Aku teringat saat punya anak usia 5 tahun. Belanjanya odol dan sampo. Ia begitu mengajak pada ibunya. "Ayo belamja,bu!" Dengan gaya mengajak dan pasti ada sesuatu yang dia inginkan.Â
Aku nebak," Paling beli odol dan sikat gigi!"Â
Anak itu agak gusar kena tembakan dari ayahnya. "Ayolah,bu!" Kian saja ia tak nyaman dan ingin segera ke toko yang ada di dekat pasar itu.Â
Sampai toko saking hafalnya si pelayan juga nebak,"Beli odol dan sabun yha?" Kian gusar saja dan kadang agar tak ditebak ngajak ke toko yang lain.Â
"Uangku habis,nak!" Ibunya menjawab.
"Ke ATM ,dan minta ,Bu!"
"Lha dikira ATM itu layaknya orang tua kita!"
"Lha iyha kan dia baik hati!"
Ingat sepuluh tahun lalu dan kini sudah tahun 2023 meh entek. Habis waktunya dan pindah ke 2024.Â
Kini sudah SMP dan belanjanya beda banget. Cuma tinggal melihat dan klik pencet pesan. "Ini anak model kini sungguh beda jauh!" Aku hanya  melihat dari kejauhan saja. Dan tahu-tahu ada order datang.
"Biaya 30 ribu,Pak!" Pak kurir ngomong.Â
"Hadew, aku kena tiban!" kutulliskan di -WA keluarga.
"Engko diijoli ibu,pak!" jawabnya bocah itu.Â
"Lha ketahuilah,Pak! Gaya anakmu!" Ibunya malah menguatkan gaya anak itu.Â
Aku bisa melihat bahwa begitu dahsyat penjualan dengan gaya online ini. Mampu menmbus kapan di mana saja bisa. Hanya bea yang terpontang-panting kala tak ada kontrol.
 "Kau beli harus disesuaikan kebutuhan yang paling pokok!"
Ujarku.Â
.....gk..12/23