Sebelumnya saya menulis artikel yang berjudul Polemik "Menu Card" Tulisan Tangan di Garuda Indonesia. Dalam tulisan tersebut saya mencoba melihat postingan viral itu apa adanya, dan memang tidak ada yang salah tentang posting menu tersebut.Â
Artinya bahwa, menu tulisan tangan yang difoto tersebut merupakan capture apa adanya tanpa ada narasi menjelekkan, menghujat ataupun memaki-maki karena kecewa.Â
Bahkan di beberapa sisi dalam posting klarifikasi videonya, yang bersangkutan memuji layanan yang ada. Artinya bahwa, sebagai seorang vlogger-reviewer, ia cukup objektif dalam melakukan review.
Objektivitasnya juga terlihat dalam video lain yang berjudul Garuda Indonesia Vintage Flight Experience, di mana dalam video ini ia memberikan pujian terhadap Garuda. Bagi saya, anggapan bahwa yang bersangkutan punya maksud menjatuhkan Garuda karena menjadi talent maskapai asing, itu tidak terbukti.
Lalu yang menjadi polemik adalah ketika unggahan gambar menu tersebut di-forward dan di-reply dari banyak akun dengan tambahan kalimat sendiri dengan narasi menjelekkan Garuda, maka komentar yang muncul tentu saja tergiring untuk menghujat Garuda Indonesia.
Baru kemudian, sehari setelahnya ada video klarifikasi dari yang bersangkutan. Namun, nasi telah menjadi bubur. Opini miring sudah terlanjur merebak dan tidak dapat dibendung.
Apakah Garuda merasa dirugikan dengan komentar miring tentang dirinya? Tentu saja. Di saat Garuda tengah membangun kembali reputasinya dari terpaan isu-isu sebelumnya yang sempat menurunkan sahamnya, kini opini miring kembali merebak sangat subur dengan cepat sekali.
Namun Garuda seakan tidak menggubris komentar-komentar miring tersebut. Garuda tahu, mungkin saja mereka yang berkomentar panas bahkan dengan nada hujatan adalah mereka yang sebagian besar bukan pelanggannya.Â
Atau bahkan belum pernah menggunakan Garuda. Garuda dengan pelanggan setianya yang dulu bernama GFF (Garuda Frequent Flyer) dan sekarang bernama GarudaMiles, adalah mereka yang sangat tahu pelayanan Garuda.
Dan mereka paham bahwa kesalahan tidak adanya menu cetak bukan merupakan kesalahan regular yang setiap saat terjadi dalam setiap penerbangan, lagi pula pramugari aktif sudah meminta maaf dan membuatkan solusi.
Mari kita sama-sama berbenah
Saya sebenarnya menyayangkan tindakan Garuda yang menangani kasus ini dengan memanggil Rius atas dugaan pencemaran nama baik (walaupun in dilakukan oleh Serikat Karyawan Garuda).Â
Banyak yang harus dibenahi oleh Garuda Indonesia sendiri, termasuk yang sudah saya tulis sebelumnya, yaitu service recovery yang standar sehingga ketika ada permasalahan seperti ini, pramugari yang bertugas tidak diberikan tindakan report to chief, yaitu sebuah surat panggilan yang ditakuti oleh para pramugari karena akan memengaruhi merit sistem penggajiannya.Â
Berbenah dari sisi Vloger
Mengapa Rius di polisikan dengan tuduhan pencemaran nama baik? Kebanyakan, komentar yang ada akan mendukung Rius. Apalagi Rius menyatakan minta dukungan para subscriber dan sesama influencer.Â
Ya, bila kita hanya melihat unggahan foto menu tulisan tangan itu, maka narasi yang terbangun adalah Rius tidak salah dan spontan kita akan mendukung Rius.Â
Pada awal artikel saya sebelum ini pun demikian, bahwa saya tidak menemukan ucapan jelek, kebencian atau hujatan dalam postingan Rius. Sampai kemudian ada berita bahwa Rius dipanggil polisi, saya mencermati kembali video yang diunggah Rius tersebut, karena bagi saya, Garuda (dalam hal ini Serikat Karyawannya) tidak akan memanggil hanya gara-gara unggahan foto menu tulisan tangan.
Pasti ada sesuatu yang kita semua melewatkannya. Apa itu?
Reviewer, apakah itu?
Reviewer artinya adalah pengulas. Ia akan mengulas apa saja tergantung bidang yang diulas. Ia dapat jujur apa adanya terhadap apa yang diulas, entah itu baik atau buruk, sepanjang ia melakukannya dengan jujur dan terbuka.Â
Dari kasus ini akhirnya saya harus melihat semua video Rius yang berkaitan dengan layanan pesawat, dan semua videonya bagi saya masuk kategori pengulas yang jujur, kecuali videonya terakhir yang berjudul "YANG SEBENARNYA TERJADI DI BALIK MENU TULISAN TANGAN GARUDA BUSINESS CLASS."Â
Mungkin Rius tidak menyadarinya atau istilahnya Khilaf. Dan mari, hal ini bisa dijadikan pelajaran bagi para reviewer lainnya.
Apa tugas para reviewer?
Ini yang kadang kurang dipahami oleh para youtuber muda yang secara ototidak menjadi pengulas, sehingga tidak memahami kode etik sebagai pengulas. Pengulas adalah ia yang menampilkan sebuah produk dengan ulasan secara objektif dengan menampilkan keunggulan dan kekurangan yang ada.Â
Dalam hal ini, pengulas tidak boleh mengajak orang lain membangun opini dalam ulasannya, apalagi mengajak untuk menggunakan atau tidak menggunakan produk tersebut.Â
Ulasan yang jujur akan memberikan sudut pandang yang imbang antara keunggulan dan kekurangan, lalu para pembaca ulasan yang kemudian memutuskan sendiri atas dasar ulasan tersebut.
Yang jadi masalah sebenarnya di sini, yaitu video pada menit 15.55, pada saat Rius mewawancarai dua penumpang Australia. Hanya ada satu statement yang bagi saya itu adalah kesalahan fatal, walaupun secara umum, dua penumpang itu juga memberikan penilaian berimbang dengan mengatakan baiknya layanan, kru yang ramah, kursi yang enak (keunggulan) dan menyebutkan kekurangan, yaitu habisnya wine.Â
Salahnya adalah, Rius mempublikasikan ucapan, "Jadi apakah kita akan terbang dengan Garuda lagi? Saya akan melihat maskapai lain dulu ... "
Ajakan inilah yang bagi saya merupakan pencemaran nama baik, karena merupakan ajakan negatif untuk tidak menggunakan Garuda (provokasi massa).
Menjadi pengulas profesional
Mari siapapun Anda, dapat menjadi pengulas professional, baik lewat video yang diunggah di Youtube, maupun lewat tulisan artikel. Kedepankan kode etik jurnalistik yang jujur, karena pengulas merupakan profesi dalam bidang jurnalistik.Â
Anda tidak akan ditangkap karena mengulas dengan jujur. Kemukakan keunggulan dan kekurangan secara imbang dan terbuka. Lalu jangan provokasi atau mengajak orang lain melakukan tindakan atas ulasan kita.
Biarkan pembaca ulasan yang menentukan sendiri pilihannya setelah melihat ulasan yang kita unggah. Dalam hal ini, Rius hanya sedang "terpeleset" dari ketidaktahuannya.Â
Tentu saja ini akan menjadi pelajaran baginya dan bagi para pengulas yang lain. Jadilah pengulas profesional. Jangan karena hal ini kemudian timbul pernyataan Garuda antikritik. Saya yakin Garuda tidak anti kritik.Â
Salurkan kritik dengan tepat dan Garuda akan membalasnya. Bahkan banyak sekali artikel kritik terhadap Garuda di media massa, namun penulisnya tidak dipidanakan. Ya, karena mereka melakukan kritik dengan tepat (berikut solusinya) dan tidak mengajak orang lain untuk tidak menggunakan Garuda.
Semoga dengan ini, baik para pengulas dan Garuda sendiri dapat sama-sama bercermin dan memperbaiki diri masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H