Indonesia memang bukan negara agama. Namun, agama seakan sudah menjadi bagian dari ideologi negara. Walaupun sila pertama Pancasila menyebutkan 'Ketuhanan Yang Maha Esa', hal ini selalu dihubungkan dengan keyakinan beragama dan harus beragama.
Undang-undang Dasar 1945, dalam pasal 29, menyatakan bahwa:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (kebebasan beragama).
Sekali lagi, walaupun pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebutkkan Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa, hal ini bagi sebagian masyarakat diartikan masyarakat harus beragama.
Lalu bagaimana dengan Atheis? Mereka yang tidak mengakui adanya Tuhan? Jelas bahwa mereka tidak mempunyai tempat di Indonesia yang terang-terangan menyebut dalam UUD sebagai Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Akhirnya, mereka yang Atheis, apabila akan terang-terangan sebagai Atheis memilih untuk tidak menetap di Indonesia. Dan bagi mereka yang masih sembunyi-sembunyi, masih malu, masih berkedok agama, dapat tetap tinggal di Indonesia.
Akhirnya ada 'agama administrasi', yaitu label agama yang ditulis di kolom KTP dan Kartu Keluarga hanya sebagai catatan adminstrasi saja. Penulisan itu sekali lagi hanya sebagai kelengkapan dan syarat administrasi. Sementara, 'agama laku' mereka bukan seperti yang ditulis dalam kolom administrasi tersebut.
Lalu bagaimana apabila kita hanya memenuhi syarat administrasi penulisan agama di kartu identitas? Tentu saja, tekanan masyarakat akan menjadi beban tersendiri. Apabila saya menulis di administrasi kartu identitas sebagai Islam dan saya tidak pernah tampak pergi ke Masjid atau ibadah Islam lainnya, maka masyarakat atau setidaknya pak RT yang tahu identitas saya akan memandang saya aneh, negatif, bahkan dicurigai sebagai orang murtad.
Lalu, apakah salah mencantumkan agama hanya sebagai 'agama adminstrasi' saja? Tentu saja tidak. Hal tersebut dikarenakan hanya sebagai syarat administrasi masyarakat saja. Kebanyakan, pencantuman kolom agama dimulai saat mempunyai KTP pertama kali, yaitu masa masih remaja 17 tahun, di mana saat itu sangat mungkin sekali belum berani memilih apakah dirinya akan terus mengikuti agama orang tua, atau berani mengambil langkah untuk menjalankan 'agama laku' bagi dirinya sendiri.
Banyak yang bertanya, "Pak Agung agamanya apa?"
Saya berikan pertanyaan klarifikasi" "Agama administrasi atau agama laku?"
Tabik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H