirinya merupakan faktor penghambat terwujudnya pelaksanaan kegiatan MICE di Indonesia. Kondisi-kondisi ini membutuhkan lebih dari sekedar wacana normatif.

Mungkin memang event di masa yang akan datang tidak akan lagi sama dengan event yang selama ini kita kenal. Mungkin kita harus membiasakan diri untuk meeting dengan jarak setidaknya 1,5 meter dengan menggunakan masker, mungkin kita tanpa sadar sudah terbiasa dengan zoom, google meet atau cisco webex. Mungkin akan banyak tumbuh platform digital meeting atau hybrid meeting. Yang pasti, pada akhirnya kita harus beradaptasi dengan kondisi ini, dan hanya yang mampu beradaptasilah yang akan tampil sebagai pemenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun