Ajakku begitu memasuki jalan menuju monumen tenun lurik. Masuk kawasan disitu dibangun tugu peringatan. Bahwa kala itu tahun 60-an daerah sini kondang Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang memproduksi kain lurik.
Salah seorang kawan yang tinggal di sini pernah katakan. Termasuk  dari informasi daerah industri yang sempat mencuat di dunia industri.
**
Tak seberapa lama aku masuk area itu. Para pengunjung yang berjubel. Parkiran yang sesak oleh kendaraan. Mas tukang parkir mengarahkan motorku.
"Mari,Pak!"
Segera kuparkir sebagaimana arahan petugas penata motor ini.
Segera masuk lesehan yang ada meja  setinggi 30 centi itu dengan suguhan gorengan tempe dan sate ayam.
Aku minta 2 sop segar khas Bu Tin.  Begitupun istriku juga  meminta wedang poci yang panas. Maksudnya agar badan bisa pyar jadi segar dan gobyos.
Kami duduk dan berembuk.Â
"Nanti yang mbayar kamu lho,Bu!"
"Hadew dompetku di motor maticku,Pak! Jadi tak terbawa."