Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hanya Pesan Satu Gelas Kopi, Duduknya Sampai Tutup

23 Juni 2024   16:28 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:32 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu tahu nggak, gue pernah nongkrong di coffee shop sampai tempatnya tutup cuma dengan pesan segelas teh manis," ujar Dulkemut sambil tertawa lebar di pojokan warung kopi Bu Siti. Semua orang yang duduk di situ langsung melongo. Pak RT yang duduk di sampingnya hanya bisa geleng-geleng kepala. "Kemut, lo itu ada-ada aja. Kenapa nggak pulang ke rumah aja sih?"

Dulkemut kemudian mulai bercerita panjang lebar tentang pengalamannya di coffee shop. "Entah kenapa, kalau gue kerja di coffee shop atau sejenisnya, kerjaan tuh lebih cepat selesai daripada di rumah atau di kosan sendirian. Ada yang ngerasa kayak gitu juga nggak?" tanyanya sambil melihat ke sekeliling. Beberapa orang di warung kopi mengangguk setuju.

Dulkemut melanjutkan, "Gue kadang bingung, kenapa ya kalau di coffee shop bisa lebih produktif? Mungkin karena suasananya nyaman, ada wifi gratis, banyak colokan buat ngecas laptop, dan musiknya juga asyik. Beda sama di rumah yang banyak gangguan."

Pak RT yang mendengar itu merasa tertarik, "Iya sih, Kemut. Tapi bukannya itu bikin pemilik coffee shop rugi ya? Bayangin aja, orang-orang kayak kamu cuma pesan teh manis, tapi duduknya sampai berjam-jam. Padahal kan mereka butuh pelanggan yang beli banyak biar cuan."

Dulkemut tertawa lagi, "Nah itu dia, Pak RT. Makanya ada guyonan yang bilang, pesannya segelas teh manis, tapi duduknya bisa sampai tempatnya tutup. Kasihan juga sih pemilik coffee shop-nya."


Bu Siti yang sedang menyajikan kopi ikut menimpali, "Iya, Kemut. Gue pernah dengar dari teman yang punya coffee shop, mereka memang sering mengeluh soal itu. Banyak pelanggan yang cuma pesan sedikit, tapi nongkrongnya lama banget. Tapi ya gimana lagi, itu udah jadi fenomena umum di kota-kota Indonesia."

Dulkemut mengangguk setuju. "Bener, Bu. Fenomena ini udah lazim banget. Gue juga kadang mikir, kenapa nggak ada tempat lain yang bisa diakses secara gratis tapi nyaman buat kerja atau belajar? Kaya coworking space gitu."

Pak RT, yang merasa tertarik dengan obrolan ini, menimpali lagi, "Kemut, bukannya dulu waktu pandemi sempat banyak bermunculan coworking space? Tapi kenapa sekarang malah banyak yang tutup?"

Dulkemut menjelaskan, "Iya, Pak RT. Waktu pandemi, banyak orang kerja dari rumah dan butuh tempat yang nyaman buat kerja. Makanya coworking space sempat booming. Tapi setelah pandemi usai, banyak yang gulung tikar karena nggak ada yang pakai lagi. Padahal, kalau dipikir-pikir, coworking space itu solusi bagus buat orang-orang yang butuh tempat kerja selain di rumah atau coffee shop."

Bu Siti menambahkan, "Kalau gitu, kenapa pemerintah daerah nggak bikin coworking space yang bisa diakses gratis? Kan itu bisa bantu banyak orang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun