Sebuah perdebatan menarik tengah berlangsung di dunia penulisan modern. Di satu sisi, beberapa teman saya, penulis konvensional, menganggap Chat GPT sebagai ancaman bagi integritas kreativitas dan autentisitas tulisan mereka.
Mereka berpendapat bahwa menggunakan Chat GPT untuk menulis akan menghasilkan teks yang kaku dan tidak bermakna. Bagi mereka, kekuatan tulisan terletak pada kemampuan manusia untuk mengungkapkan ide-ide mereka dengan kecerdasan dan keunikan bahasa.
Namun, di sisi lain, ada pandangan bahwa Chat GPT sebenarnya dapat menjadi alat yang berguna bagi penulis konvensional. Meskipun menggunakan mesin untuk menulis bisa terlihat tidak konvensional, namun dengan penggunaan yang tepat, Chat GPT dapat menjadi katalisator untuk menginspirasi ide-ide baru dan memperluas jangkauan kreativitas.Â
Terlepas dari skeptisisme awal, beberapa penulis konvensional telah menemukan bahwa kolaborasi dengan teknologi dapat meningkatkan produktivitas mereka dan membantu mereka mengatasi blokade kreatif.
Dan akhirnya, penting untuk diingat bahwa teknologi seperti Chat GPT hanyalah alat, dan bukan pengganti dari keunikan dan kecerdasan manusia.Â
Penulis konvensional dapat memanfaatkan kekuatan teknologi ini dengan bijaksana, tetapi juga harus tetap menjaga esensi dari seni menulis yang autentik.
Dengan pendekatan yang tepat, penulis dapat menemukan keseimbangan antara inovasi teknologi dan keaslian kreativitas manusia dalam menciptakan karya-karya yang bermakna dan memikat.Â
Saya masih ingat betapa tertantangnya saya ketika pertama kali diminta untuk menulis tentang sesuatu yang sama sekali baru bagi saya: budaya perusahaan.
Tantangan tersebut semakin besar karena ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi, seperti menulis secara SEO friendly dan batas waktu yang sangat ketat.
Namun, saya tidak menyerah begitu saja di tengah tantangan itu. Dalam situasi yang mepet, saya menemukan solusi yang tak terduga: Chat GPT.Â