Tindakan yang benar atau kebenaran, memang relatif. Artinya, sebuah tindakan yang benar sangat terkait dengan norma-norma, budaya setempat dan agama yang berlaku. Sebagai contoh, berpakaian yang benar bagi wanita menurut Islam tidak sama dengan berpakaian yang benar menurut Kristen atau Hindu atau Buddha. Kebenaran berpakaian bagi wanita menurut Islam adalah berhijab, sedangkan bagi agama lain, budaya lain, berpakaian bagi wanita yang memakai celana pendek adalah kebenaran.
Dalam hal membunuh misalnya. Apakah membunuh orang lain hanya karena marah atau dendam merupakan tindakan yang benar? Tentu saja kita akan mengatakan bahwa membunuh merupakan tindakan yang tidak benar. Namun ada beberapa oknum kelompok yang membenarkan pembunuhan atas dasar-dasar yang mereka yakini sendiri.
Hal lain tentang kebenaran relatif adalah pindahnya seseorang dari suatu agama ke agama lain. Apabila ada orang Kristen pindah ke Hindu atau Hindu pindah Buddha, apakah mereka dibenarkan untuk dibunuh hanya karena alasan pindah agama? Atau di Indonesia, orang Islam yang pindah menjadi Kristen, apakah dibenarkan untuk dibunuh? Tentu saja bagi kita semua akan mengatakan bahwa membunuh orang yang pindah agama adalah tindakan tidak benar. Namun, sejumlah negara-negara Islam memberlakukan sanksi mati bagi murtad. Negara-negara yang memberlakukan sanksi mati bagi murtad dalam hukum mereka antara lain Sudan, Yaman, Mauritania, Qatar, dan Iran (sumber: Republika 6 April 2017)
Saat ini pun kadang kita melihat bahwa semua hal dapat dikategorikan sebagai sebuah kebenaran, walaupun hal tersebut adalah pembenaran. Artinya bahwa argumentasi dari tindakan yang dilakukan dapat dilandasi oleh dasar-dasar hukum, terutama hukum agama. Bahkan menggulingkan pemerintahan yang sah juga dapat dikategorikan sebuah tindakan kebenaran menurut oknum kelompok tertentu.
Lantas tindakan yang benar itu seperti apa, apabila semua orang punya definisi dan dasar hukum, bahkan pembenaran sisi agama yang diyakininya? Apakah sebuah tindakan kebenaran di sebuah tempat dapat dilakukan dengan tindakan yang sama di tempat lain? Apakah sebuah tindakan kebenaran dari satu agama dapat diterapkan di sebuah budaya lain yang berbeda dari agama tersebut?
Saya kemudian teringat kelimat dari filosofi Jawa, yaitu: "Sing bener durung tentu pener. Nek pener, kuwi mesti bener." (Yang benar belum tentu tepat. Yang tepat di dalamnya ada kebenaran.)
Ya, kadang kita dapat mengatakan bahwa tindakan kita benar, namun selanjutnya adalah melihat kembali, apakah tindakan tersebut tepat dilakukan saat itu atau tidak? Apabila benar dan kebenaran adalah relatif, maka tindakan yang 'tepat' merupakan tindakan yang selaras dengan situasi, kondisi dan kebutuhan saat itu.
Saya teringat pengalaman berikut,
Sore itu saya akan mengantar anak saya mengaji dan saya mandi terlebih dulu. Anak saya sudah bilang, "Pa, cepet ya, ini sudah telat."
Sambil mandi, saya melihat lantai kamar mandi kotor, maka saya menggosoknya. Saya lama membersihkan lantai kamar mandi sampai anak saya memanggil kembali, "Ayo pa, kok lama?"
Dari peristiwa di atas, apakah membersihkan lantai kamar mandi merupakan tindakan yang salah? Tentu tidak, dan itu merupakan tindakan yang benar. Saya bisa saja bertahan dengan argument bahwa "Kebersihan adalah sebagian dari iman" sehingga tindakan saya membersihan lantai kamar mandi saat itu bagi saya adalah merupakan kebenaran. Namun, saya segera sadar bahwa tindakan membersihkan lantai kamar mandi yang tentu saja merupakan tindakan yang benar, saat itu tidak tepat.
Mungkin banyak hal di mana saat ini kita mempertahankan sebagai tindakan yang benar, namun ternyata tidak tepat. Dan melihat tindakan "Bener lan Pener" (Benar dan Tepat) merupakan sebuah kejernihan di mana kita harus melatih menepiskan ego keakuan sehingga kita dapat selaras dengan situasi dan kondisi, termasuk norma dan budaya setempat.
Salam damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H