Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia Beragama karena Nyaman?

18 Mei 2021   23:59 Diperbarui: 19 Mei 2021   00:15 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita bertanya untuk diri kita sendiri, kita beragama karena agama itu benar atau karena kita merasa nyaman?

Banyak sekali yang mengatakan bahwa kita (sebagian besar) memiliki atau menjalankan agama warisan, yaitu agama yang sudah diberikan oleh orangtua. Karena kita lahir dari orangtua beragama A maka kemudian kita beragama A. Orang tua kita beragama B maka kemudian kita juga beragama B. Hal ini berlangsung tanpa kita sadari bahwa memang faktanya kita mewarisi agama dari orangtua kita.

Kita tidak pernah diberikan kesempatan untuk memilih atau bahkan hampir tidak ada orangtua yang kemudian setelah anaknya dewasa lalu dia bertanya kepada anaknya, "Kamu mau memilih agama apa? Apakah kamu mau milih agama yang selama ini sudah diajarkan oleh orang tua atau kamu mau memilih agama dengan pilihanmu sendiri?" Ini tidak pernah dan hampir tidak pernah ada. Kemudian argumentasinya adalah, bahwa anak-anak yang mengikuti agama orang tuanya maka mereka sudah beruntung karena berada di jalur agama yang benar sesuai dengan agama orangtuanya.

Namun tentu saja ada pengecualian. Ada anomali anak-anak yang sudah mulai dewasa dan belajar banyak sekali agama atau mungkin juga belajar tentang perbandingan agama, lalu bilang kepada orangtuanya bahwa dia akan berpindah agama memeluk agama yang berbeda dengan orang tua. Nah kasus ini juga banyak. Kasus-kasus yang demikian kalau dia keluar dari agama Islam (contoh), maka kemudian dianggap murtad dari agama Islam. Orang tuanya mengatakan bahwa anak ini murtad dari agama yang sudah diberikan sebelumnya.

Seseorang yang dikatakan murtad dari satu agama (Kristen contohnya) kemudian masuk dari kepada agama Islam dan dia diterima di agama tersebut, maka penerimaan ini disebut sebagai mualaf (dalam tradisi agama Islam, orang yang masuk Islam disebut sebagai mualaf).

Sebetulnya kita itu beragama karena agama kita benar atau karena kita nyaman? Anda mungkin saja akan berargumentasi kalau agama yang anda anut sekarang adalah benar dan  kemudian Anda akan mengungkapkan sejumlah argumentasi-argumentasi yang diambil dari kitab suci (yang diambil dari kata-kata nabi Anda atau riwayat-riwayat yang mengokohkan bahwa agama Anda benar) 

Nah ini korelasinya sangat erat bahwa kita cenderung mencari argumentasi dengan apa yang akan kita anggap benar. Banyak yang belum sepenuhnya yakin bahwa yang kita pilih itu benar, maka kemudian kita sedang atau terus mencari argumentasi yang mendukung bahwa pilihan saya benar. Kalau sepenuhnya Anda yakin bahwa keyakinan itu benar, maka stop argumentasi. Anda akan stop mencari argumentasi, stop mencari dukungan dari manapun juga, stop mencari dalil-dalil dari kitab suci Anda. Anda stop mencari dalil apapun karena anda yakin bahwa yang anda yakini adalah benar.

Tetapi sepanjang masa dan sepanjang abad, orang-orang saling mencari pembenaran argumentasi dari sudut agamanya sendiri, bahwa agamanya yang paling benar. Nah kalau ada yang mengklaim agama yang lain tidak benar dan kemudian mencari argumentasi bahwa agamanya yang paling benar, kemudian agama yang lain itu membalas bahwa agama yang satu tidak benar lalu mencari argumentasi bahwa agamanyalah yang benar, dan ini berlangsung terus-menerus sepanjang abad. Akhirnya kita melihat bahwa dua-duanya saling tidak yakin bahwa agamanya benar.

Kalau Anda yakin bahwa agama Anda benar, maka apapun yang dikatakan orang, apapun persepsi orang, apapun hujatan orang, maka anda akan berdiri tegak. Anda tidak terpengaruh karena ada yakin akan keyakinan Anda. Dihujat bagaimanapun juga, dihina bagaimanapun juga, dikatakan bagaimanapun juga maka hal itu tidak akan menggoyahkan keyakinan tersebut. Tetapi ternyata banyak yang masih mencari argumentasi untuk membenarkan atau untuk membalas dari tuduhan-tuduhan yang mengatakan bahwa agama anda tidak benar!

Seseorang pindah agama. Ada orang beragama A kemudian dia pindah ke agama B dan  orang beragama B kemudian pindah ke agama C. Yang jadi argumentasi biasanya dia bilang bahwa dia menemukan kebenaran di agama yang baru. Lalu dia diajak ceramah dimana-mana dan diberikan panggung dimana-mana. Bahkan di acara-acara televisi dan di media sosial diberikan panggung juga untuk menguatkan bahwa agama baru yang ditemukan itu adalah benar. Kecenderungannya mereka sedikit menjelek-jelekkan agama sebelumnya atau menyalahkan agama sebelumnya. 

Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau kita menyadari bahwa kebenaran agama itu berada di dalam kelompok agama tersebut. Kebenaran akan keyakinan tidak berlaku untuk semua agama. Kebenaran kelompok agama A itu berlaku untuk kelompok agama A, kebenaran kelompok agama B berlaku untuk kelompok agama B dan kebenaran kelompok agama C juga berlaku untuk kelompok agama C. Demikian seterusnya karena kebenaran itu merupakan hak setiap kelompok dan diyakini oleh kelompok tersebut.

Memang ada kebenaran universal, yaitu kebenaran yang diakui dan juga diterapkan oleh semua kelompok agama. Apa kebenaran universal? Yaitu cinta kasih, kebersamaan, saling menolong, saling membantu, kasih sayang, saling support. Ini merupakan kebenaran universal atau kemuliaan yang dijalankan dengan hal-hal yang sama. 

Tetapi kebenaran teologi merupakan kebenaran yang ada di dalam satu kelompok agama tersebut. Agama A mempunyai konsep tentang Tuhan sendiri dan itu tidak bisa disamakan dengan konsep teologi agama B. Agama B mempunyai konsep Tuhan sendiri. Agama A mempunyai konsep ibadah sendiri dan itu tidak bisa disamakan. Agama B mempunyai konsep ibadah agama sendiri. Agama A mempunyai konsep simbol-simbol di dalam ritualnya terhadap Tuhan. Masing-masing agama mempunyai konsep dan simbol-simbol ritualnya terhadap Tuhan. Dan ini tidak bisa disamakan.

Kalau agama A ingin menyamakan atau memandang agama B dari konsep teologinya tentang Tuhan maka jelas tidak akan ketemu. Jelas tidak akan sama. Agama B memandang agama A dari sisi konsep teologi dan ibadahnya, ini juga tidak akan ketemu karena masing-masing kebenaran konsep teologi hanya berlaku bagi agamanya sendiri sendiri.

Yang jadi masalah sekarang adalah apabila ada sekelompok agama yang memaksakan konsep teologinya harus sama dan diakui oleh agama-agama yang lain. Nah ini jelas tidak bisa. Kalau kita menyadari bahwa konsep teologi itu berada di dalam kebenaran agamanya sendiri-sendiri, maka kita akan beres dan tidak akan terjadi perdebatan. Tidak akan terjadi perkelahian dan tidak akan terjadi peperangan. Namun banyak yang secara tidak sadar atau secara halus memaksakan konsep teologinya. Untuk apa? Untuk mencari pengikut? Untuk menambah pengikut sehingga dia akan menjadi agama yang paling besar atau agama dengan pengikut yang paling banyak?

Sekarang kita kembali ke masalah apakah agama yang anda ikuti benar atau nyaman? Orang pindah agama ini karena apa sih? Argumen dia memang sekali lagi seperti yang saya katakan di atas, bahwa dia menemukan kebenaran di dalam agama yang baru. Tetapi benarkah dia menemukan agama yang benar di dalam agamanya yang baru?

Pertanyaannya begini: Anda merasa nyaman dengan agama anda lalu kemudian anda mengatakan itu kebenaran, atau Anda menemukan kebenaran dengan agama anda baru kemudian anda mengatakan nyaman? Yang mana yang duluan?

Saya berikan contoh: Ada seorang teman saya yang mengatakan bahwa dia awalnya memeluk agama A yang ritual dan ibadahnya banyak. Kemudian dia bertemu dengan Agama yang ritual ibadahnya tidak relatif banyak dan aturannya juga simpel menurut dia. Nah, kemudian dia mengatakan kepada saya bahwa dia menemukan kebenaran di dalam agama yang baru tersebut. Pertanyaannya kembali lagi: Dia nyaman dengan agama yang baru, kemudian dia mengatakan agama itu benar, atau dia menemukan kebenaran baru kemudian dia nyaman? 

Kecenderungannya kita tidak mau mengakui bahwa kita menemukan kenyamanan dalam agama kita masing-masing. Bila Anda nyaman dengan satu agama maka anda akan mengatakan bahwa agama itu benar dan anda tidak merasa keberatan dengan segala macam ritual-ritual ibadah yang ada di dalam agama karena Anda nyaman. 

Namun ketika anda tidak nyaman maka kemudian pikiran anda mulai mencari-cari alasan dan mencari-cari argumen bahwa ada yang tidak benar dengan agama ini. Mengapa saya merasa dipenjara dengan ibadahnya, mengapa ritualnya banyak, mengapa harus begini dan begitu. Segala macem pikiran akan bertanya, mengapa, mengapa, dan mengapa! Karena anda mulai tidak nyaman maka anda mulai membandingkan dengan mencari agama-agama baru yang anda rasa nyaman. Lalu kemudian Anda belajar agama yang lain tersebut dan ternyata lebih nyaman daripada agama sebelumnya.

Ibadahnya mungkin tidak banyak, ritualnya tidak banyak dan Anda nyaman dengan itu semua. Ketika Anda nyaman maka kemudian anda mulai mencari argumentasi bahwa inilah agama yang benar!

Untuk apa seseorang harus pindah agama? Seseorang bisa belajar banyak agama tanpa kamu harus pindah agama. Kalaupun kemudian seseorang pindah agama, bukan berarti agama yang baru itu benar dan agama sebelumnya salah. Ini hanya masalah kenyamanan saja. 

Bila ada orang lain yang menjalankan satu agama yang berbeda dan dia nyaman dengan konsep agama itu, nyaman dengan konsep teologi agamanya, nyaman dengan konsep ibadah dan ritualnya, ya silakan lakukan dengan total agama yang diyakini tersebut. Jadi dengan menyadari ini kita tidak akan saling berantem tidak akan saling berebut keyakinan bahwa satu agama yang satu lebih benar dari yang lain. Tuhan yang satu lebih benar dari Tuhan yang lain.

Karena agama merupakan kenyamanan, menurut saya, silahkan anda boleh saja pindah agama. Tetapi bila anda mengatakan bahwa agama baru yang anda temukan itu benar dan agama sebelumnya itu salah, mungkin anda harus mengoreksi diri sendiri bahwa ternyata yang anda temukan di agama yang baru ini adalah rasa nyaman. Rasa nyaman ini banyak sekali. Ada nyaman dengan konsep teologi ketuhanan, ada nyaman terhadap tata cara ibadah, ada nyaman dengan lingkungan, ada nyaman dengan dukungan, ada nyaman karena anda merasa aman. Semua itu adalah rasa nyaman.

Ketika kita semua menyadari bahwa ini adalah rasa nyaman dan kita dengan enak dan dengan penuh keikhlasan (karena nyaman) menjalankan semua hal di dalam agama-agama kita maka kemudian kita tidak akan menilai bahwa ini adalah hal yang benar dan yang lain adalah salah.

Mari bersama-sama kita mengoreksi diri, apakah Anda nyaman dengan agama anda? Apakah Anda menemukan agama baru dan itu merupakan kenyamanan beragama Anda? Bercermin lebih dalam kedalam diri sehingga kita menemukan apa sih yang sebetulnya harus kita implementasikan? Daripada kita mencari pembenaran atas agama yang baru. Apakah anda nyaman beragama di dalam agama anda? Apakah Anda nyaman dengan konsep teologi di dalam agama anda? Apakah anda nyaman dengan tatacara ibadah dan ritual agama anda? Apakah anda nyaman dengan dukungan lingkungan di dalam agama anda? Apakah anda nyaman dan merasa mendapatkan keamanan di dalam agama anda? Kalau iya, itu adalah alasannya bahwa agama adalah rasa nyaman.

Kebenaran bukan berada di dalam konsep agama apapun. Kebenaran berada pada implementasi agama apapun. 

Ketika implementasi yang keluar merupakan cinta kasih, kasih sayang, persatuan, kebersamaan dan tumbuhnya kita bersama-sama di planet bumi ini, maka itulah kebenaran. Tetapi bila implementasinya adalah kebencian, saling menyalahkan, saling menghujat, saling perang, maka sepertinya kita harus bertanya lagi: Apa yang kita cari dengan agama dan apa yang akan kita tumbuhkan dengan agama?

Salam Cinta dan Bahagia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun