Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Ada Orang Suka Debat Daridapa Nulis Buku?

16 Juni 2024   17:19 Diperbarui: 16 Juni 2024   17:20 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke tokoh-tokoh kita, karya-karya mereka seperti "Di Bawah Bendera Revolusi" oleh Soekarno, "Indonesia Merdeka" oleh Hatta, "Perjuangan Kita" oleh Sjahrir, dan "Madilog" oleh Tan Malaka adalah bukti nyata dari dialektika intelektual yang kaya dan dinamis. Mereka tidak hanya menuliskan pemikiran dan ideologi mereka, tetapi juga memberikan kritik dan refleksi terhadap pandangan yang berbeda.

"Di Bawah Bendera Revolusi" misalnya, adalah kumpulan pidato dan tulisan Soekarno yang mencakup pandangannya tentang nasionalisme, marhaenisme, dan sosialisme. Soekarno sering menekankan pentingnya persatuan nasional dan peran revolusi dalam mencapai kemerdekaan. Ini berseberangan dengan pandangan Hatta yang lebih moderat dan diplomatis.

Dalam "Indonesia Merdeka," Hatta menguraikan pandangannya tentang perjuangan kemerdekaan melalui cara-cara diplomatik dan pendidikan politik. Hatta juga menekankan pentingnya ekonomi koperasi sebagai landasan pembangunan ekonomi. Pandangan ini berbeda dengan Tan Malaka yang lebih revolusioner.

"Perjuangan Kita" oleh Sjahrir adalah refleksi dari pandangan sosialisme demokratnya, yang sering berseberangan dengan pandangan revolusioner Soekarno dan komunisme Tan Malaka. Sjahrir percaya bahwa sosialisme demokrat adalah jalan yang lebih humanis dan sesuai dengan kondisi Indonesia.

"Madilog" oleh Tan Malaka, di sisi lain, adalah buku yang mencerminkan pemikiran filosofis dan revolusioner Tan Malaka tentang materialisme dan dialektika. Buku ini juga mengkritik berbagai ideologi lain yang dianggapnya tidak sesuai dengan perjuangan proletar.

Melalui karya-karya ini, kita dapat melihat bagaimana perdebatan intelektual dan ideologis antara Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, Tan Malaka, dan Soekarno tidak hanya memperkaya pemikiran politik di Indonesia, tetapi juga memberikan fondasi bagi perkembangan ideologi dan strategi perjuangan kemerdekaan.

Karya-karya mereka bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga warisan intelektual yang berharga. Mereka menunjukkan bahwa perdebatan dan perbedaan pandangan adalah bagian penting dari proses pembelajaran dan kemajuan. Dalam konteks modern, kita bisa belajar banyak dari dialektika pemikiran mereka. 

Daripada berdebat di kolom komentar yang menghabiskan waktu dan tenaga, lebih baik tuliskan gagasanmu yang berbeda menjadi sebuah buku. Itu lebih berarti dan berguna karena masyarakat dapat membaca gagasanmu secara utuh, bukan hanya debat tanpa arah dan nggak mutu!

Jadi, mari kita ambil pelajaran dari para pendahulu kita. Gunakan media sosial dan platform lainnya untuk menyebarkan ide-ide yang bermakna, bukan sekadar asal bicara tanpa dasar. Dengan demikian, kita tidak hanya menghormati warisan intelektual, tetapi juga berkontribusi pada perkembangan peradaban dan literasi kita sendiri. 

Mari menulis!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun