Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Realistis, Namun Bukan Matematis

29 April 2022   14:20 Diperbarui: 29 April 2022   14:28 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kondisi bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Mungkin bukan Indonesia saja, namun seluruh dunia. Konflik Rusia dan Ukraina yang membawa dampak ke seluruh sektor di dunia.

Ada inflasi di Amerika yang menurut berita sudah  berada di garis yang mengkhawatirkan. Perang dingin Cina dan Amerika yang masih terus berlangsung. Lalu ada juga gerakan-gerakan yang ingin mendirikan negara dengan ideologi agama yang terpecah-pecah menjadi beberapa nama yang mengusungnya.

Isu-isu agama yang dibawa ke ranah politik juga makin marak di tahun ini, apalagi di tahun depan sampai tahun 2024 untuk memenangkan calon pada pemilihan umum langsung presiden Indonesia.

Ada berita lucu bagi saya saat ini (entah bagi anda), yaitu pemberitaan bahwa AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dikabarkan sebagai keturunan Raja Majapahit dan keturuhan Nabi Muhammad. Apakah ini langkah menyeret agama ke ranah politik?

Satu peristiwa lagi yang membuat saya miris di tahun ini adalah pengeroyokan terhadap Ade Armando (seorang pegiat media sosial dan akademikus yang mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia). Ia dikeroyok dan dihajar masa saat adanya demo mahasiswa pada tanggal 11 April 2022. 

Dari berita video yang beredar, terlihat para pengeroyok Ade Armando memukul dan menendang sambil meneriakkan kalimat suci dalam agama, yaitu La ilaha illallah dan Allahu Akbar. 

Peristiwa itu bagi saya sangat menyedihkan, yaitu melakukan kekerasan atas persepsi agama yang dianutnya. Lagi-lagi ini tentang agama yang diseret ke ranah politik untuk membenarkan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap orang yang berlainan pilihan politiknya.

Lagi-lagi masalah agama!

Berapa banyak masalah yang kemudian dikaitkan dengan agama dan dikatakan sebagai penistaan agama yang telah terjadi selama ini? Ya, agama memang masih menjadi pasar empuk untuk dijual. Istilah di luar sana adalah jualan agama. 

Ketika agama direkayasa agar mandapat makna yang pas sesuai kepentingan golongan, maka apa yang dikatakan sebagai firman-firman Tuhan menjadi alat otoritas tertinggi untuk menggerakkan kelompoknya tanpa adanya langkah untuk berpikir kritis sebelumnya. 

Mereka siap melakukan apapun karena perintah itu adalah perintah Tuhan!

Keprihatinan saya atas semua fenomena 'jualan agama' inilah yang melahirkan pertanyaan, "Mungkinkah Tuhan dan agama sudah selesai perannya di kehidupan ini?" 

Atau memang Tuhan dan agama sudah tidak ada sehingga Tuhan dan agama dengan mudah diseret-seret ke dalam kepentingan-kepentingan tertentu. Atau justru ia sengaja diciptakan hanya agar bisa ditafsirkan sesuai kepentingan untuk menggerakkan masa atas otoritas tertinggi?

Pertanyaan yang terakhir menarik; Atau justru ia sengaja diciptakan hanya agar bisa ditafsirkan sesuai kepentingan untuk menggerakkan masa atas otoritas tertinggi?

Bila yang ditunjukkan oleh agama adalah pertikaian, perpecahan, peperangan, maka sangat realistis sekali apabila banyak orang yang akhirnya tidak percaya dengan fungsi agama secara sosial.

Mungkin mereka masih percaya fungsi agama secara pribadi sebagai petunjuk untuk mendapatkan surga nantinya. Namun ini pun rawan manipulasi makna. Seperti, untuk mendapatkan surga maka jangan pilih pemimpin yang tidak seiman.

Untuk mendapatkan surga maka boleh membunuh mereka yang dianggap sesat (aliran tertentu).

Bagaimana kalau memang Tuhan dan agama tidak ada? Ia tidak ada secara wujud eksistentsinya, karena Tuhan memang diciptakan ada sebagai sosok otoritas agar manusia merasa aman, nyaman dan ada yang melindungi. 

Manusia dalam kekhawatirannya menghadapi hidup butuh sosok otoritas yang dapat memberi perintah dan pentunjuk.

Agama dikatakan tidak ada karena ia telah berubah dari ajaran luhur kebaikan menjadi lembaga agama yang bertujuan mencari umat sebanyak-banyaknya.

Kalau Tuhan dan agama sudah selesai fungsinya dalam hidup saat ini, jelas ada yang tidak berhenti membawakan fungsi kebaikan dan keluhuran budi, yaitu hati yang penuh cinta. 

Dan hati yang penuh cinta tidak butuh Tuhan dan agama, karena hati yang penuh cinta sudah merepresentasikan makna simbol akan Tuhan, yaitu ketuhanan dan makna simbol akan agama yaitu kebaikan.

Selamat berselancar di dunia tanpa Tuhan dan agama!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun