Mohon tunggu...
W Agung  Sutanto
W Agung Sutanto Mohon Tunggu... Guru - Sambang agar Sambung

guru jas sd di Gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ferdy Sambo dan Apresiasi Vonis Mati

15 Februari 2023   04:36 Diperbarui: 15 Februari 2023   14:54 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca koran pagi ini (KR, 14/2) halaman pertama  menyorot soal hukuman mati dari peristiwa yang besar soal FS. "Hakim Tunjukkan Independensinya Vonis Mati Ferdy Sambo Diapresiasi." Sungguh luar biasa. 

Lebih lanjut begitu ekspresif dari  keputusan itu oleh  Ibunda Brigadir J yaitu Rossi Simanjuntak, tak bisa tahan tangis secara histeris  setelah harapannya pada FS dan istrinya yang telah mendapat vonis secara maksimal."

Selaku pemerhati dalam sidang perkara FS yang begitu menarik dan memakan waktu cukup lama. Ternyata banyak yang mengikuti dan membuat penasaran akan keputusan nantinya. Ada yang malah terbawa emosi untuk memperlakukan FS mengadili secara sepihak.

Mereka yang menyimak lewat  you tube dan juga siaran langsung lewat HP. Agar jelas malah ada yang di bloototh-kan dengan penegeras. Pokoknya  untuk mengikuti persidangan jarak  jauh. Sebagaimana kawan-kawanku yang gemar mengikuti.

Bagi mereka kasusu ini malah menjadi pelajaran berharga. Bagi mereka ini termasuk  langka dan baru terjadi dan terungkap publik. Selaku agen edukasi dengan  melihat kasus ini dapat ditemukan karakter-karakter yang ada  dalam kasus BJ. Yang telah diperankan oleh FS sebagai inti pelaku.

Baru kasus semacam ini demikian pelik dan memakan waktu persidangan yang lama. Sehingga bisa menjadi acara yang layak simak.

Perilaku yang ada pada para pelaku di drama FS ini. Ada karakter yang paling kuat dan menonjol. Karakter sombong yang menyelimuti S. Dengan sifat itu yang bisa tumbuh kapan saja. Terutama  karena orang tersebut baru mendapat kepercayaan. Atau disampiri amanah jabatan dan kedudukan yang strategis. Punya pangkat tinggi dan derajat diatas khalayak masyarakat awam. Sehingga mereka otomatis bisa semaunya berbuat. Sampai kelewat batas.

Akan menerima laknat yang secara cepat. Tidak usah menunggu tahunan sudah terjerat hukum. Secara nyata ia si pelaku sombong tampak menang. Akan tetapi sebenarnya dia membuat lubang menganga soal kekalahannya sendiri.

Makin nekat kesombongan sampai menyaingi Tuhan. Ini juga pernah terjadi pada Firaun yang terkenal dalam sejarah manusia. Dan diabadikan sampai kini. Sebagai pelajaran bahwa itu akan menjadi peringatan.

Sosok yang bangga dengan kelakuan yang sembrono. Bisa demikian karena ada yang diunggulkan. Sebuah posisi yang kuat dengan dukungan yang besar. Sehingga sampai berbuat demikian. Semaunya berkelakuan karena baru berkuasa. Main pukul bunuh dan ancam pada sesama. Sebuah perilaku yang setara takdir Tuhan.

selaku ibu dari kurban tentulah merasakan sakit yang sangat. Tangisan histeris saja belum bisa menjadikan impas dengan deritanya. Termasuk juga hukuman yang begitu dirasakan. Bagi terhukum sekecil dan sebesar apapun tetap menjadikan berat. Lain hal dengan yang dirugikan berpikiran bahwa miliknya tak sebanding dengan apa saja. sosok manusia masih tergolong orang bijak. Mampu membedakan dua opsi yang bertolak belakang. 

Namanya sebuah drama setiap kejadian yang menimpa seseorang. Dan selaku manusia bahwa kebenaran tetap beda dengan kebohongan. Dan itu sebagai tanda bahwa 

Drama yang disuguhkan pada publik dan kita bisa menyimak dan menilai. Sebenarnya apa yang akan menjadi titik akhir nantinya. Ada asumsi bahwa sebuah kesombongan  pasti akan tampak walau ditutup dengan permata. Dan ternyata akhir dari persoalan itu dengan mendapat hukuman.

Keputusan hakim itu dengan mengetok palu FS dihukum mati. Mungkinkah akan naik banding dan masih berlanjut lagi. Kita tunggu dengan agenda drama yang lebih rumit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun