Saat ini kondisi bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Mungkin bukan Indonesia saja, namun seluruh dunia. Konflik Rusia dan Ukraina yang membawa dampak ke seluruh sektor di dunia.
Ada inflasi di Amerika yang menurut berita sudah  berada di garis yang mengkhawatirkan. Perang dingin Cina dan Amerika yang masih terus berlangsung. Lalu ada juga gerakan-gerakan yang ingin mendirikan negara dengan ideologi agama yang terpecah-pecah menjadi beberapa nama yang mengusungnya.
Isu-isu agama yang dibawa ke ranah politik juga makin marak di tahun ini, apalagi di tahun depan sampai tahun 2024 untuk memenangkan calon pada pemilihan umum langsung presiden Indonesia.
Ada berita lucu bagi saya saat ini (entah bagi anda), yaitu pemberitaan bahwa AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dikabarkan sebagai keturunan Raja Majapahit dan keturuhan Nabi Muhammad. Apakah ini langkah menyeret agama ke ranah politik?
Satu peristiwa lagi yang membuat saya miris di tahun ini adalah pengeroyokan terhadap Ade Armando (seorang pegiat media sosial dan akademikus yang mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia). Ia dikeroyok dan dihajar masa saat adanya demo mahasiswa pada tanggal 11 April 2022.Â
Dari berita video yang beredar, terlihat para pengeroyok Ade Armando memukul dan menendang sambil meneriakkan kalimat suci dalam agama, yaitu La ilaha illallah dan Allahu Akbar.Â
Peristiwa itu bagi saya sangat menyedihkan, yaitu melakukan kekerasan atas persepsi agama yang dianutnya. Lagi-lagi ini tentang agama yang diseret ke ranah politik untuk membenarkan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap orang yang berlainan pilihan politiknya.
Lagi-lagi masalah agama!
Berapa banyak masalah yang kemudian dikaitkan dengan agama dan dikatakan sebagai penistaan agama yang telah terjadi selama ini? Ya, agama memang masih menjadi pasar empuk untuk dijual. Istilah di luar sana adalah jualan agama.Â
Ketika agama direkayasa agar mandapat makna yang pas sesuai kepentingan golongan, maka apa yang dikatakan sebagai firman-firman Tuhan menjadi alat otoritas tertinggi untuk menggerakkan kelompoknya tanpa adanya langkah untuk berpikir kritis sebelumnya.Â