Maka beberapa pihak akan memiliki panggung dan mendapatkan kesempatan tampil untuk menyuarakan optimisme kepariwisataan “new normal” ini.
Sementara di lain tempat pada waktu yang tidak jauh berbeda, para pemandu wisata di Banyuwangi masih harus tetap mencangkul sawah sembari menunggu jatah untuk mendapatkan kartu prakerja yang tak kunjung disetujui.
Tour Guides di Gili Ketapang Probolinggo terkantuk-kantuk menunggu ikan menyambar kailnya untuk dapat dibawa pulang ke rumah sebagai lauk makan hari itu.
Ratusan jip di Bromo masih tetap menganggur terparkir, jika tidak menjadi besi tua.
Dan Pak Ngurah, seorang ex-hotelier setiap sore masih jongkok mengipasi sate lilit khas Bali, di Sempidi Bali.
Bagi segelintir orang, “new normal” pariwisata adalah tentang meeting dan lobbying terkait dengan implementasi berbagai protokol kesehatan dalam industri pariwisata.
Namun bagi mayoritas pelaku pariwisata, “new normal” pariwisata selama 3 bulan lebih ini adalah berbagai kenangan akan keindahan masa lalu yang entah kapan akan kembali datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H